28 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Uji Materi KUHAP Dikabulkan, Antasari Siapkan Pengakuan Dosa

Antasari Azhar
Antasari Azhar

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – ”Tiada kata lain selain Alhamdulillah.” Itulah kalimat pertama yang diucapkan mantan ketua KPK Antasari Azhar setelah keluar dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (6/3). MK mengabulkan gugatan uji materil UU KUHAP, sehingga Antasari bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) lebih dari sekali atas kasusnya.

Antasari berstatus terpidana 18 tahun setelah dianggap mengotaki penembakan yang menewaskan Direktur Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen. Antasari lantas mengajukan PK dan ditolak oleh MA. Setelah putusan tersebut, Antasari kembali menemukan bukti baru (novum) tetapi dia tidak dapat mengajukan PK.

Dalam putusannya, hakim konstitusi sepakat memutuskan bahwa upaya PK dalam satu perkara dapat diajukan lebih dari satu kali. “Pasal 268 ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang.

Putusan tersebut membuka peluang siapapun pemohon PK yang memiliki bukti baru (novum) setelah permohonan PK-nya ditolak, dapat mengajukan PK yang kedua. MK tidak membatasi berapa kali PK boleh diajukan. Yang terpenting, ada novum yang cukup kuat untuk bisa mengubah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), termasuk putusan PK sekalipun.

MK dalam amar putusannya memandang bahwa PK secara historis-filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. “Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali,” ujar hakim konstitusi Anwar Usman.

Sebab, kata dia, mungkin saja setelah pengajuan PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang ditemukan dan benar-benar tidak ada saat PK sebelumnya. Bukti atas sebuah tindak pidana merupakan kebenaran material sehingga penentuan batas pengajuan bukti diukur minimalnya, bukan maksimalnya. Dengan demikian, majelis hakim bisa membuka kesempatan terhadap pengajuan bukti baru.

Anwar menuturkan, KUHAP secara umum bertujuan untuk melindungi HAM dari kesewenang-wenangan negara. Terutama, yang terkait dengan hak hidup dan kebebasan sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Karenanya, PK sebagai upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP seharusnya juga berada dalam kerangka tersebut.

Menurut majelis hakim, asas litis finiri oportet (setiap perkara harus ada akhirnya) hanya berkaitan dengan kepastian hukum. Sedangkan, dalam hal keadilan dalam perkara pidana, asas tersebut tidak secara ketat (rigid) dapat diterapkan. Dengan hanya membolehkan PK satu kali, terlebih jika ditemukan adanya novum, justru bertentangan dengan asas keadilan.

Majelis hakim tidak memberikan pertimbangan tentang penggunaan ilmu pengetahuan untuk pembuktian sebuah kasus. Sebenarnya, hal itulah salah satunya yang membuat Antasari mengajukan PK. Pasalnya proses pengusutan kasusnya dilakukan seolah Polri tidak memiliki teknologi untuk pembuktian.

Putusan majelis hakim MK disambut gembira oleh Antasari yang kemarin datang bersama sang istri, Ida Laksmiwati. Begitu Hamdan Zoelva mengetuk palu, serentak mereka berdua menungkupkan kedua tangan di wajah sebagai pertanda syukur. Tampak jelas raut wajah lega Antasari, yang berbeda dengan saat sebelum sidang dimulai.

Setelah putusan MK, Antasari menegaskan bahwa dirinya segera menyusun materi PK lagi. “Saya ajukan PK terhadap hal-hal yang belum terbuka,” ujarnya. Antasari menuturkan, dia menyimpulkan ada tiga kejanggalan dalam proses hukum terhadap kasusnya. Hal itu hampir tidak pernah terjadi dalam kasus-kasus serupa.

Di antaranya, sampai saat ini tidak diketahui siapa pengirim pesan singkat (SMS) untuk Nasrudin yang mengatasnamakan Antasari. SMS itu berisi, “Maaf Mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu, Kalau sampai terblow up tahu sendiri konsekuensinya.” SMS bernada ancaman itu menjadi dasar dakwaan sebagai motif Antasari untuk mengotaki pembunuhan Nasrudin. Di persidangan, tidak terbukti bahwa Antasari mengirim SMS untuk Nasrudin.

Atas kenyataan tersebut, pria kelahiran 18 Maret 1963 itu melapor ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya untuk mengusut siapa pengirim SMS tersebut. Namun, hingga saat ini belum juga terungkap. Padahal, polisi bisa menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk melacak.

