35.6 C
Medan
Saturday, May 25, 2024

Sidang Lanjutan Kerangkeng Manusia Milik Eks Bupati Langkat, Saksi Lihat Dewa Injak Kepala Korban

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri (PN) Stabat, kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan dengan terdakwa anak Bupati Langkat nonaktif Dewa PA dan Hendra di ruang sidang Prof Dr Kesuma Atmaja, Rabu (24/8). Sidang yang dipimpin Halida Rahardini SH MHum kali ini, mendengarkan keterangan saksi mantan anak kereng bernama Heru dengan korban meninggal dunia Sarianto Ginting.

SIDANG yang dimulai sekira pukul 11.00 WIB itu, sempat diwarnai intrupsi dari penasehat hukum terdakwa, karena saksi memakai topeng tiba di ruang sidang. Oleh ketua majelis hakim, penggunaan topeng tersebut diperbolehkan mengingat saksi merasa cemas akan keselamatannya.

“Baik, saya ambil alih Tadi saksi sudah menjelaskan dirinya merasa takut, karena terdakwa berkaitan dengan ormas. Jadi sudah jelas ya, kita juga tidak mengerti psikologi seseorang, karena kita bukan ahlinya. Yang jelas, penasehat hukum sudah melihat orangnya, begitu juga dengan nama dan alamatnya, benar ya,” seru ketua majelis hakim merespon penggunaan topeng oleh saksi.

Ketika dimulainya persidangan, saksi Heru menjelaskan dengan rinci peristiwa yang terjadi di kerangkeng manusia di belakang rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA. “Waktu kejadian penganiayaan Surianto Ginting, saya masih menjadi anak kereng,” jelas Heru.

Saat itu, jelas dia, sekira Bulan Juli 2021, satu unit mobil Avanza hitam tiba di kerangkeng manusia, sekitar pukul 17.00 WIB. Pada saat itu, kenangnya, keluar beberapa orang dari dalam mobil yang belakangan diketahui dua anak kereng Uci dan Rajes menggiring korban Surianto Ginting masuk ke kereng satu (1). “Dalam kereng 1 itu berisi sekitar 30 orang. Disitulah Surianto Ginting dimasukan saat tiba di kerangkeng,” bebernya.

Setelah itu, kata dia, terdengar suara pukulan selang kompresor ke tubuh korban berulang kali. “Nyabu kau ya,” ucap Heru menirukan perkataan salah seorang terdakwa saat memukul korban dengan selang kompresor.

“Aku nggak nyabu, cuma minum tuak aja,” sebut Heru lagi menirukan ucapan korban.

Keesokan harinya, saksi melihat anak Bupati Langkat nonaktif, Dewa PA bersama sejumlah temannya, keluar dari pintu samping rumah menuju kerangkeng menggunakan sepeda motor.

Setibanya di kerangkeng, kata Heru, terdakwa Dewa menghampiri korban Surianto Ginting. “Mana orang yang nggak mengaku nyabu kemarin? Suruh dia gantung monyet,” sebut saksi menirukan perkataan Dewa sembari menirukan gantung monyet yang disebutkannya.

Waktu itu, lanjutnya, Dewa mengambil sebilah kayu pipih ukuran 30 cm di sekitar kerangkeng, lalu dipukulkannya ke tangan korban yang sedang bergantung di jeruji beberapa kali. “Saya nggak nyabu wa, cuma minum tuak,” kenang saksi saat korban memelas kepada terdakwa.

Masih menurut Heru, kemudian korban dikeluarkan dari kereng 1 dan dibawa ke samping kereng 2 dekat dapur. Disitulah, kata saksi, terdakwa Rajes membawa selang dan Dewa membawa kayu. Korban pun dipukul, ditendang oleh Rajes hingga terjatuh dan kepalanya membentur felak mobil truk jenis Fuso. “Waktu (korban) jatuh itulah, Dewa menginjak kepala korban, sambil bilang “Bau amis badan mu”,” terang saksi sembari mempraktikkan di tengah ruang sidang.

