29 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Pangonal Tak Ajukan Eksepsi

gusman/SUMUT POS
SIDANG: Mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap menjalani sidang perdana sebagai terdakwa penerima suap di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (13/12).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap menjalani sidang perdana sebagai terdakwa penerima suap di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (13/12). Dalam sidang di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan itu, Pangonal yang mengenakan baju batik, tertunduk di hadapan majelis hakim yang dipimpin Irwan Efendi.

Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dody Sukmono dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan, Pangonal tampak tenang sembari sesekali melirik ke arah JPU. Pangonal didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Sejak 2016 sampai 2018 bertempat di Labuhanbatu atau suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Pengadilan Tipikor Medan, Pangonal Harahap menerima hadiah uang yang seluruhnya Rp42.280.000.000, serta uang sejumlah SGD 218.000 dengan rincian pada 2016 sejumlah Rp12.480.000.000, pada 2017 sejumlah Rp12.300.000.000 dan pada 2018 sejumlah Rp17.500.000.000,00 dan pecahan dollar Singapura sejumlah SGD 218.000,” ucap Dody.

Lanjut Dody, uang tersebut diserahkan Effendi Syahputra melalui orang-orang kepercayaan Pangonal, yaitu H Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (Timses Pangonal), Baikandi Harahap (Anak) dan Abu Yazid Hasibuan yang merupakan adik ipar Pangonal. Selanjutnya, Pangonal disebutkan JPU mengkoordinir pejabat-pejabat di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu untuk mematuhinya dan meminta agar perusahaan Asiong dimenangkan dalam proyek pekerjaan.

“Bahwa Terdakwa selaku Bupati Labuhanbatu bersama-sama dengan Thamrin Ritonga (berkas terpisah) dan Umar Ritonga (buron) mengetahui atau setidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang yang seluruhnya sejumlah Rp42.280.000.000 dan uang sejumlah SGD218.000 dari Asiong merupakan fee proyek atas pemberian beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018,” ucap Dody Sukmono.

JPU Dody Sukmono mengatakan, penerimaan tersebut bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara. Menanggapi itu, Hakim Ketua Irwan Effendi mempersilakan terdakwa untuk mengajukan eksepsi pada pekan depan. Irwan Effendi menanyakan pemahaman terdakwa Pangonal Harahap terhadap dakwaan yang disematkan JPU. “Paham pak. Kami tidak mengajukan eksepsi,” ucap Pangonal, yang kemudian sidang ditutup Majelis hakim hingga satu pekan ke depan.

Usai sidang, Dody Sukmono yang diburu wartawan mengatakan, kemana uang tersebut mengalir akan diungkap di persidangan, termasuk uang yang disebut Pangonal Harahap digunakan untuk biaya kampanye salah satu pasangan calon Gubernur Sumatera Utara. “Semuanya akan kita uji di persidangan. Karena Pangonal tidak mengajukan eksepsi, maka sidang akan kita lanjutkan dengan pemeriksaan saksi terkait kasus PUPR tahun 2016 hingga 2018 ini. Semuanya akan kita uji kemana uang-uangnya,” pungkas JPU.

Terpisah, Herman Kadir selaku penasehat hukum Pangonal Harahap membeberkan, jika uang hasil suap yang diterima kliennya diperuntukkan untuk pemenangan salah satu calon Gubernur Sumut lalu. Uang itu bersumber dari gratifikasi yang diduga diterima dari sejumlah proyek yang diberikan Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA), Asiong. “Dia (Pangonal) kan salah satu tim sukses, jadi dia mengeluarkan uang pribadinya sebesar Rp1,5 miliar untuk membantu tim sukses. Uang itu diakui dari gratifikasi yang diterima dari sejumlah proyek. Jadi memang benar itu diakui, jika uang tersebut digunakan untuk memenangkan salah satu calon,” ungkapnya.

Selain untuk pemenangan, Herman Kadir juga tidak menampik, jika uang hasil suap tersebut digunakan untuk membangun gedung kantor PDIP. “Gedung kantor PDIP salah satunya,” sebutnya.