Belakangan, diketahui tidak pernah ada bukti bahwa Nasrudin pernah menerima SMS berisi ancaman. Hal itulah yang membuat Antasari berang. “Persoalannya adalah, kalau tidak ada sms itu kok saya bisa didakwakan,” ucapnya. Kalau SMS itu benar ada, dia menantang untuk ditunjukkan. Dari situ, nanti polisi bisa menelusuri dari mana asal sms tersebut. sebab, bukti SMS itu tidak pernah muncul di persidangan.

Hal kedua yang janggal versi Antasari, bukti-bukti pembunuhan terhadap Nasrudin ternyata hilang misterius. Entah sengaja dihilangkan atau memang hilang. “Saya dituntut pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) kok baju korban tidak jadi barang bukti,” tuturnya.

Menurut dia, dari baju yang berlumuran darah itu, akan diketahui kapan Nasrudin ditembak. Darah yang ada di baju tersebut juga bisa berbicara banyak. Salah satunya, membuktikan jika benar telah terjadi pembunuhan.

Hal terakhir adalah bukti peluru yang menembus kepala Nasrudin. Di persidangan, dinyatakan jika peluru yang menewaskan Nasrudin memiliki kaliber 9 mm. “Tapi kok barang buktinya revolver?” lanjutnya. padahal, tidak ada revolver yang bisa menggunakan peluru caliber 9 mm. caliber tersebut digunakan oleh senpi macam browning, gepard, atau heckler.

Karena itu, kesempatan mengajukan PK tersebut akan dimanfaatkan sebaiik-baiknya. Antasari memastikan jika novum telah siap, namun dia menolak membukanya di depan publik. Dia memberi klu tentang salah satu novun, yakni pengakuan salah satu orang yang terlibat dalam upaya menjebak dirinya dalam kasus itu.

Untuk saat ini, pihaknya akan berdiskusi dengan keluarga dan pengacaranya. Dia juga menunggu momentum yang tepat untuk mengajukan PK tersebut. Kapan” Antasari enggan berkomentar banyak. “Bisa menunggu saya bugar, atau situasi kondusif. Yang jelas, tidak ada kaitannya dengan politik,” tambahnya.(byu/agm)

Antasari Azhar
Antasari Azhar

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – ”Tiada kata lain selain Alhamdulillah.” Itulah kalimat pertama yang diucapkan mantan ketua KPK Antasari Azhar setelah keluar dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (6/3). MK mengabulkan gugatan uji materil UU KUHAP, sehingga Antasari bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) lebih dari sekali atas kasusnya.

Antasari berstatus terpidana 18 tahun setelah dianggap mengotaki penembakan yang menewaskan Direktur Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen. Antasari lantas mengajukan PK dan ditolak oleh MA. Setelah putusan tersebut, Antasari kembali menemukan bukti baru (novum) tetapi dia tidak dapat mengajukan PK.

Dalam putusannya, hakim konstitusi sepakat memutuskan bahwa upaya PK dalam satu perkara dapat diajukan lebih dari satu kali. “Pasal 268 ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang.

Putusan tersebut membuka peluang siapapun pemohon PK yang memiliki bukti baru (novum) setelah permohonan PK-nya ditolak, dapat mengajukan PK yang kedua. MK tidak membatasi berapa kali PK boleh diajukan. Yang terpenting, ada novum yang cukup kuat untuk bisa mengubah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), termasuk putusan PK sekalipun.

MK dalam amar putusannya memandang bahwa PK secara historis-filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. “Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali,” ujar hakim konstitusi Anwar Usman.

Sebab, kata dia, mungkin saja setelah pengajuan PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang ditemukan dan benar-benar tidak ada saat PK sebelumnya. Bukti atas sebuah tindak pidana merupakan kebenaran material sehingga penentuan batas pengajuan bukti diukur minimalnya, bukan maksimalnya. Dengan demikian, majelis hakim bisa membuka kesempatan terhadap pengajuan bukti baru.

Anwar menuturkan, KUHAP secara umum bertujuan untuk melindungi HAM dari kesewenang-wenangan negara. Terutama, yang terkait dengan hak hidup dan kebebasan sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Karenanya, PK sebagai upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP seharusnya juga berada dalam kerangka tersebut.