Selepas itu, tambah saksi lagi, korban diangkat dan dibopong menuju kolam yang tak jauh dari lokasi kerangkeng. Setibanya di tepi kolam, saksi mengaku, kalau terdakwa Rajes mendorong tubuh korban ke dalam kolam. “Waktu masuk kolam itu, korban sempat bilang, “Mantap Wa, sambil mengangkat dan menunjukkan jari jempolnya kepada terdakwa,” terang saksi.

Setelahnya, sebut Heru, korban kembali menyelam hingga tak muncul-muncul lagi kepermukaan. Sontak, Dewa Cs pun cemas dan menyuruh beberapa anak kereng untuk melompat ke kolam dan mencari korban Surianto Ginting.

Setelah korban berhasil ditemukan dan diangkat ke tepi kolam, saksi menyebut, kalau dari mulut dan hidung korban mengeluarkan darah. “Waktu itu saya yang memegang kepala korban buk, Rajes menekan-nekan dada korban dan Dewa memeriksa nadinya. Ada lebam memanjang di bagian punggung dan ada juga luka sobek di bagian pinggangnya, saya nggak tahu itu kena apa,” ungkap Heru.

Barulah, kata saksi, Dewa meminta anak kereng untuk membawa korban ke Puskesmas dengan mengendarai mobil pick up landcruiser. “Abis itu saya nggak tahu lagi, apakah korban masih hidup atau sudah mati, karena saya nggak ikut membawa korban,” jelasnya.

Setelah mendengar keterangan saksi, ketua majelis hakim pun meminta tanggapan JPU dan penasehat hukum terkait kesaksian Heru. Kemudian, ketua majelis hakim juga meminta tanggapan terdakwa Dewa dan Hendra atas keterangan saksi tadi.

Pada kesempatan itu, terdakwa Hendra mengaku tidak tahu, sedangkan Dewa menyangkal sebagian besar keterangan saksi. “Sedikit keberatan yang mulia, saya hanya memeriksa nadi korban, sedangkan yang lain saya tidak lakukan,” bantahnya dari layar tivi kabel secara virtual.

 

Badan Dicambuk, Kuku Dijepit Kursi

Sementara, mantan anak kereng lainnya, DS (17) yang masih duduk di bangku SLTA, menceritakan berbagai tindakan penganiayaan yang dialaminya hingga dipekerjakan di pabrik kelapa sawit TRP tanpa upah. Dijelaskan DS, saat sampai di kerangkeng, dirinya mendapatkan perlakuan kasar berupa cambukan di tubuh dan kaki dengan menggunakan selang kompresor.

“Saya dicambuk dengan mata ditutup lakban, kuku kaki saya juga dijepit kaki kursi dan didudukin. Sampai kuku kaki saya busuk dan copot. Saya juga dimasukkan ke kandang ular,” ujar DS sembari menunjukkan bekas-bukas luka di tubuh dan kuku kakinya.

Saksi pun menjelaskan, jika dirinya hidup di kereng milik TRP selama 8 bulan. Dalam suatu kesempatan, saksi sempat kabur ke rumah orang tuanya.

Saat saksi kabur, dirinya tau dari bapaknya kalau orang tuanya mendapat telephone dan diancam oleh seseorang yang diduga bernama Terang. “Kalau anak Bapak tidak diantar lagi ke kereng, maka harus ganti kepala,” ujar DS menceritakan ucapan bapaknya.

Kembali DS mengisahkan, pada satu minggu awal keberadaannya di kerangkeng manusia itu, setiap pagi dipukul oleh seseorang bernama Amri. Kemudian, kata dia, satu minggu berikutnya, disuruh berkerja di rumah bupati.

Setelah dua minggu di kereng, DS kembali kabur. Namun beberapa jam pelariannya, DS pun tertangkap. Saat tertangkap itu, bebernya, saksi juga dipukuli. Sehari pasca tertangkap, kemudian saksi dikerjakan di perladangan dekat rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA.

Tak lama berselang, DS kembali kabur untuk kesekian kalinya. Kali ini, DS berhasil mengelabui pihak kereng, sehingga DS pun tak lagi dijemput. “Waktu kabur yang terakhir itu, saya menceritakan kepada ayah, kalau saya mendapatkan penyiksaan dan dipekerjakan tanpa dibayar,” jelasnya.

