31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

PH Azzam Minta Pejabat Lain Ikut Diadili

AMINOER RASYID/SUMUT POS Direktru PDAM Tirtanadi Azzam Rizal duduk di kursi pesakitan dalam sidang korupsi di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (9/10).
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Direktru PDAM Tirtanadi Azzam Rizal duduk di kursi pesakitan dalam sidang korupsi di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (9/10).

MEDAN- Edi Purwanto selaku tim penasehat hukum terdakwa Azzam Rizal, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi menilai adanya kecurangan yang dilakukan penyidik dalam menangani perkara dugaan korupsi dana voucer penagihan rekening air tahun 2011 dan voucer pengeluaran kas koperasi karyawan di PDAM Tirtanadi. Karena, tersangka lainnya yakni Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi Sumut, Subdarkan Siregar, tak kunjung disidangkan.

“Jika perbuatan yang telah dilakukan terdakwa dalam meneken perpanjangan kontrak kerjasama penagihan rekening air pelanggan ini dianggap suatu tindak pidana, dan klien kami dinyatakan bersama-sama melakukan perbuatannya, kenapa hanya klien kami saja yang sampai ke persidangan?. Ini tentu menimbulkan kecurigaan dan kecurangan dalam hukum,” ujar Edi Purwanto ketika membacakan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan JPU di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (9/10).

Dia juga menyatakan jika perbuatan terdakwa yang menandatangani perpanjangan kontrak kerjasama dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi pada 30 September 2011 tersebut dianggap sebagai perbuatan melawan hukum termasuk tindak pidana korupsi dan pencucian uang, maka seharusnya pejabat lainnya yakni para Direktur Utama PDAM Tirtanadi Proponsi Sumut yang sebelumnya, harus terlebih dahulu dijerat hukuman.

“Karena dalam perkara ini terdakwa hanya melanjutkan atau memperpanjang kontrak kerjasama sebelumnya yang telah dilakukan oleh para Direktur Utama PDAM Tirtanadi sebelum terdakwa. Bahwa terdakwa juga merupakan anggota dari Kopkar Tirtanadi Propinsi Sumut. Maka terdakwa mempunyai hak untuk melakukan pinjaman uang dari Kopkar Tirtanadi,” ujar Edi. Hari itu,

Dalam sidang lanjutan itu, Azzam yang mengenakan kemeja putih tak berkomentar sedikitpun. Dia tampak serius mendengarkan pembacaan eksepsi oleh penasehat hukumnya. Puluhan pendukungnya yang mengenakan kemeja hijau terus berdatangan. Mereka memenuhi ruang persidangan untuk memberikan dukungan kepada Azzam Rizal.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen menjerat terdakwa dengan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Jaksa menyatakan Azzam Rizal telah melakukan korupsi dana voucer penagihan rekening air tahun 2011 dan voucer pengeluaran kas koperasi karyawan di PDAM Tirtanadi Jalan SM.Raja Medan. Perbuatan itu dilakukannya untuk memperkaya diri sendiri sebesar Rp5.004.637.000, dari kerugian negara senilai Rp5.277.714.368. Atau setidak-tidaknya memperkaya orang lain dalam hal ini Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi Sumut, Subdarkan Siregar.

Menurut jaksa, dugaan korupsi ini bermula saat pihak PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara pada 2002 melakukan penandatangan Perjanjian Kerjasama Tentang Penagihan Rekening Air dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, yang tertuang dalam Nomor Perjanjian Pihak I: 06/SPJN/KEU/2002. Dan Nomor Pihak II: 37/SPJN/KKT/2002 pertanggal 27 Desember 2007.

Berdasarkan surat perjanjian itu, setelah terdakwa diangkat sebagai Direktur Utama PDAM Tirtanadi Provsu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor: 329/KKT/XII/2011, saksi Subdarkan Siregar selaku Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi pada 8 Desember 2011 kemudian mengajukan surat permohonan kepada terdakwa, yang isinya memohon agar pihak Kopkar Tirtanadi diberikan kesempatan untuk menagih rekening air PDAM Tirtanadi pada wilayah kerja Kota Madya Medan, Deli Serdang dan Padangsidimpuan.

Selain itu, sambung jaksa, pihak Kopkar juga memohon agar terdakwa selaku Direktur Utama PDAM Tirtanadi menaikkan ‘table fee’ dan memberikan kesempatan kembali kepada pihak Kopkar untuk melaksanakan penagihan rekening air PDAM Tirtanadi periode 12 bulan kedepan sejak surat permohonan dilayangkan. Kemudian, setelah surat permohonan perpanjangan kerjasama itu ditandatangani pada 30 Desember 2011, kedua belah pihak akhirnya sepakat soal pembagian persenan fee.

Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, bila mencapai target penagihan sebesar 90 persen, maka imbalan/jasa yang diterima pihak Kopkar sebesar 5,223 persen. Dan apabila target tercapai hingga 100 persen, maka imbalan/jasa yang akan di dapat oleh pihak Kopkar sebesar 6,868 persen. Setelah kontrak disepakati, pihak Kopkar kemudian melakukaan penagihan sesuai kontrak kerja.

Namun, setelah proses penagihan berjalan secara berturut-turut, terdakwa dengan kewenangan dan jabatannya kemudian meminta uang penagihan kepada saksi Subdarkan Siregar SE, selaku Ketua Kopkar. Nilai uang penagihan yang diminta kepada terdakwa awalnya mencapai Rp2.952.000.000. Pada tanggal 27 Juli 2011, sebagian uang dari hasil pengutipan senilai Rp422.837.000 kemudian dibelanjakan terdakwa untuk membeli satu unit mobil Mitsubhisi Pajero Sport warna hitam dengan nomor polisi BK 111 IU, seharga Rp401.639.075.

Lalu, lanjut jaksa, pada 10 Desember 2011, terdakwa kemudian meminta uang tunai sebesar Rp185.000.000 untuk membeli sebidang tanah seluas 423 m2 yang terletak di Desa Terjun Kecamatan Marelan Kota Medan. Kemudian pada 25 Februari 2012 hingga 21 Desember 2012, terdakwa kembali meminta uang tunai sebesar Rp1.012.800.000 untuk kepentingannya sendiri. Pada 16 April 2012, terdakwa kembali meminta uang senilai Rp287.000.000 untuk pembayaran uang muka pengambilan dua unit mobil merk Toyota Avanza berwarna silver metalik dan abu-abu metalik, yang kemudian diserahkan kepada kedua orangtua terdakwa, yakni Imron Nasution dan Hj.Nurhabsah Pulungan.

Lalu, pada tanggal 27 Juli 2012, uang senilai Rp145.000.000 juta yang masuk ke rekening terdakwa di Bank BSM KCP Iskandar Muda dengan nomor rekening 7025643032 kemudin disetorkaan untuk pembayaran administrasi satu unit Toyota All New Camry warna hitam BK 176 R. Dari seluruh total uang yang diminta terdakwa, tercatat bahwa uang yang digunakan terdakwa untuk kepentingannya sendiri itu berjumlah Rp5.004.637. (far)

AMINOER RASYID/SUMUT POS Direktru PDAM Tirtanadi Azzam Rizal duduk di kursi pesakitan dalam sidang korupsi di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (9/10).
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Direktru PDAM Tirtanadi Azzam Rizal duduk di kursi pesakitan dalam sidang korupsi di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (9/10).

MEDAN- Edi Purwanto selaku tim penasehat hukum terdakwa Azzam Rizal, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi menilai adanya kecurangan yang dilakukan penyidik dalam menangani perkara dugaan korupsi dana voucer penagihan rekening air tahun 2011 dan voucer pengeluaran kas koperasi karyawan di PDAM Tirtanadi. Karena, tersangka lainnya yakni Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi Sumut, Subdarkan Siregar, tak kunjung disidangkan.

“Jika perbuatan yang telah dilakukan terdakwa dalam meneken perpanjangan kontrak kerjasama penagihan rekening air pelanggan ini dianggap suatu tindak pidana, dan klien kami dinyatakan bersama-sama melakukan perbuatannya, kenapa hanya klien kami saja yang sampai ke persidangan?. Ini tentu menimbulkan kecurigaan dan kecurangan dalam hukum,” ujar Edi Purwanto ketika membacakan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan JPU di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (9/10).

Dia juga menyatakan jika perbuatan terdakwa yang menandatangani perpanjangan kontrak kerjasama dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi pada 30 September 2011 tersebut dianggap sebagai perbuatan melawan hukum termasuk tindak pidana korupsi dan pencucian uang, maka seharusnya pejabat lainnya yakni para Direktur Utama PDAM Tirtanadi Proponsi Sumut yang sebelumnya, harus terlebih dahulu dijerat hukuman.