Asiong Divonis 3 Tahun Penjara

Sementara dalam sidang terpisah, Effendy Syahputra alias Asiong terdakwa penyuap Pangonal Harahap divonis bersalah oleh majelis hakim yang dipimpin Irwan Efendi. Majelis menghukum Asiong dengan penjara 3 tahun dan denda Rp100 juta, yang juga digelar di ruang sidang Cakra Utama, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (13/12). “Memutuskan, mengadili terdakwa Effendy Syahputra alias Asiong dengan pidana penjara selama 3 tahun, Denda Rp100 juta Subsider 3 bulan kurungan,” ucap hakim Irwan Efendi.

Vonis tersebut, lebih ringan dari tuntutan JPU dari KPK, Dody Sukmono yang menuntutnya 4 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Asiong tidak melakukan banding dan menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya. “Saya terima Pak Hakim,” ucap Asiong setelah berdiskusi dengan penasihat hukumnya.

Sementara usai persidangan, Asiong mengatakan, tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengaku telah kooperatif dalam mengungkap kasus penyuapan dari sejumlah proyek di Labuhanbatu. “Semuanya sudah saya ungkapkan di persidangan,” tandasnya.

Dalam pengakuannya, Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ini menyatakan, dia telah turut membantu KPK membongkar kasus tersebut. Dia juga mengatakan, selama penyidikan kooperatif dan turut mencocokkan fakta penyidikan.

Dengan kerja samanya, lanjut Asiong, Operasi Tangkap Tangan (OTT) senilai Rp500 juta yang tidak memiliki barang bukti, karena penerima uang Umar Ritonga (orang kepercayaan Pangonal) masih melarikan diri, pun menjadi kasus pemberian uang kepada Pangonal yang nilainya melebihi Rp40 miliar. “Saya ungkap semua, tidak hanya pada 2018, tapi juga pemberian pada 2016 dan 2017,” sebut Asiong.

Asiong bercerita, jerat hukum yang dihadapinya berawal saat Thamrin Ritonga, salah seorang tim sukses Pangonal Harahap, datang menemuinya pada 2016. Ketika itu Pangonal sudah terpilih, namun belum dilantik sebagai bupati.

Thamrin meminta Asiong memberikan Rp7 miliar untuk membayar utang-utang Pangonal semasa kampanye. Pengusaha ini kemudian dipertemukan dengan Pangonal di salah satu hotel di Medan, untuk membicarakan mekanisme pengembalian uang itu nantinya.

Berdasarkan dakwaan, uang itu dibayar dengan proyek yang akan didapatkan Asiong. Uang yang diberikan kepada Pangonal merupakan bagian atau fee proyek untuknya. Setelah pertemuan itu, Asiong mengatakan, dia bertemu lagi dengan Pangonal. Pertemuan itu dilakukan di pendopo Bupati Labuhanbatu, setelah pelantikan.

Asiong mengaku pihak Pangonal kerap meminta uang. “Saya terkadang kesulitan untuk memenuhinya, bahkan saya harus berutang,” ucapnya.

Meskipun pengembalian uangnya diberikan dalam bentuk proyek, Asiong mengklaim pengerjaannya tetap sesuai ketentuan. “Saya tetap menjaga kualitas proyek karena itu untuk kepentingan masyarakat Labuhanbatu,” ucap Asiong.

Dengan dasar sikap kooperatif dan turut membantu membongkar pemberian uang yang jumlahnya melebihi Rp40 miliar kepada Pangonal, Asiong memohon kepada hakim agar dia menjadi JC. Dalam perkara ini, Asiong merasa bukan pelaku utama. “Saya tidak pernah menyuap bupati. Mereka datang kepada saya untuk meminta uang. Saya tidak menyuap uang, tapi diminta. Tak pernah meminta proyek, tapi diberi proyek,” katanya.