Meski pihak keluarga kembali mendapat ancaman dari pihak kereng, namun oleh ayah saksi, disebutkan, kalau DS sudah berada di Aceh. “Ayah sempat berbohong kepada pihak kereng, jika saya sudah berada di Aceh, sehingga mereka tidak datang lagi untuk menjemput saya,” terangnya.

DS pun menceritakan jika dirinya mengkonsumsi sabu saat kelas 1 SMA. “Ya, pengaruh teman. Saya tidak pernah mencuri uang orang tua. Karena saya sekolah juga sembari bantu-bantu bekerja di bengkel buk hakim,” ujarnya.

Dalam persidangan yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB hingga ditutup sekitar pukul 23.31 WIB itu, ayah DS, ES mengungkapkan rasa penyesalannya memasukkan anaknya ke kerangkeng milik TRP di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.

Sambil terisak, saksi ES menceritakan, jika dirinya sangat sakit hati dan tidak bisa menerima ketika mengetahui anaknya dipekerjakan tanpa upah dan mendapatkan kekerasan di kerangkeng. “Informasi yang kami dapat, panti rehab milik TRP ini sangat baik, wajib harus shalat dan diperlakukan sebagai anak sendiri. Tapi ternyata, anak bungsu saya diselang (cambuk), dipukuli tanpa prikemanusiaan sampai kuku kaki anak saya copot Bu Hakim,” ujarnya sambil menyela nafas.

“Semua yang disampaikan tentang kebaikan di rehab milik TRP sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Saya sangat menyesal Bu Hakim,” isaknya lagi.

Sementara itu, para terdakwa TPPO dengan terdakwa DP, HS, SP, JS, RG, TS, HG dan IS, menampik keterangan para saksi. Setelah proses persidangan yang cukup panjang, akhirnya Ketua Majelis Hakim Halida Rahardini SH MHum, menutup persidangan. Persidangan berikutnya, akan dilanjutkan kembali pada Jumat (26/8/2022) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dalam perkara TPPO. (mag-2)

 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri (PN) Stabat, kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan dengan terdakwa anak Bupati Langkat nonaktif Dewa PA dan Hendra di ruang sidang Prof Dr Kesuma Atmaja, Rabu (24/8). Sidang yang dipimpin Halida Rahardini SH MHum kali ini, mendengarkan keterangan saksi mantan anak kereng bernama Heru dengan korban meninggal dunia Sarianto Ginting.

SIDANG yang dimulai sekira pukul 11.00 WIB itu, sempat diwarnai intrupsi dari penasehat hukum terdakwa, karena saksi memakai topeng tiba di ruang sidang. Oleh ketua majelis hakim, penggunaan topeng tersebut diperbolehkan mengingat saksi merasa cemas akan keselamatannya.

“Baik, saya ambil alih Tadi saksi sudah menjelaskan dirinya merasa takut, karena terdakwa berkaitan dengan ormas. Jadi sudah jelas ya, kita juga tidak mengerti psikologi seseorang, karena kita bukan ahlinya. Yang jelas, penasehat hukum sudah melihat orangnya, begitu juga dengan nama dan alamatnya, benar ya,” seru ketua majelis hakim merespon penggunaan topeng oleh saksi.

Ketika dimulainya persidangan, saksi Heru menjelaskan dengan rinci peristiwa yang terjadi di kerangkeng manusia di belakang rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA. “Waktu kejadian penganiayaan Surianto Ginting, saya masih menjadi anak kereng,” jelas Heru.

Saat itu, jelas dia, sekira Bulan Juli 2021, satu unit mobil Avanza hitam tiba di kerangkeng manusia, sekitar pukul 17.00 WIB. Pada saat itu, kenangnya, keluar beberapa orang dari dalam mobil yang belakangan diketahui dua anak kereng Uci dan Rajes menggiring korban Surianto Ginting masuk ke kereng satu (1). “Dalam kereng 1 itu berisi sekitar 30 orang. Disitulah Surianto Ginting dimasukan saat tiba di kerangkeng,” bebernya.

