MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak namanya disebut sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Dekan Fakultas Farmasi USU, Prof Dr Sumadio Hadisaputra, Apt, mulai hilang dari peredaran. Meski masih tetap menjalankan aktivitasnya sebagai pimpinan di fakultas tersebut, namun Prof Sumadio seperti hilang entah ke mana.
Beberapa kali Sumut Pos semenjak kasus dugaan korupsi mencuat di USU, coba mengonfirmasi segala indikasi dan keterlibatan Prof Sumadio. Namun, sayang yang bersangkutan selalu tak berada di tempat. Baik kala dijumpai di ruang kerja maupun di kediamannya.
Pun begitu saat dihubungi via ponselnya, nomornya selalu susah terhubung alias nonaktif.
Selasa (22/7), sekira pukul 11.30 WIB, Sumut Pos kembali coba menemui Prof Sumadio di Fakultas Farmasi USU. Pintu ruang kerjanya yang tepat di lantai 2 pun tampak terkunci dan tidak ada aktivitas apapun.
“Tadi pagi sih ada, tapi siang ini enggak tahu beliau ke mana. Soalnya sampai jam segini belum ada balik lagi,” kata Pembantu Dekan II Fakultas Farmasi USU Drs Suryanto MSi Apt saat ditemui Sumut Pos.
Ditanya apakah dalam beberapa waktu belakangan ini Prof Sumadio jarang hadir ke kantor, dia mengaku kalau memang yang bersangkutan juga sibuk dengan pekerjaannya sebagai dekan. Begitu juga ketika disinggung sejak kasus dugaan korupsi menguak di USU dan yang bersangkutan dinyatakan tersangka oleh Kejagung, menjadi alasan yang bersangkutan tidak hadir, ia enggan berkomentar soal itu.
“Waduh, tidak tahu persis juga ya kalau mengenai itu,” ungkapnya.
Kendati begitu, ia menyarankan Sumut Pos untuk datang lebih pagi jika ingin bertemu dengan Prof Sumandio. “Besok (hari ini, Red) datang lagi kemari. Sekitar jam setengah 9 atau jam 9 beliau ada kok di kantor. Sudah dulu ya, saya sedang banyak pekerjaan ini. Apalagi di sini sekarang lagi ada ujian,” ujarnya.
Jarangnya Prof Sumadio masuk juga diamini salah seorang mahasiswa Fakultas Farmasi USU. Diakuinya, belakangan dekan mereka memang jarang terlihat di kampus. “Makanya kami kalau mau bimbingan sama beliau harus sesuaikan waktunya. Artinya jika pas beliau ada di kampus dan tidak sibuk, barulah enak jumpai beliau,” tutur mahasiswa semester akhir Fakultas Farmasi USU yang tak ingin namanya ditulis.
Disinggung sosok dan kepribadian dekan mereka itu, sumber tidak mengetahui persis alias mengenal betul seperti apa karakternya. Setahu dia dan juga rekan-rekannya, Prof Sumadio orang yang baik dan berwibawa. “Gimana ya mau jelaskannya. Soalnya gak tahu kali orangnya seperti apa,” ucapnya.
Sebelumnya, menurut sumber yang diperoleh Sumut Pos di internal USU menyebutkan, Prof Sumadio sudah mulai kasak-kusuk terkait pemberitaan yang mengarah kepadanya. Disebutkan sumber juga bahwa yang bersangkutan memang sudah diperiksa oleh tim Kejagung perihal kejanggalan yang ditemukan BPK di Fakultas Farmasi USU. “Ada yang sampaikan ke saya kalau dekan farmasi sempat pusing karena pemberitaan tersebut,” ungkap sumber.
Lebih lanjut sumber mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan Kejagung di dua fakultas yakni Ilmu Budaya dan Farmasi pada bulan lalu, memang sempat membuat internal USU sedikit goyah. Terutama para petinggi seperti rektor dan dekan yang namanya terseret-seret dalam kasus dugaan korupsi tersebut. “Memang kami akui kalau informasi mengenai USU terkait dugaan korupsi ini, sedikit membuat gelisah di tatanan rektor dan dekan. Pun begitu kita tetap menunggu hasil pemeriksaan dari Kejagung,” katanya.
