30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Gubernur Aceh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 8,7 Miliar

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/11/2018).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf tidak hanya didakwa menerima suap oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar.

“Terdakwa menerima hadiah berupa uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 8,7 miliar yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ujar jaksa Ali Fikri saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/11/2018).

Menurut jaksa, sejak November 2017 hingga Mei 2018, Irwandi menerima uang melalui rekening bank atas nama Muklis. Totalnya, Irwandi menerima Rp 4,2 miliar.

Kemudian, menurut jaksa, sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018, Irwandi menerima uang melalui Steffy Burase. Totalnya, Irwandi menerima uang sebesar Rp 568 juta dari Teuku Fadhilatul Amri.

Menurut jaksa, Teuku Amri mengirimkan uang ke rekening milik Steffy Burase setiap kali diperintah oleh Teuku Saiful Bahri. Adapun Saiful merupakan salah satu tim sukses Irwandi pada Pilkada Gubernur Aceh 2017.

Selain itu, menurut jaksa, sejak April 2018 hingga Juni 2018, Irwandi menerima gratifikasi melalui Nizarli yang merupakan Kepala Unit Layanan Pengadaan Provinsi Aceh. Nizarli juga merangkap sebagai Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Aceh.

“Nizarli atas sepengetahuan terdakwa telah menerima Rp 3,7 miliar,” kata jaksa. Uang tersebut berasal dari pihak mantan tim sukses Irwandi yang akan mengikuti paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Aceh.

Menurut jaksa, setelah menerima uang Rp 8,7 miliar, Irwandi tidak melaporkan penerimaan itu kepada KPK. Sesuai batas waktu yang ditetapkan undang-undang, gratifikasi yang diterima penyelenggara negara harus dilaporkan sebelum 30 hari sejak diterima.

Irwandi didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP. (abba/kps)

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/11/2018).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf tidak hanya didakwa menerima suap oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 8,7 miliar.

“Terdakwa menerima hadiah berupa uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 8,7 miliar yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ujar jaksa Ali Fikri saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/11/2018).

Menurut jaksa, sejak November 2017 hingga Mei 2018, Irwandi menerima uang melalui rekening bank atas nama Muklis. Totalnya, Irwandi menerima Rp 4,2 miliar.

Kemudian, menurut jaksa, sejak Oktober 2017 hingga Januari 2018, Irwandi menerima uang melalui Steffy Burase. Totalnya, Irwandi menerima uang sebesar Rp 568 juta dari Teuku Fadhilatul Amri.

Menurut jaksa, Teuku Amri mengirimkan uang ke rekening milik Steffy Burase setiap kali diperintah oleh Teuku Saiful Bahri. Adapun Saiful merupakan salah satu tim sukses Irwandi pada Pilkada Gubernur Aceh 2017.

Selain itu, menurut jaksa, sejak April 2018 hingga Juni 2018, Irwandi menerima gratifikasi melalui Nizarli yang merupakan Kepala Unit Layanan Pengadaan Provinsi Aceh. Nizarli juga merangkap sebagai Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Aceh.

“Nizarli atas sepengetahuan terdakwa telah menerima Rp 3,7 miliar,” kata jaksa. Uang tersebut berasal dari pihak mantan tim sukses Irwandi yang akan mengikuti paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Aceh.

Menurut jaksa, setelah menerima uang Rp 8,7 miliar, Irwandi tidak melaporkan penerimaan itu kepada KPK. Sesuai batas waktu yang ditetapkan undang-undang, gratifikasi yang diterima penyelenggara negara harus dilaporkan sebelum 30 hari sejak diterima.

Irwandi didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP. (abba/kps)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/