Setelah itu, kata dia, terdengar suara pukulan selang kompresor ke tubuh korban berulang kali. “Nyabu kau ya,” ucap Heru menirukan perkataan salah seorang terdakwa saat memukul korban dengan selang kompresor.

“Aku nggak nyabu, cuma minum tuak aja,” sebut Heru lagi menirukan ucapan korban.

Keesokan harinya, saksi melihat anak Bupati Langkat nonaktif, Dewa PA bersama sejumlah temannya, keluar dari pintu samping rumah menuju kerangkeng menggunakan sepeda motor.

Setibanya di kerangkeng, kata Heru, terdakwa Dewa menghampiri korban Surianto Ginting. “Mana orang yang nggak mengaku nyabu kemarin? Suruh dia gantung monyet,” sebut saksi menirukan perkataan Dewa sembari menirukan gantung monyet yang disebutkannya.

Waktu itu, lanjutnya, Dewa mengambil sebilah kayu pipih ukuran 30 cm di sekitar kerangkeng, lalu dipukulkannya ke tangan korban yang sedang bergantung di jeruji beberapa kali. “Saya nggak nyabu wa, cuma minum tuak,” kenang saksi saat korban memelas kepada terdakwa.

Masih menurut Heru, kemudian korban dikeluarkan dari kereng 1 dan dibawa ke samping kereng 2 dekat dapur. Disitulah, kata saksi, terdakwa Rajes membawa selang dan Dewa membawa kayu. Korban pun dipukul, ditendang oleh Rajes hingga terjatuh dan kepalanya membentur felak mobil truk jenis Fuso. “Waktu (korban) jatuh itulah, Dewa menginjak kepala korban, sambil bilang “Bau amis badan mu”,” terang saksi sembari mempraktikkan di tengah ruang sidang.

Selepas itu, tambah saksi lagi, korban diangkat dan dibopong menuju kolam yang tak jauh dari lokasi kerangkeng. Setibanya di tepi kolam, saksi mengaku, kalau terdakwa Rajes mendorong tubuh korban ke dalam kolam. “Waktu masuk kolam itu, korban sempat bilang, “Mantap Wa, sambil mengangkat dan menunjukkan jari jempolnya kepada terdakwa,” terang saksi.

Setelahnya, sebut Heru, korban kembali menyelam hingga tak muncul-muncul lagi kepermukaan. Sontak, Dewa Cs pun cemas dan menyuruh beberapa anak kereng untuk melompat ke kolam dan mencari korban Surianto Ginting.

Setelah korban berhasil ditemukan dan diangkat ke tepi kolam, saksi menyebut, kalau dari mulut dan hidung korban mengeluarkan darah. “Waktu itu saya yang memegang kepala korban buk, Rajes menekan-nekan dada korban dan Dewa memeriksa nadinya. Ada lebam memanjang di bagian punggung dan ada juga luka sobek di bagian pinggangnya, saya nggak tahu itu kena apa,” ungkap Heru.

Barulah, kata saksi, Dewa meminta anak kereng untuk membawa korban ke Puskesmas dengan mengendarai mobil pick up landcruiser. “Abis itu saya nggak tahu lagi, apakah korban masih hidup atau sudah mati, karena saya nggak ikut membawa korban,” jelasnya.

Setelah mendengar keterangan saksi, ketua majelis hakim pun meminta tanggapan JPU dan penasehat hukum terkait kesaksian Heru. Kemudian, ketua majelis hakim juga meminta tanggapan terdakwa Dewa dan Hendra atas keterangan saksi tadi.

Pada kesempatan itu, terdakwa Hendra mengaku tidak tahu, sedangkan Dewa menyangkal sebagian besar keterangan saksi. “Sedikit keberatan yang mulia, saya hanya memeriksa nadi korban, sedangkan yang lain saya tidak lakukan,” bantahnya dari layar tivi kabel secara virtual.

