25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Anton Medan: Agus Bakal Terima Siksaan di Penjara

Agus, tersangka pemerkosa dan pembunuh bocah dan membungkusnya dalam kardus.
Agus, tersangka pemerkosa dan pembunuh bocah dan membungkusnya dalam kardus.

SUMUTPOS.CO – Tersangka pembunuh dan pemerkosa PNF alias Neng (9), di Kalideres, Jakarta Barat, Agus Dermawan (39), beberapa waktu lalu, kemungkinan bakal memeroleh sejumlah siksaan saat berada dalam penjara.

Bahkan siksaan tidak hanya dialami sejak masih dalam tahanan kepolisian. Diperkirakan juga bakal dialami ketika nantinya dilimpahkan ke rumah tahanan (Rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas). Menurut mantan narapidana kelas kakap yang kini telah bertobat dan menjadi penyiar agama Islam, Ustadz Anton Medan, siksaan yang dialami pemerkosa seperti yang dituduhkan terhadap tersangka Agus, bakal sangat berat.

Apalagi perkosaan diserta pembunuhan, dilakukan terhadap seorang anak kecil. Hal tersebut berdasarkan pengalaman dan hukum alam yang selama ini berlaku di penjara. Kemaluan (maaf) pelaku kemungkinan akan diolesi minyak gosok yang sangat panas. Selain itu juga bakal menerima siksaan berupa pukulan yang tak habis-habisnya. Termasuk juga mohon maaf, dipaksa memakan kotoran manusia.

Bahkan tak hanya di dalam sel, saat berada di mobil tahanan menuju pengadilan untuk mengikuti persidangan, siksaan yang sama juga bakal dilakukan para tahanan lain. Seperti apa hukum alam siksaan terhadap pemerkosa berlaku di penjara dan mengapa hal tersebut dapat terjadi, berikut petikan lengkap wawancara Ken Girsang, dengan ustadz kelahiran Tebingtinggi, Sumatera Utara, yang memiliki nama lahir Tan Hok Liang, tapi biasa dipanggil Kok Lien.

Apa yang bakal dihadapi Agus di penjara nantinya?
Ada sebuah hukum alam yang sudah berlangsung di lembaga pemasyarakatan sejak dulu sampai saat ini. Untuk kasus pemerkosaan, itu di dalam (penjara,red) akan tersiksa. Sejak masih di tahanan kepolisian misalnya, para tahanan lain akan memaksanya memakan taik (kotoran manusia,red). Terus digebuki. Siksaan ini juga biasanya berlaku bagi informan dan pembunuh perempuan. Mereka agak aman kalau berkasnya segera dilimpahkan ke pengadilan. Tapi itu pun kalau ditempatkan di sel isolasi khusus.

Kalau masih di tahanan kepolisian kan lebih mudah mengawasi. Tapi kok sudah terima siksaan?
Kalau masih tahanan kepolisian, itu kan dicampur semua. Enggak ada blok khusus. Malah saat berada di sini itu paling tersiksa. Di lapas juga sama kalau enggak ditempatkan di sel isolasi. Nah kalau di sel isolasi, bukan berarti juga aman. Misalnya ketika akan dibawa menjalani persidangan, itu di mobil tahanan juga bakal disiksa sama tahanan lain.

Kenapa para tahanan benci dengan pemerkosa?
Banyak itu narapidana, istrinya ‘dimainkan’ orang. Ini dari jaman dulu, dari tahun 1971 saya sudah tahu itu ada. Mereka kalau mau selamat ada kepala jagoan blok. Tapi ini juga mereka akan dijadikan objek seksual. Dipakai pantatnya, disodomi. Biasanya yang begini anak-anak baru gede. Karena jagoan di blok itu biasanya orang yang hukumannya gede. Jadi bakal disodomi.

Berapa lama ia akan memeroleh siksaan?
Sepanjang dia di dalam. Tapi kalau ditempatkan pada sel isolasi, enggak. Karena bloknya terpisah. Kalau dicampur habis dia. Biasanya yang begini terganggu kejiwaannya, 3-4 tahun baru kelihatan. Orangnya agak saraf (gangguan kejiawaan,red). Kadang barangnya diolesi afitson (minyak gosok,red) dan makan taik, ini umumnya. Jadi sangat berat sekali, tanya bekas narapidana, polisi, sipir, pasti jawabannya sama. Menghilangkan (hukum alam siksaan di penjara,red) saya enggak tahu. Yang paling berat itu selingkuh dengan istri orang.

Bagaimana kalau dia punya teman jagoan di blok tahanan, apakah siksaan bisa dihindari?
Jagoan blok huga benci, kelakuannya begitu (memerkosa anak di bawah umur sekaligus membunuhnya,red), enggak bakal dibela. Itu jagoan blok juga bakal tutup sebelah mata. Memang hukumannya sudah begitu. Selain itu juga bakal diperas sama kepala blok. Artinya mengeluarkan uang untuk menyelamatkan diri, ini bisa saja. Tapi awalnya tetap kena.

