28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

BAP Polisi dan Dakwaan JPU Tidak Sinkron

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tim pengacara dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) mendesak agar Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan membebaskan Restoyanna Berutu. Janda tiga orang anak tersebut, saat ini menjalani persidangan. Ia ditangkap oleh personel Polsek Helvetia dengan tudingan menjadi penadah 1 unit laptop curian.

Dalam persidangan yang berlangsung di PN Medan, Kamis (11/10) kemarin, JPU mendakwa Restoyanna sebagai penadah. Ia dinyatakan melanggar pasal 480 ke 1e KUHP.

Dalam persidangan hadir Tim Pengacara PKPA. Mereka terdiri dari, Ranap Sitanggang, Jhonatan Panggabean, Agam Sandan dan Azmiati Zuliah.

Tim pengacara dari PKPA meminta agar hakim PN Medan membebaskan Restoyana Berutu atas segala tuduhan/dakwaan. Mereka menilai dakwaan JPU dianggap kabur atau tidak jelas.

“Dakwaan JPU juga kami anggap tidak memenuhi unsur pidana. Karena terdakwa dianggap tidak mengetahui laptop tersebut hasil kejahatan. Sebab, K (DPO) selaku penggadai mengaku laptop tersebut adalah milik temannya dan bukan barang curian,” kata Ranap.

“Jadi laptop tersebut barang jaminan dan terdakwa sama sekali tidak memperoleh keuntungan dari peristiwa tersebut. Dalam perjanjian lisan mereka, pelaku (DPO) akan mengembalikan uang Rp300 ribu tersebut,” sambungnya.

Selain itu, Tim Pengacara PKPA telah mempelajari surat dakwaan dari JPU. Mereka berpendapat, bahwa dakwaan kepada Restoyana Berutu sangat tidak sinkron dengan fakta sebenarnya.

Seperti dalam dakwaan disebutkan, Restoyana Berutu ditemui tiga orang (tersangka lainnya). Tetapi dalam BAP hanya ditemui satu orang (DPO).

Kemudian, dalam BAP di Kepolisian warna laptop adalah silver. Sedangkan dakwaan jaksa menyebut warna lapotop adalah putih.

Demikian juga jumlah uang gadai dalam BAP Rp350.000. Sedangkan pada dakwaan JPU uang gadai Rp300.000.

“Paling mencolok, berkas RB (Restoyana Berutu) disatukan dengan kasus penadah lain yang sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan kasus RB. Antara RB dengan penadah lain tidak ada saling keterkaitan, namun dalam dakwaan jaksa disatukan,” tutur Ranap.

“Harusnya dipisahkan berkasnya sendiri-sendiri untuk disidangkan. Dalam hal ini, mereka (penadah) tidak saling mengetahui dan tidak saling mengenal,” sambungnya.

Aspek lain yang menjadi pertimbangan hakim adalah, RB seorang ibu dengan tiga orang anak yang berusia 16, 14 dan 2 tahun.

“Ibu ini single parent dan bekerja sebagai pedagang asongan. Kasus ini akan sangat mempengaruhi kegiatannya mencari nafkah dan tumbuh-kembang anak-anaknya,” timpal Direktur Eksekutif PKPA, Keumala Dewi.

Menurut Keumala Dewi, selain pertimbangan hukum dalam dakwaan JPU, hakim harus benar-benar mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan untuk Restoyana Berutu.(man/ala)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tim pengacara dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) mendesak agar Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan membebaskan Restoyanna Berutu. Janda tiga orang anak tersebut, saat ini menjalani persidangan. Ia ditangkap oleh personel Polsek Helvetia dengan tudingan menjadi penadah 1 unit laptop curian.

Dalam persidangan yang berlangsung di PN Medan, Kamis (11/10) kemarin, JPU mendakwa Restoyanna sebagai penadah. Ia dinyatakan melanggar pasal 480 ke 1e KUHP.

Dalam persidangan hadir Tim Pengacara PKPA. Mereka terdiri dari, Ranap Sitanggang, Jhonatan Panggabean, Agam Sandan dan Azmiati Zuliah.

Tim pengacara dari PKPA meminta agar hakim PN Medan membebaskan Restoyana Berutu atas segala tuduhan/dakwaan. Mereka menilai dakwaan JPU dianggap kabur atau tidak jelas.

“Dakwaan JPU juga kami anggap tidak memenuhi unsur pidana. Karena terdakwa dianggap tidak mengetahui laptop tersebut hasil kejahatan. Sebab, K (DPO) selaku penggadai mengaku laptop tersebut adalah milik temannya dan bukan barang curian,” kata Ranap.

“Jadi laptop tersebut barang jaminan dan terdakwa sama sekali tidak memperoleh keuntungan dari peristiwa tersebut. Dalam perjanjian lisan mereka, pelaku (DPO) akan mengembalikan uang Rp300 ribu tersebut,” sambungnya.

Selain itu, Tim Pengacara PKPA telah mempelajari surat dakwaan dari JPU. Mereka berpendapat, bahwa dakwaan kepada Restoyana Berutu sangat tidak sinkron dengan fakta sebenarnya.

Seperti dalam dakwaan disebutkan, Restoyana Berutu ditemui tiga orang (tersangka lainnya). Tetapi dalam BAP hanya ditemui satu orang (DPO).

Kemudian, dalam BAP di Kepolisian warna laptop adalah silver. Sedangkan dakwaan jaksa menyebut warna lapotop adalah putih.

Demikian juga jumlah uang gadai dalam BAP Rp350.000. Sedangkan pada dakwaan JPU uang gadai Rp300.000.

“Paling mencolok, berkas RB (Restoyana Berutu) disatukan dengan kasus penadah lain yang sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan kasus RB. Antara RB dengan penadah lain tidak ada saling keterkaitan, namun dalam dakwaan jaksa disatukan,” tutur Ranap.

“Harusnya dipisahkan berkasnya sendiri-sendiri untuk disidangkan. Dalam hal ini, mereka (penadah) tidak saling mengetahui dan tidak saling mengenal,” sambungnya.

Aspek lain yang menjadi pertimbangan hakim adalah, RB seorang ibu dengan tiga orang anak yang berusia 16, 14 dan 2 tahun.

“Ibu ini single parent dan bekerja sebagai pedagang asongan. Kasus ini akan sangat mempengaruhi kegiatannya mencari nafkah dan tumbuh-kembang anak-anaknya,” timpal Direktur Eksekutif PKPA, Keumala Dewi.

Menurut Keumala Dewi, selain pertimbangan hukum dalam dakwaan JPU, hakim harus benar-benar mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan untuk Restoyana Berutu.(man/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/