 

Badan Dicambuk, Kuku Dijepit Kursi

Sementara, mantan anak kereng lainnya, DS (17) yang masih duduk di bangku SLTA, menceritakan berbagai tindakan penganiayaan yang dialaminya hingga dipekerjakan di pabrik kelapa sawit TRP tanpa upah. Dijelaskan DS, saat sampai di kerangkeng, dirinya mendapatkan perlakuan kasar berupa cambukan di tubuh dan kaki dengan menggunakan selang kompresor.

“Saya dicambuk dengan mata ditutup lakban, kuku kaki saya juga dijepit kaki kursi dan didudukin. Sampai kuku kaki saya busuk dan copot. Saya juga dimasukkan ke kandang ular,” ujar DS sembari menunjukkan bekas-bukas luka di tubuh dan kuku kakinya.

Saksi pun menjelaskan, jika dirinya hidup di kereng milik TRP selama 8 bulan. Dalam suatu kesempatan, saksi sempat kabur ke rumah orang tuanya.

Saat saksi kabur, dirinya tau dari bapaknya kalau orang tuanya mendapat telephone dan diancam oleh seseorang yang diduga bernama Terang. “Kalau anak Bapak tidak diantar lagi ke kereng, maka harus ganti kepala,” ujar DS menceritakan ucapan bapaknya.

Kembali DS mengisahkan, pada satu minggu awal keberadaannya di kerangkeng manusia itu, setiap pagi dipukul oleh seseorang bernama Amri. Kemudian, kata dia, satu minggu berikutnya, disuruh berkerja di rumah bupati.

Setelah dua minggu di kereng, DS kembali kabur. Namun beberapa jam pelariannya, DS pun tertangkap. Saat tertangkap itu, bebernya, saksi juga dipukuli. Sehari pasca tertangkap, kemudian saksi dikerjakan di perladangan dekat rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana PA.

Tak lama berselang, DS kembali kabur untuk kesekian kalinya. Kali ini, DS berhasil mengelabui pihak kereng, sehingga DS pun tak lagi dijemput. “Waktu kabur yang terakhir itu, saya menceritakan kepada ayah, kalau saya mendapatkan penyiksaan dan dipekerjakan tanpa dibayar,” jelasnya.

Meski pihak keluarga kembali mendapat ancaman dari pihak kereng, namun oleh ayah saksi, disebutkan, kalau DS sudah berada di Aceh. “Ayah sempat berbohong kepada pihak kereng, jika saya sudah berada di Aceh, sehingga mereka tidak datang lagi untuk menjemput saya,” terangnya.

DS pun menceritakan jika dirinya mengkonsumsi sabu saat kelas 1 SMA. “Ya, pengaruh teman. Saya tidak pernah mencuri uang orang tua. Karena saya sekolah juga sembari bantu-bantu bekerja di bengkel buk hakim,” ujarnya.

Dalam persidangan yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB hingga ditutup sekitar pukul 23.31 WIB itu, ayah DS, ES mengungkapkan rasa penyesalannya memasukkan anaknya ke kerangkeng milik TRP di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.

Sambil terisak, saksi ES menceritakan, jika dirinya sangat sakit hati dan tidak bisa menerima ketika mengetahui anaknya dipekerjakan tanpa upah dan mendapatkan kekerasan di kerangkeng. “Informasi yang kami dapat, panti rehab milik TRP ini sangat baik, wajib harus shalat dan diperlakukan sebagai anak sendiri. Tapi ternyata, anak bungsu saya diselang (cambuk), dipukuli tanpa prikemanusiaan sampai kuku kaki anak saya copot Bu Hakim,” ujarnya sambil menyela nafas.

“Semua yang disampaikan tentang kebaikan di rehab milik TRP sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Saya sangat menyesal Bu Hakim,” isaknya lagi.

Sementara itu, para terdakwa TPPO dengan terdakwa DP, HS, SP, JS, RG, TS, HG dan IS, menampik keterangan para saksi. Setelah proses persidangan yang cukup panjang, akhirnya Ketua Majelis Hakim Halida Rahardini SH MHum, menutup persidangan. Persidangan berikutnya, akan dilanjutkan kembali pada Jumat (26/8/2022) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dalam perkara TPPO. (mag-2)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/