“Karena dalam perkara ini terdakwa hanya melanjutkan atau memperpanjang kontrak kerjasama sebelumnya yang telah dilakukan oleh para Direktur Utama PDAM Tirtanadi sebelum terdakwa. Bahwa terdakwa juga merupakan anggota dari Kopkar Tirtanadi Propinsi Sumut. Maka terdakwa mempunyai hak untuk melakukan pinjaman uang dari Kopkar Tirtanadi,” ujar Edi. Hari itu,

Dalam sidang lanjutan itu, Azzam yang mengenakan kemeja putih tak berkomentar sedikitpun. Dia tampak serius mendengarkan pembacaan eksepsi oleh penasehat hukumnya. Puluhan pendukungnya yang mengenakan kemeja hijau terus berdatangan. Mereka memenuhi ruang persidangan untuk memberikan dukungan kepada Azzam Rizal.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen menjerat terdakwa dengan UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Jaksa menyatakan Azzam Rizal telah melakukan korupsi dana voucer penagihan rekening air tahun 2011 dan voucer pengeluaran kas koperasi karyawan di PDAM Tirtanadi Jalan SM.Raja Medan. Perbuatan itu dilakukannya untuk memperkaya diri sendiri sebesar Rp5.004.637.000, dari kerugian negara senilai Rp5.277.714.368. Atau setidak-tidaknya memperkaya orang lain dalam hal ini Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi Sumut, Subdarkan Siregar.

Menurut jaksa, dugaan korupsi ini bermula saat pihak PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara pada 2002 melakukan penandatangan Perjanjian Kerjasama Tentang Penagihan Rekening Air dengan Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, yang tertuang dalam Nomor Perjanjian Pihak I: 06/SPJN/KEU/2002. Dan Nomor Pihak II: 37/SPJN/KKT/2002 pertanggal 27 Desember 2007.

Berdasarkan surat perjanjian itu, setelah terdakwa diangkat sebagai Direktur Utama PDAM Tirtanadi Provsu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor: 329/KKT/XII/2011, saksi Subdarkan Siregar selaku Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Tirtanadi pada 8 Desember 2011 kemudian mengajukan surat permohonan kepada terdakwa, yang isinya memohon agar pihak Kopkar Tirtanadi diberikan kesempatan untuk menagih rekening air PDAM Tirtanadi pada wilayah kerja Kota Madya Medan, Deli Serdang dan Padangsidimpuan.

Selain itu, sambung jaksa, pihak Kopkar juga memohon agar terdakwa selaku Direktur Utama PDAM Tirtanadi menaikkan ‘table fee’ dan memberikan kesempatan kembali kepada pihak Kopkar untuk melaksanakan penagihan rekening air PDAM Tirtanadi periode 12 bulan kedepan sejak surat permohonan dilayangkan. Kemudian, setelah surat permohonan perpanjangan kerjasama itu ditandatangani pada 30 Desember 2011, kedua belah pihak akhirnya sepakat soal pembagian persenan fee.

Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, bila mencapai target penagihan sebesar 90 persen, maka imbalan/jasa yang diterima pihak Kopkar sebesar 5,223 persen. Dan apabila target tercapai hingga 100 persen, maka imbalan/jasa yang akan di dapat oleh pihak Kopkar sebesar 6,868 persen. Setelah kontrak disepakati, pihak Kopkar kemudian melakukaan penagihan sesuai kontrak kerja.

Namun, setelah proses penagihan berjalan secara berturut-turut, terdakwa dengan kewenangan dan jabatannya kemudian meminta uang penagihan kepada saksi Subdarkan Siregar SE, selaku Ketua Kopkar. Nilai uang penagihan yang diminta kepada terdakwa awalnya mencapai Rp2.952.000.000. Pada tanggal 27 Juli 2011, sebagian uang dari hasil pengutipan senilai Rp422.837.000 kemudian dibelanjakan terdakwa untuk membeli satu unit mobil Mitsubhisi Pajero Sport warna hitam dengan nomor polisi BK 111 IU, seharga Rp401.639.075.

Lalu, lanjut jaksa, pada 10 Desember 2011, terdakwa kemudian meminta uang tunai sebesar Rp185.000.000 untuk membeli sebidang tanah seluas 423 m2 yang terletak di Desa Terjun Kecamatan Marelan Kota Medan. Kemudian pada 25 Februari 2012 hingga 21 Desember 2012, terdakwa kembali meminta uang tunai sebesar Rp1.012.800.000 untuk kepentingannya sendiri. Pada 16 April 2012, terdakwa kembali meminta uang senilai Rp287.000.000 untuk pembayaran uang muka pengambilan dua unit mobil merk Toyota Avanza berwarna silver metalik dan abu-abu metalik, yang kemudian diserahkan kepada kedua orangtua terdakwa, yakni Imron Nasution dan Hj.Nurhabsah Pulungan.

Lalu, pada tanggal 27 Juli 2012, uang senilai Rp145.000.000 juta yang masuk ke rekening terdakwa di Bank BSM KCP Iskandar Muda dengan nomor rekening 7025643032 kemudin disetorkaan untuk pembayaran administrasi satu unit Toyota All New Camry warna hitam BK 176 R. Dari seluruh total uang yang diminta terdakwa, tercatat bahwa uang yang digunakan terdakwa untuk kepentingannya sendiri itu berjumlah Rp5.004.637. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/