26.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Polsek Sunggal Dinilai Langgar SOP, IRT Minta Perlindungan Kapolri

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seorang ibu rumah tangga bernama Sawinah Nasution (65) warga Medan, meminta perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya, anaknya Cecar Junio alias Can (27) ditangkap Polsek Medan Sunggal, atas tudingan dugaan penggelepan yang dilaporkan pacarnya.

“Saya mohon pak, saya masyarakat kecil minta perlindungan hukum dari bapak Kapolri, pak Presiden Jokowi. Kami yakin anak kami nggak pernah menggelapkan HP pacarnya seperti yang dilaporkan Fathia Qadreza ke Polsek Sunggal,” ucap Sawinah didampingi abang sepupu dan adik kandung Cecar, Jefry dan M Rizki kepada wartawan, Rabu (5/10) malam.

Pihak keluarga menduga, adanya upaya kriminalisasi terhadap anaknya yang didasari tujuan tertentu dari pihak-pihak yang berkaitan dalam penanganan laporan kasus tersebut. Dugaan itu disampaikan keluarga berdasarkan sejumlah kejanggalan dalam proses hukum laporan kasus penggelapan yang ditudingkan kepada Cecar.

Kejanggalan tersebut menurut keluarga berkaitan dengan proses penangkapan hingga proses pemberkasan dari penyidik ke pihak Kejaksaan. Pihak keluarga juga mengaku sangat kecewa dengan tindak lanjut Polsek Sunggal atas laporan kasus tersebut karena dilakukan tak sesuai prosedur proses hukum dan seolah dipaksakan.

“Tindaklanjut Polsek Sunggal atas laporan kasus penggelapan yang dituduhkan itu sangat janggal dan tidak sesuai dengan prosedur proses hukum. Adik saya Cecar ini ditangkap tanpa  dimintai keterangan dan surat panggilan pemeriksaan sebelumnya. Ditangkapnya juga ketika bertemu untuk mengembalikan handphone kepada pelapor yang merupakan pacarnya, penangkapannya pun macam nangkap teroris,” ungkap Jefry menimpali.

Terlebih diceritakan pihak keluarga, handphone tersebut semula dibawa Cecar usai terlempar ketika keduanya tengah bertengkar pada pertengahan september kemarin. Setelah kejadian pertengkaran itu Cecar berangkat ke Kota Tebing Tinggi dan menyelesaikan tugas pekerjaannya selama dua minggu.

“Jadi HP itu pun awalnya dia bawa karena jatuh tercampak pas orang itu bertengkar, karena ada omongan kawan si Fathia yang buat si Cecar pengen tau isi HP Fahia ini. Pas hp nya tercampak orang itu dua terus sama-sama pergi dari tempat itu, tapi si Cecar nggak lama balik ke lagi trus ngambil HP yang jatuh itu tadi,” ujar Rizki.

Selain itu ibu kandung Cecar, Sawinah juga menyebutkan, sepulangnya ke Medan anaknya tersebut langsung menghubungi pelapor karena baru sempat untuk bertemu setelah dua minggu berada di kota Tebing Tinggi. Dalam obrolan via telpon itu keduanya sepakat untuk bertemu di salah satu hotel Saka Medan.

“Pas anak saya pulang dari Tebing itu, kalau nggak salah hari Jum’at tanggal 30 dia langsung ngabari pacarnya, mau jumpa sekalian ngembalilan HP karena baru sempat. Tapi rupanya pas sampai di tempat janjian itu langsung ditangkap macam teroris. Pas ditangkap itu HP yang mau dipulangkan ada di dashboard kereta yang dibawanya, tapi entah cemana ceritanya polisi bilang nggak ada,” ungkapnya.

Lebih jauh, Jefry juga menyebutkan soal kejanggalan lain terkait adanya dua Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan Polsek Medan Sunggal atas kasus tersebut. Menurutnya hal yang terbilang aneh jika dalam satu kasus terdapat dua SPDP berbeda yang diterbitkan.

“Kita juga merasa aneh kenapa penyidik bisa menerbitkan 2 SPDP dalam satu kasus. Pertama ditujukan kepada Kepala Cabang Kejari Deli Serdang di Labuhan Deli, yang satu lagi kepada Kepala Kejari Medan tertanggal 30 September 2022 dan ditandatangani oleh Kapolsek Medan Sunggal Kompol Chandra Yudha,” ketusnya.

Terkait sejumlah kejanggalan tersebut Jefry sangat berharap perlindungan hukum dan atensi dari Kapolri maupun Kapolda Sumut agar merespon kasus yang dialami adik sepupunya itu.

Terlebih nominal harga handphone yang tak lebih dari Rp1,7 juta terbilang sepele untuk diproses hingga persidangan di tengah gencarnya proses hukum melalui Restorative Justice dilakukan sejumlah instansi penegakan hukum demi mengatasi beragam persoalan mulai dari over kapasitas rutan dan lapas hingga keterbatasan anggaran dalam proses operasionalnya.

“Saya juga memohon kepada bapak Kapolri, bapak Kapolda agar kiranya kasus ini bisa menjadi atensi. Tentu keluarga berharap jika ada oknum-oknum yang bertujuan mempermainkan hukum terhadap masyarakat kecil seperti kami supaya ditindak,” pungkasnya.

Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Medan Sunggal, Iptu Suyanto Usman Nasution ketika dikonfirmasi berkaitan kasus tersebut meminta wartawan untuk datang ke Polsek. “Ke kantor aja lah biar enak jelaskannya, jangan lewat telepon,” tandasnya. (Man/Tri)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seorang ibu rumah tangga bernama Sawinah Nasution (65) warga Medan, meminta perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pasalnya, anaknya Cecar Junio alias Can (27) ditangkap Polsek Medan Sunggal, atas tudingan dugaan penggelepan yang dilaporkan pacarnya.

“Saya mohon pak, saya masyarakat kecil minta perlindungan hukum dari bapak Kapolri, pak Presiden Jokowi. Kami yakin anak kami nggak pernah menggelapkan HP pacarnya seperti yang dilaporkan Fathia Qadreza ke Polsek Sunggal,” ucap Sawinah didampingi abang sepupu dan adik kandung Cecar, Jefry dan M Rizki kepada wartawan, Rabu (5/10) malam.

Pihak keluarga menduga, adanya upaya kriminalisasi terhadap anaknya yang didasari tujuan tertentu dari pihak-pihak yang berkaitan dalam penanganan laporan kasus tersebut. Dugaan itu disampaikan keluarga berdasarkan sejumlah kejanggalan dalam proses hukum laporan kasus penggelapan yang ditudingkan kepada Cecar.

Kejanggalan tersebut menurut keluarga berkaitan dengan proses penangkapan hingga proses pemberkasan dari penyidik ke pihak Kejaksaan. Pihak keluarga juga mengaku sangat kecewa dengan tindak lanjut Polsek Sunggal atas laporan kasus tersebut karena dilakukan tak sesuai prosedur proses hukum dan seolah dipaksakan.

“Tindaklanjut Polsek Sunggal atas laporan kasus penggelapan yang dituduhkan itu sangat janggal dan tidak sesuai dengan prosedur proses hukum. Adik saya Cecar ini ditangkap tanpa  dimintai keterangan dan surat panggilan pemeriksaan sebelumnya. Ditangkapnya juga ketika bertemu untuk mengembalikan handphone kepada pelapor yang merupakan pacarnya, penangkapannya pun macam nangkap teroris,” ungkap Jefry menimpali.

Terlebih diceritakan pihak keluarga, handphone tersebut semula dibawa Cecar usai terlempar ketika keduanya tengah bertengkar pada pertengahan september kemarin. Setelah kejadian pertengkaran itu Cecar berangkat ke Kota Tebing Tinggi dan menyelesaikan tugas pekerjaannya selama dua minggu.

“Jadi HP itu pun awalnya dia bawa karena jatuh tercampak pas orang itu bertengkar, karena ada omongan kawan si Fathia yang buat si Cecar pengen tau isi HP Fahia ini. Pas hp nya tercampak orang itu dua terus sama-sama pergi dari tempat itu, tapi si Cecar nggak lama balik ke lagi trus ngambil HP yang jatuh itu tadi,” ujar Rizki.

Selain itu ibu kandung Cecar, Sawinah juga menyebutkan, sepulangnya ke Medan anaknya tersebut langsung menghubungi pelapor karena baru sempat untuk bertemu setelah dua minggu berada di kota Tebing Tinggi. Dalam obrolan via telpon itu keduanya sepakat untuk bertemu di salah satu hotel Saka Medan.

“Pas anak saya pulang dari Tebing itu, kalau nggak salah hari Jum’at tanggal 30 dia langsung ngabari pacarnya, mau jumpa sekalian ngembalilan HP karena baru sempat. Tapi rupanya pas sampai di tempat janjian itu langsung ditangkap macam teroris. Pas ditangkap itu HP yang mau dipulangkan ada di dashboard kereta yang dibawanya, tapi entah cemana ceritanya polisi bilang nggak ada,” ungkapnya.

Lebih jauh, Jefry juga menyebutkan soal kejanggalan lain terkait adanya dua Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan Polsek Medan Sunggal atas kasus tersebut. Menurutnya hal yang terbilang aneh jika dalam satu kasus terdapat dua SPDP berbeda yang diterbitkan.

“Kita juga merasa aneh kenapa penyidik bisa menerbitkan 2 SPDP dalam satu kasus. Pertama ditujukan kepada Kepala Cabang Kejari Deli Serdang di Labuhan Deli, yang satu lagi kepada Kepala Kejari Medan tertanggal 30 September 2022 dan ditandatangani oleh Kapolsek Medan Sunggal Kompol Chandra Yudha,” ketusnya.

Terkait sejumlah kejanggalan tersebut Jefry sangat berharap perlindungan hukum dan atensi dari Kapolri maupun Kapolda Sumut agar merespon kasus yang dialami adik sepupunya itu.

Terlebih nominal harga handphone yang tak lebih dari Rp1,7 juta terbilang sepele untuk diproses hingga persidangan di tengah gencarnya proses hukum melalui Restorative Justice dilakukan sejumlah instansi penegakan hukum demi mengatasi beragam persoalan mulai dari over kapasitas rutan dan lapas hingga keterbatasan anggaran dalam proses operasionalnya.

“Saya juga memohon kepada bapak Kapolri, bapak Kapolda agar kiranya kasus ini bisa menjadi atensi. Tentu keluarga berharap jika ada oknum-oknum yang bertujuan mempermainkan hukum terhadap masyarakat kecil seperti kami supaya ditindak,” pungkasnya.

Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Medan Sunggal, Iptu Suyanto Usman Nasution ketika dikonfirmasi berkaitan kasus tersebut meminta wartawan untuk datang ke Polsek. “Ke kantor aja lah biar enak jelaskannya, jangan lewat telepon,” tandasnya. (Man/Tri)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/