Sebelumnya, Asiong dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (man)

gusman/SUMUT POS
SIDANG: Mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap menjalani sidang perdana sebagai terdakwa penerima suap di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (13/12).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap menjalani sidang perdana sebagai terdakwa penerima suap di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (13/12). Dalam sidang di Ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan itu, Pangonal yang mengenakan baju batik, tertunduk di hadapan majelis hakim yang dipimpin Irwan Efendi.

Saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dody Sukmono dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaan, Pangonal tampak tenang sembari sesekali melirik ke arah JPU. Pangonal didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Sejak 2016 sampai 2018 bertempat di Labuhanbatu atau suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Pengadilan Tipikor Medan, Pangonal Harahap menerima hadiah uang yang seluruhnya Rp42.280.000.000, serta uang sejumlah SGD 218.000 dengan rincian pada 2016 sejumlah Rp12.480.000.000, pada 2017 sejumlah Rp12.300.000.000 dan pada 2018 sejumlah Rp17.500.000.000,00 dan pecahan dollar Singapura sejumlah SGD 218.000,” ucap Dody.

Lanjut Dody, uang tersebut diserahkan Effendi Syahputra melalui orang-orang kepercayaan Pangonal, yaitu H Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (Timses Pangonal), Baikandi Harahap (Anak) dan Abu Yazid Hasibuan yang merupakan adik ipar Pangonal. Selanjutnya, Pangonal disebutkan JPU mengkoordinir pejabat-pejabat di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu untuk mematuhinya dan meminta agar perusahaan Asiong dimenangkan dalam proyek pekerjaan.

“Bahwa Terdakwa selaku Bupati Labuhanbatu bersama-sama dengan Thamrin Ritonga (berkas terpisah) dan Umar Ritonga (buron) mengetahui atau setidaknya patut menduga bahwa penerimaan uang yang seluruhnya sejumlah Rp42.280.000.000 dan uang sejumlah SGD218.000 dari Asiong merupakan fee proyek atas pemberian beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018,” ucap Dody Sukmono.

JPU Dody Sukmono mengatakan, penerimaan tersebut bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara. Menanggapi itu, Hakim Ketua Irwan Effendi mempersilakan terdakwa untuk mengajukan eksepsi pada pekan depan. Irwan Effendi menanyakan pemahaman terdakwa Pangonal Harahap terhadap dakwaan yang disematkan JPU. “Paham pak. Kami tidak mengajukan eksepsi,” ucap Pangonal, yang kemudian sidang ditutup Majelis hakim hingga satu pekan ke depan.

Usai sidang, Dody Sukmono yang diburu wartawan mengatakan, kemana uang tersebut mengalir akan diungkap di persidangan, termasuk uang yang disebut Pangonal Harahap digunakan untuk biaya kampanye salah satu pasangan calon Gubernur Sumatera Utara. “Semuanya akan kita uji di persidangan. Karena Pangonal tidak mengajukan eksepsi, maka sidang akan kita lanjutkan dengan pemeriksaan saksi terkait kasus PUPR tahun 2016 hingga 2018 ini. Semuanya akan kita uji kemana uang-uangnya,” pungkas JPU.

Terpisah, Herman Kadir selaku penasehat hukum Pangonal Harahap membeberkan, jika uang hasil suap yang diterima kliennya diperuntukkan untuk pemenangan salah satu calon Gubernur Sumut lalu. Uang itu bersumber dari gratifikasi yang diduga diterima dari sejumlah proyek yang diberikan Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA), Asiong. “Dia (Pangonal) kan salah satu tim sukses, jadi dia mengeluarkan uang pribadinya sebesar Rp1,5 miliar untuk membantu tim sukses. Uang itu diakui dari gratifikasi yang diterima dari sejumlah proyek. Jadi memang benar itu diakui, jika uang tersebut digunakan untuk memenangkan salah satu calon,” ungkapnya.

Selain untuk pemenangan, Herman Kadir juga tidak menampik, jika uang hasil suap tersebut digunakan untuk membangun gedung kantor PDIP. “Gedung kantor PDIP salah satunya,” sebutnya.