Menurut majelis hakim, asas litis finiri oportet (setiap perkara harus ada akhirnya) hanya berkaitan dengan kepastian hukum. Sedangkan, dalam hal keadilan dalam perkara pidana, asas tersebut tidak secara ketat (rigid) dapat diterapkan. Dengan hanya membolehkan PK satu kali, terlebih jika ditemukan adanya novum, justru bertentangan dengan asas keadilan.

Majelis hakim tidak memberikan pertimbangan tentang penggunaan ilmu pengetahuan untuk pembuktian sebuah kasus. Sebenarnya, hal itulah salah satunya yang membuat Antasari mengajukan PK. Pasalnya proses pengusutan kasusnya dilakukan seolah Polri tidak memiliki teknologi untuk pembuktian.

Putusan majelis hakim MK disambut gembira oleh Antasari yang kemarin datang bersama sang istri, Ida Laksmiwati. Begitu Hamdan Zoelva mengetuk palu, serentak mereka berdua menungkupkan kedua tangan di wajah sebagai pertanda syukur. Tampak jelas raut wajah lega Antasari, yang berbeda dengan saat sebelum sidang dimulai.

Setelah putusan MK, Antasari menegaskan bahwa dirinya segera menyusun materi PK lagi. “Saya ajukan PK terhadap hal-hal yang belum terbuka,” ujarnya. Antasari menuturkan, dia menyimpulkan ada tiga kejanggalan dalam proses hukum terhadap kasusnya. Hal itu hampir tidak pernah terjadi dalam kasus-kasus serupa.

Di antaranya, sampai saat ini tidak diketahui siapa pengirim pesan singkat (SMS) untuk Nasrudin yang mengatasnamakan Antasari. SMS itu berisi, “Maaf Mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu, Kalau sampai terblow up tahu sendiri konsekuensinya.” SMS bernada ancaman itu menjadi dasar dakwaan sebagai motif Antasari untuk mengotaki pembunuhan Nasrudin. Di persidangan, tidak terbukti bahwa Antasari mengirim SMS untuk Nasrudin.

Atas kenyataan tersebut, pria kelahiran 18 Maret 1963 itu melapor ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya untuk mengusut siapa pengirim SMS tersebut. Namun, hingga saat ini belum juga terungkap. Padahal, polisi bisa menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk melacak.

Belakangan, diketahui tidak pernah ada bukti bahwa Nasrudin pernah menerima SMS berisi ancaman. Hal itulah yang membuat Antasari berang. “Persoalannya adalah, kalau tidak ada sms itu kok saya bisa didakwakan,” ucapnya. Kalau SMS itu benar ada, dia menantang untuk ditunjukkan. Dari situ, nanti polisi bisa menelusuri dari mana asal sms tersebut. sebab, bukti SMS itu tidak pernah muncul di persidangan.

Hal kedua yang janggal versi Antasari, bukti-bukti pembunuhan terhadap Nasrudin ternyata hilang misterius. Entah sengaja dihilangkan atau memang hilang. “Saya dituntut pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) kok baju korban tidak jadi barang bukti,” tuturnya.

Menurut dia, dari baju yang berlumuran darah itu, akan diketahui kapan Nasrudin ditembak. Darah yang ada di baju tersebut juga bisa berbicara banyak. Salah satunya, membuktikan jika benar telah terjadi pembunuhan.

Hal terakhir adalah bukti peluru yang menembus kepala Nasrudin. Di persidangan, dinyatakan jika peluru yang menewaskan Nasrudin memiliki kaliber 9 mm. “Tapi kok barang buktinya revolver?” lanjutnya. padahal, tidak ada revolver yang bisa menggunakan peluru caliber 9 mm. caliber tersebut digunakan oleh senpi macam browning, gepard, atau heckler.

Karena itu, kesempatan mengajukan PK tersebut akan dimanfaatkan sebaiik-baiknya. Antasari memastikan jika novum telah siap, namun dia menolak membukanya di depan publik. Dia memberi klu tentang salah satu novun, yakni pengakuan salah satu orang yang terlibat dalam upaya menjebak dirinya dalam kasus itu.

Untuk saat ini, pihaknya akan berdiskusi dengan keluarga dan pengacaranya. Dia juga menunggu momentum yang tepat untuk mengajukan PK tersebut. Kapan” Antasari enggan berkomentar banyak. “Bisa menunggu saya bugar, atau situasi kondusif. Yang jelas, tidak ada kaitannya dengan politik,” tambahnya.(byu/agm)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/