Tapi kan ada sipir pak, kenapa bisa disiksa?
Sipir kan ganti-ganti. Kalau yan jaga galak, tahanan enggak akan melakukan penyiksaan. Tapi kalau pergantian penjaga, tetap kena. Jadi mengandalkan sipir juga susah.

Menurut Anda hukuman apa yang pantas diterima Ags?
Sebenarnya kalau kita lihat di KUHP, itu kalau pembunuhan dilakukan berencana, dapat dijatuhi hukuman mati. Tapi saya setuju dengan tanggapan ibu menteri (Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa,red). Para pelaku ini divasektomi, agar gairah seksualnya hilang. Jadi berlaku umum, jangan hanya dalam kasus ini saja. Karena peristiwa yang terjadi sekarang ini sangat banyak dan beruntun. Karena pengaruh video porno. Jadi saya setuju setiap kasus 285 (pelanggaran pasal 285 KUHP) yaitu terkait percabulan, disuntik saja. Karena terjadi di seluruh Indonesia. Anak SD saja sudah melakukan itu. Harapan saya, penting mencegahnya. Tidak bisa hanya imbauan moral, lihat fakta di lapangan. Orangtua sekarang ini kalau kehilangan ayam, dicari sampai ketemu. Tapi kalau anak enggak pulang sehari, enggak dicari.

Jadi Anda setuju dengan usulan Ibu Menteri?
Ya bisa saja hukuman itu. Tapi proses pemeriksaannnya harus jelas. Sekarang dalam kasus ini, perlu dipertanyakan terlebih dahulu apakah pengacara Ags itu yang ditunjuk kepolisian, atau pengacara yang mendampingi dari luar. Yang kita khawatirkan ada pemaksaan pengakuan. Apakah bukti-bukti cukup, test DNA.

Saya kira ada banyak cara untuk memeroleh pengakuan yang sebenarnya. Jangan sampai jadi mentah. Kadang saksi pun bisa direkayasa, karena (saksi,red) merasa takut, jadi mengikuti kemauan polisi. Kalau tidak salah itu dulu ada kasus yang terpublikasi Sengkon dan Karta, memang rekayasa. Setelah tujuh tahun baru tertangkap pelaku sebenarnya. Jadi tidak cukup analisa dibangun hanya karena Ags pernah dipenjara atas kasus narkoba. Acuannya perlu saksi-saksi yang menguatkan. Kita tidak curiga dengan polisi, tapi memang semuanya harus dilaksanakan secara profesional.(sam/deo)

Agus, tersangka pemerkosa dan pembunuh bocah dan membungkusnya dalam kardus.
Agus, tersangka pemerkosa dan pembunuh bocah dan membungkusnya dalam kardus.

SUMUTPOS.CO – Tersangka pembunuh dan pemerkosa PNF alias Neng (9), di Kalideres, Jakarta Barat, Agus Dermawan (39), beberapa waktu lalu, kemungkinan bakal memeroleh sejumlah siksaan saat berada dalam penjara.

Bahkan siksaan tidak hanya dialami sejak masih dalam tahanan kepolisian. Diperkirakan juga bakal dialami ketika nantinya dilimpahkan ke rumah tahanan (Rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas). Menurut mantan narapidana kelas kakap yang kini telah bertobat dan menjadi penyiar agama Islam, Ustadz Anton Medan, siksaan yang dialami pemerkosa seperti yang dituduhkan terhadap tersangka Agus, bakal sangat berat.

Apalagi perkosaan diserta pembunuhan, dilakukan terhadap seorang anak kecil. Hal tersebut berdasarkan pengalaman dan hukum alam yang selama ini berlaku di penjara. Kemaluan (maaf) pelaku kemungkinan akan diolesi minyak gosok yang sangat panas. Selain itu juga bakal menerima siksaan berupa pukulan yang tak habis-habisnya. Termasuk juga mohon maaf, dipaksa memakan kotoran manusia.

Bahkan tak hanya di dalam sel, saat berada di mobil tahanan menuju pengadilan untuk mengikuti persidangan, siksaan yang sama juga bakal dilakukan para tahanan lain. Seperti apa hukum alam siksaan terhadap pemerkosa berlaku di penjara dan mengapa hal tersebut dapat terjadi, berikut petikan lengkap wawancara Ken Girsang, dengan ustadz kelahiran Tebingtinggi, Sumatera Utara, yang memiliki nama lahir Tan Hok Liang, tapi biasa dipanggil Kok Lien.

Apa yang bakal dihadapi Agus di penjara nantinya?
Ada sebuah hukum alam yang sudah berlangsung di lembaga pemasyarakatan sejak dulu sampai saat ini. Untuk kasus pemerkosaan, itu di dalam (penjara,red) akan tersiksa. Sejak masih di tahanan kepolisian misalnya, para tahanan lain akan memaksanya memakan taik (kotoran manusia,red). Terus digebuki. Siksaan ini juga biasanya berlaku bagi informan dan pembunuh perempuan. Mereka agak aman kalau berkasnya segera dilimpahkan ke pengadilan. Tapi itu pun kalau ditempatkan di sel isolasi khusus.

