MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus korupsi uang kuliah mahasiswa Program Magister Manajemen (MM) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), memasuki sidang perdana di ruang Cakra I Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/7) siang. Dua staf yakni Dra Binca Wardani Lubis dan Desi Nurul Fitri duduk di kursi terdakwa.
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eva Novianti menyebut, kedua terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyelewengkan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Dana Kelengkapan Akademik (DKA) mahasiswa pascasarjana. Itu dilakukan secara berlanjut dan terus-menerus dari tahun 2009 hingga 2014, dan menyebabkan negara rugi sekitar Rp6,9 miliar.
Dipaparkan, pembayaran SPP dan DKA seharusnya dilakukan langsung oleh mahasiswa ke bank. Namun keduanya justru menyuruh mahasiswa membayar ke bagian tata usaha magister manajemen, baik melalui keduanya maupun staf lainnya.
Untuk meyakinkan para mahasiswa, terdakwa membuat bukti penyetoran berupa kuitansi. Selanjutnya dana disimpan di brankas Prodi Manajemen Magister USU dan sebagian lagi disetorkan ke bank mitra USU.
Kuitansi itulah yang digunakan para mahasiswa untuk melakukan kegiatan perkuliahan. Sementara itu, untuk menutupi perbuatannya, kedua terdakwa juga menggandakan/memalsukan kuitansi bukti pembayaran SPP dan DKA tersebut. Dengan begitu, mahasiswa yang menggunakan kuitansi itu seolah-olah telah melakukan pembayaran secara resmi ke bank-bank mitra USU.
Anehnya, meski perbuatan terdakwa tak sesuai prosedur, Drs Irwan Djanahar dan Dr.Ir Nazaruddin Matondang selaku Sekretaris Prodi Magister Manajemen justru melakukan pembiaran. Alhasil, realisasi penerimaan SPP mengalami defisit dari tahun ke tahun. Dari hasil audit yang dilakukan tim internal USU, jumlah uang kuliah dan DKA yang diduga diselewengkan berjumlah Rp 6,9 miliar.
“Seharusnya yang disetorkan Rp14,5 miliar. Namun setelah diaudit, terdakwa hanya menyetorkan Rp7 miliar,” kata jaksa Eva. Atas perbuatan itu, kedua terdakwa diancam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindakpidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Untuk mendengarkan pembelaan (eksepsi) terdakwa, hakim menunda sidang hingga pekan depan.
Ditemui usai sidang, pengacara terdakwa (Bincar Wirdani), Dahsat Tarigan, SH dan Jhon Putra Ginting, SH menilai kliennya hanya sebagai korban (dikorbankan).
“Kedua terdakwa ini hanya berstatus sebagai staf, sedang kedua atasannya tak terjerat,” kesal Dahsat pada POSMETRO. Padahal lanjutnya, dalam dakwaan jaksa penyelewengan uang kuliah itu sudah terjadi dari tahun 2009-2014 dan diketahui oleh atasan kedua terdakwa.
“Ini kan agak aneh. Seorang atasan mengetahui bawahannya melakukan penyelewengan dana, tapi melakukan pembiaran. Harusnya sebagai atasan, mereka melarang kedua terdakwa melakukan perbuatan itu. Tapi sampai kasus ini bergulir, kedua terdakwa sama sekali tak pernah ditegur,” kata Dahsat. Selain itu, Dahsat juga menilai dakwaan dan pasal 1 dan 2 yang didakwakan jaksa juga kurang tepat.
“Dalam pasal itu menyebut terdakwa memperkaya diri sendiri, tapi dalam dakwaan jaksa tidak merinci kemana saja uang itu yang disebut dikorup itu digunakan terdakwa. Ini tidak jelas aliran dananya. Makanya kejanggalan-kejanggalan itu akan kita ungkap dalam eksepsi minggu depan,” tandasnya. (deo/cr-6/ras)