Berdasarkan Laporan Pemeriksaan BPK RI atas Pengadaan Barang dan Jasa Tahun Anggaran 2008, 2009 dan 2010 Universitas Sumatera Utara (USU). Dimana pada temuan pemeriksaan itu terdapat pekerjaan tiang pancang dan urugan tanah terhadap pembangunan gedung Fakultas Farmasi tidak sesuai kontrak sebesar Rp1.339.021.854,00
Pada TA 2010, USU melalui DIPA Nomor: 0512.0/999-06.1/2009 tanggal 7 Mei 2009 memperoleh alokasi anggaran BA 999-06 sebesar Rp46.156.579.000,00 yang digunakan untuk pekerjaan pembangunan gedung Fakultas Farmasi USU dan pengadaan alat kesehatan.
Pekerjaan pembangunan gedung dan pengadaan alat kesehatan Fakultas Farmasi dilaksanakan oleh PT Sige Sinar Gemilang-PT Borisdo Jaya (joint operating) sesuai Surat Perjanjian Nomor: 09/FARMASI/SP/X/2009 tanggal 17 Oktober 2009 senilai Rp42.142.020.000,00, dengan jangka waktu pekerjaan selama 68 hari atau berakhir pada 23 Desember 2009.
Anehnya, sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, tim BPK RI tidak memperoleh data pemancangan maupun berita acara pemancangan dari konsultan manajemen konstruksi maupun kontraktor pelaksana. Dengan kondisi tersebut tidak dapat diketahui berapa titik maupun panjang pemancangan senyatanya dan berdasarkan penjelasan tertulis kontraktor pelaksana diketahui pekerjaan pemancangan tersebut diserahkan kepada pihak lain. Atas hal tersebut PPK menjelaskan tidak pernah menerima berita acara tiang pancang kalendering pemancangan dari kontraktor pelaksana maupun konsultan manajemen konstruksi.
Seperti diberitakan koran ini, sebelum Tim Kejagung turun ke USU, beberapa waktu lalu, penyidik KPK sempat berniat memeriksa 16 rektor yang terkait dengan proyek perusahaan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam laporan keuangan grup Permai milik Nazaruddin itu pula ditemukan adanya aliran uang ke Dekan Farmasi USU Prof Dr Sumadio Hadisaputra.
Hanya saja langkah Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) itu sempat mendapat penolakan dari berbagai universitas. Paling keras menolak adalah pihak Universitas Udayana, Bali. Penyidikan itu bermula dari temuan dugaan sejumlah aliran dana dari perusahaan Nazaruddin ke sejumlah petinggi universitas negeri di berbagai tempat.
Aliran dana tersebut tercatat dalam laporan keuangan group Permai milik Muhammad Nazaruddin. Dalam dokumen yang diperoleh, sejumlah rektor, dekan, dan pejabat pembuat komitmen di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tercatat menerima aliran dari PT Anak Negeri yang merupakan perusahaan di bawah payung grup Permai milik Nazaruddin.
Dokumen yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yulianis, mantan Direktur Keuangan PT Anak Negeri, terungkap bahwa PT Anak Negeri memenangkan proyek di sejumlah universitas. Dalam dokumen itu pula muncul deretan panjang daftar pihak yang diduga menerima dana dari perusahaan milik tersangka kasus korupsi Hambalang tersebut.
Di situ ada catatan keuangan untuk Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Sumadio Hadisaputra. Dalam dokumen tertulis laporan: Biaya support u/ Calon PPK USU via Transfer ke Rek. Mandiri a/n Prof. Dr. Sumadio tgl 3-12-08 (Pengajuan Syarifah). Uang dr Kas Yuli dengan nilai Rp10 juta.
Pihak Kejagung mengaku masih terus mendalami kasus dugaan korupsi dana yang bersumber dari APBN Tahun 2010, khususnya pos anggaran pendidikan tinggi (dikti) yang terjadi di USU. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana, penyidikan perlu dilakukan dengan teliti, guna menelusuri apakah ada kemungkinan tersangka lain dalam kasus ini, di luar dua nama pejabat di lingkungan USU yang sebelumnya telah ditetapkan.
”Sampai saat ini tim masih terus melakukan pendalaman. Kita berharap dalam waktu dekat ada informasi terbaru. Kalau memang ada keterlibatan pihak lain tentu Kejagung tetap menanganinya sesuai prosedur yang berlaku,” ujarnya. Tony menyatakan ada dua nama yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni PPK di Rektorat USU, yakni Abdul Hadi dan diduga Dekan Farmasi Prof Dr Sumadio Hadisaputra. (prn/rbb)