Asiong Divonis 3 Tahun Penjara

Sementara dalam sidang terpisah, Effendy Syahputra alias Asiong terdakwa penyuap Pangonal Harahap divonis bersalah oleh majelis hakim yang dipimpin Irwan Efendi. Majelis menghukum Asiong dengan penjara 3 tahun dan denda Rp100 juta, yang juga digelar di ruang sidang Cakra Utama, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (13/12). “Memutuskan, mengadili terdakwa Effendy Syahputra alias Asiong dengan pidana penjara selama 3 tahun, Denda Rp100 juta Subsider 3 bulan kurungan,” ucap hakim Irwan Efendi.

Vonis tersebut, lebih ringan dari tuntutan JPU dari KPK, Dody Sukmono yang menuntutnya 4 tahun penjara. Atas putusan tersebut, Asiong tidak melakukan banding dan menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya. “Saya terima Pak Hakim,” ucap Asiong setelah berdiskusi dengan penasihat hukumnya.

Sementara usai persidangan, Asiong mengatakan, tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengaku telah kooperatif dalam mengungkap kasus penyuapan dari sejumlah proyek di Labuhanbatu. “Semuanya sudah saya ungkapkan di persidangan,” tandasnya.

Dalam pengakuannya, Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ini menyatakan, dia telah turut membantu KPK membongkar kasus tersebut. Dia juga mengatakan, selama penyidikan kooperatif dan turut mencocokkan fakta penyidikan.

Dengan kerja samanya, lanjut Asiong, Operasi Tangkap Tangan (OTT) senilai Rp500 juta yang tidak memiliki barang bukti, karena penerima uang Umar Ritonga (orang kepercayaan Pangonal) masih melarikan diri, pun menjadi kasus pemberian uang kepada Pangonal yang nilainya melebihi Rp40 miliar. “Saya ungkap semua, tidak hanya pada 2018, tapi juga pemberian pada 2016 dan 2017,” sebut Asiong.

Asiong bercerita, jerat hukum yang dihadapinya berawal saat Thamrin Ritonga, salah seorang tim sukses Pangonal Harahap, datang menemuinya pada 2016. Ketika itu Pangonal sudah terpilih, namun belum dilantik sebagai bupati.

Thamrin meminta Asiong memberikan Rp7 miliar untuk membayar utang-utang Pangonal semasa kampanye. Pengusaha ini kemudian dipertemukan dengan Pangonal di salah satu hotel di Medan, untuk membicarakan mekanisme pengembalian uang itu nantinya.

Berdasarkan dakwaan, uang itu dibayar dengan proyek yang akan didapatkan Asiong. Uang yang diberikan kepada Pangonal merupakan bagian atau fee proyek untuknya. Setelah pertemuan itu, Asiong mengatakan, dia bertemu lagi dengan Pangonal. Pertemuan itu dilakukan di pendopo Bupati Labuhanbatu, setelah pelantikan.

Asiong mengaku pihak Pangonal kerap meminta uang. “Saya terkadang kesulitan untuk memenuhinya, bahkan saya harus berutang,” ucapnya.

Meskipun pengembalian uangnya diberikan dalam bentuk proyek, Asiong mengklaim pengerjaannya tetap sesuai ketentuan. “Saya tetap menjaga kualitas proyek karena itu untuk kepentingan masyarakat Labuhanbatu,” ucap Asiong.

Dengan dasar sikap kooperatif dan turut membantu membongkar pemberian uang yang jumlahnya melebihi Rp40 miliar kepada Pangonal, Asiong memohon kepada hakim agar dia menjadi JC. Dalam perkara ini, Asiong merasa bukan pelaku utama. “Saya tidak pernah menyuap bupati. Mereka datang kepada saya untuk meminta uang. Saya tidak menyuap uang, tapi diminta. Tak pernah meminta proyek, tapi diberi proyek,” katanya.

Sebelumnya, Asiong dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/