26.6 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Dipaksa Cerai Meski Saling Cinta

SUMUTPOS.CO – Semuanya berawal dari sebuah rumah mewah di pinggiran desa, yang mana hiduplah disana sepasang suami istri, sebut saja Tongat dan Butet. Tongat adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu, sedangkan Butet adalah anak orang biasa.

Namun demikian kedua orang tua Tongat, sangat menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain rajin, patuh dan taat beribadah, Butet juga sudah tidak punya saudara dan orang tua lagi. Mereka semua menjadi salah satu korban gempa.

Sekilas orang memandang, mereka adalah pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai kehidupan mapan seperti sekarang ini.

Sayangnya, pasangan itu belum lengkap. Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun.

Akibatnya Tongat putus asa hingga walau masih sangat cinta, dia berniat untuk menceraikan sang istri, yang dianggabnya tidak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasi.

Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sangat sedih dan duka mendalam, akhirnya Butet pun menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.

Sambil menahan perasaan tidak menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana perceraian tersebut kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras, sangat tidak setuju, tapi tampaknya keputusan Tongat sudah bulat. Dia tetap akan menceraikan Butet.

Setelah berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat, yaitu agar perceraian itu juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yg sama besar seperti besarnya pesta saat mereka menikah dulu. Karena tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan itu pun disetujui.

Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya berani sumpah bahwa itu adalah sebuah pesta yg sangat tidak membahagiakan bagi siapapun yang hadir.

Tongat nampak tertekan, stres dan terus menenggak minuman beralkohol sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara Butet tampak terus melamun dan sesekali mengusap air mata nelangsa di pipinya. Di sela mabuknya itu tiba-tiba Tongat berdiri tegap dan berkata lantang.

“Istriku, saat kamu pergi nanti… ambil saja dan bawalah serta semua barang berharga atau apapun itu yang kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!”

Setelah berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.

Keesokan harinya, seusai pesta, Tongat terbangun dengan kepala yang masih berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan di sekelilingnya, tak banyak yg dikenalnya kecuali satu. Butet istrinya, yang masih sangat ia cintai, sosok yg selama bertahun-tahun ini menemani hidupnya. Maka, dia pun lalu bertanya.

SUMUTPOS.CO – Semuanya berawal dari sebuah rumah mewah di pinggiran desa, yang mana hiduplah disana sepasang suami istri, sebut saja Tongat dan Butet. Tongat adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu, sedangkan Butet adalah anak orang biasa.

Namun demikian kedua orang tua Tongat, sangat menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain rajin, patuh dan taat beribadah, Butet juga sudah tidak punya saudara dan orang tua lagi. Mereka semua menjadi salah satu korban gempa.

Sekilas orang memandang, mereka adalah pasangan yang sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai kehidupan mapan seperti sekarang ini.

Sayangnya, pasangan itu belum lengkap. Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun.

Akibatnya Tongat putus asa hingga walau masih sangat cinta, dia berniat untuk menceraikan sang istri, yang dianggabnya tidak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasi.

Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sangat sedih dan duka mendalam, akhirnya Butet pun menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.

Sambil menahan perasaan tidak menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana perceraian tersebut kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras, sangat tidak setuju, tapi tampaknya keputusan Tongat sudah bulat. Dia tetap akan menceraikan Butet.

Setelah berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat, yaitu agar perceraian itu juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yg sama besar seperti besarnya pesta saat mereka menikah dulu. Karena tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan itu pun disetujui.

Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya berani sumpah bahwa itu adalah sebuah pesta yg sangat tidak membahagiakan bagi siapapun yang hadir.

Tongat nampak tertekan, stres dan terus menenggak minuman beralkohol sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara Butet tampak terus melamun dan sesekali mengusap air mata nelangsa di pipinya. Di sela mabuknya itu tiba-tiba Tongat berdiri tegap dan berkata lantang.

“Istriku, saat kamu pergi nanti… ambil saja dan bawalah serta semua barang berharga atau apapun itu yang kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!”

Setelah berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.

Keesokan harinya, seusai pesta, Tongat terbangun dengan kepala yang masih berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan di sekelilingnya, tak banyak yg dikenalnya kecuali satu. Butet istrinya, yang masih sangat ia cintai, sosok yg selama bertahun-tahun ini menemani hidupnya. Maka, dia pun lalu bertanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/