MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dua pimpinan dari perusahaan pemasok bahan baku obat kepada PT Universal Pharmaceutical Industri, diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditresrimsus) Polda Sumut. Adapun dua pimpinan itu yakni NHS, Direktur Utama PT Logicom Solutions dan S pimpinan PT Aneka Chemichal.
“Iya, ada perwakilan dari dua perusahaan yang diperiksa. Sampai saat ini, laporan dari pelapor yaitu PT Universal Pharmaceutical Industri sudah ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi kepada wartawan, Rabu (9/11).
Diakui Hadi, tim yang menangani perkara itu adalah Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polda Sumatera Utara. Pemeriksaan terhadap perwakilan dari perusahaan terlapor dilakukan Senin, 7 November 2022 lalu. “Diperiksa tim penyidik terkait dengan laporan pelapor. Seputaran bahan baku obat yang dikirim dua perusahaan kepada perusahaan yang melaporkan. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan,” terangnya.
Kuasa hukum PT Universal Pharmatical Industri, Hermansyah mengaku, sudah mendapatkan informasi terkait diperiksanya perwakilan dari perusahaan terlapor. “Iya, saya sudah mendengarkan kabar itu. Jadi, perusahaannya itu kami laporkan atas dugaan melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Kesehatan,” ungkapnya.
Diakuinya, obat yang diproduksi perusahaan itu sudah memiliki sertifikat cara pembuatan obat baik (CPOB). “Klien kami sudah mendapatkan sertifikat itu sudah beberapa tahun lalu, artinya sudah teruji,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, PT Universal Pharmatical Industri, produsen Uni Bebi, obat sirup yang dinilai mengandung bahan berbahaya penyebab gagal ginjal akut. Karena itu, perusahaan itu melaporkan pemasok bahan baku untuk membuat obat itu.
Selain itu, Pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini juga masih meneliti penyebab utama kasus gagal ginjal akut pada anak. Dugaan sementara adalah efek samping obat sirup yang diminum anak diduga mengandung zat kimia berbahaya Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE).
Tunggu Surat Edaran Baru
Sementara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta seluruh pihak untuk menunggu surat edaran (SE) terbaru yang akan dikeluarkan kementerian mengenai daftar obat sirop yang boleh diresepkan. “Kami mohon untuk menunggu dulu, menunggu edaran dari Kemenkes,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam pengarahan media secara virtual di Jakarta, Rabu (9/11).
Sebelumnya, Kemenkes telah merilis daftar total 156 obat sirop yang boleh diresepkan melalui SE Nomor HK.02.02/III/3515/2022 yang diterbitkan pada 24 Oktober lalu. Dalam surat tersebut, Kemenkes juga melampirkan daftar 12 obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain yang dinyatakan aman.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan tambahan daftar 65 obat sirop yang aman pada 27 Oktober. Namun sejauh ini, Kemenkes belum membuat SE terbaru merespons daftar obat terbaru yang diumumkan BPOM.
Syahril mengingatkan bahwa SE yang dikeluarkan oleh Kemenkes merupakan rujukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan apotek sehingga dibutuhkan kehati-hatian.
Pada Senin (7/11), BPOM mengumumkan 69 obat yang ditarik izin edarnya yang diproduksi PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
Penarikan tersebut terkait dengan penggunaan bahan baku pelarut Propilen Glikol (PG) dan produk jadi yang mengandung Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas aman serta pencabutan sertifikasi Cara Pembuatan Obat dan Produksi (CPOB).
Untuk daftar obat yang ditarik peredarannya oleh BPOM tersebut, Syahril menegaskan hal itu berarti obat-obatan tersebut memang harus dilarang dan dihentikan penggunaannya. ’’Kalau sudah ditarik dan dilarang, itu sudah, dia setop betul, final. Tidak boleh dipakai sama sekali,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Menteri Kesehatan (Wamankes) Dante Saksono Harbuwono saat dijumpai wartawan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) pada Rabu pagi juga mengatakan pihaknya saat ini masih berkoordinasi dengan BPOM.
Dia mengatakan data obat sirop akan selalu diperbarui dan dirilis secara bertahap sesuai waktu untuk melakukan uji klinik obat tersebut. Dia memastikan SE tersebut akan terbit dalam waktu dekat. ’’Selama itu nanti akan dievaluasi oleh BPOM, kami akan mengeluarkan surat amannya (SE) juga,” katanya.
Minta Penjelasan BPOM
Sebelumnya, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyorot kinerja BPOM dalam penarikan obat sirop terkait kasus gagal ginjal pada anak. Menurut LaNyalla yang sedang kunjungan dapil di Jawa Timur, langkah menarik obat sirop dari pasaran mengundang pertanyaan. “Keputusan ini menimbulkan tanya. Sebab, seluruh obat yang ditarik itu memiliki izin edar dari BPOM. Termasuk, obat yang diduga mengandung Etilena Glikol (EG) dan Dietilena Glikol (DEG),” ujar LaNyalla.
Dengan keluarnya izin edar, LaNyalla menilai BPOM seharusnya telah menjamin keamanan obat-obat sirop yang beredar di pasar. “Makanya menjadi sebuah ironi jika BPOM kemudian menarik obat-obatan sirop yang awalnya telah mereka beri izin edar. Artinya, BPOM tidak bisa lepas tangan terhadap kondisi yang terjadi saat ini,” ujarnya.
LaNyalla pun meminta BPOM secepatnya memeriksa kandungan pelarut pada semua jenis Vaksin Imunisasi yang diberikan kepada bayi dan anak-anak. “Karena ada testimoni orang tua korban, anaknya tidak pernah minum obat sirop, tetapi terpapar gagal ginjal akut dan meninggal,” tandasnya.
Senator asal Jawa Timur itu berharap BPOM memberikan keterangan kepada publik mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi. Ditambahkan LaNyalla, BPOM juga jangan saling lempar ke Kementerian Perdagangan soal impor bahan baku EG dan DEG, karena regulasi yang tidak diatur BPOM untuk masuk dalam kategori bahan baku obat. “Justru seharusnya masuk dalam kategori bahan baku obat. Sehingga seharusnya masuk kategori lartas (larangan terbatas, red),” urai Ketua Dewan Penasehat KADIN Jawa Timur itu. (dwi/jpc/adz)