Kalau masih di tahanan kepolisian kan lebih mudah mengawasi. Tapi kok sudah terima siksaan?
Kalau masih tahanan kepolisian, itu kan dicampur semua. Enggak ada blok khusus. Malah saat berada di sini itu paling tersiksa. Di lapas juga sama kalau enggak ditempatkan di sel isolasi. Nah kalau di sel isolasi, bukan berarti juga aman. Misalnya ketika akan dibawa menjalani persidangan, itu di mobil tahanan juga bakal disiksa sama tahanan lain.

Kenapa para tahanan benci dengan pemerkosa?
Banyak itu narapidana, istrinya ‘dimainkan’ orang. Ini dari jaman dulu, dari tahun 1971 saya sudah tahu itu ada. Mereka kalau mau selamat ada kepala jagoan blok. Tapi ini juga mereka akan dijadikan objek seksual. Dipakai pantatnya, disodomi. Biasanya yang begini anak-anak baru gede. Karena jagoan di blok itu biasanya orang yang hukumannya gede. Jadi bakal disodomi.

Berapa lama ia akan memeroleh siksaan?
Sepanjang dia di dalam. Tapi kalau ditempatkan pada sel isolasi, enggak. Karena bloknya terpisah. Kalau dicampur habis dia. Biasanya yang begini terganggu kejiwaannya, 3-4 tahun baru kelihatan. Orangnya agak saraf (gangguan kejiawaan,red). Kadang barangnya diolesi afitson (minyak gosok,red) dan makan taik, ini umumnya. Jadi sangat berat sekali, tanya bekas narapidana, polisi, sipir, pasti jawabannya sama. Menghilangkan (hukum alam siksaan di penjara,red) saya enggak tahu. Yang paling berat itu selingkuh dengan istri orang.

Bagaimana kalau dia punya teman jagoan di blok tahanan, apakah siksaan bisa dihindari?
Jagoan blok huga benci, kelakuannya begitu (memerkosa anak di bawah umur sekaligus membunuhnya,red), enggak bakal dibela. Itu jagoan blok juga bakal tutup sebelah mata. Memang hukumannya sudah begitu. Selain itu juga bakal diperas sama kepala blok. Artinya mengeluarkan uang untuk menyelamatkan diri, ini bisa saja. Tapi awalnya tetap kena.

Tapi kan ada sipir pak, kenapa bisa disiksa?
Sipir kan ganti-ganti. Kalau yan jaga galak, tahanan enggak akan melakukan penyiksaan. Tapi kalau pergantian penjaga, tetap kena. Jadi mengandalkan sipir juga susah.

Menurut Anda hukuman apa yang pantas diterima Ags?
Sebenarnya kalau kita lihat di KUHP, itu kalau pembunuhan dilakukan berencana, dapat dijatuhi hukuman mati. Tapi saya setuju dengan tanggapan ibu menteri (Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa,red). Para pelaku ini divasektomi, agar gairah seksualnya hilang. Jadi berlaku umum, jangan hanya dalam kasus ini saja. Karena peristiwa yang terjadi sekarang ini sangat banyak dan beruntun. Karena pengaruh video porno. Jadi saya setuju setiap kasus 285 (pelanggaran pasal 285 KUHP) yaitu terkait percabulan, disuntik saja. Karena terjadi di seluruh Indonesia. Anak SD saja sudah melakukan itu. Harapan saya, penting mencegahnya. Tidak bisa hanya imbauan moral, lihat fakta di lapangan. Orangtua sekarang ini kalau kehilangan ayam, dicari sampai ketemu. Tapi kalau anak enggak pulang sehari, enggak dicari.

Jadi Anda setuju dengan usulan Ibu Menteri?
Ya bisa saja hukuman itu. Tapi proses pemeriksaannnya harus jelas. Sekarang dalam kasus ini, perlu dipertanyakan terlebih dahulu apakah pengacara Ags itu yang ditunjuk kepolisian, atau pengacara yang mendampingi dari luar. Yang kita khawatirkan ada pemaksaan pengakuan. Apakah bukti-bukti cukup, test DNA.

Saya kira ada banyak cara untuk memeroleh pengakuan yang sebenarnya. Jangan sampai jadi mentah. Kadang saksi pun bisa direkayasa, karena (saksi,red) merasa takut, jadi mengikuti kemauan polisi. Kalau tidak salah itu dulu ada kasus yang terpublikasi Sengkon dan Karta, memang rekayasa. Setelah tujuh tahun baru tertangkap pelaku sebenarnya. Jadi tidak cukup analisa dibangun hanya karena Ags pernah dipenjara atas kasus narkoba. Acuannya perlu saksi-saksi yang menguatkan. Kita tidak curiga dengan polisi, tapi memang semuanya harus dilaksanakan secara profesional.(sam/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/