MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ansori, mantan pekerja di warung pecel lele milik Abdul Gafur, akhirnya dijemput polisi dari kampung halamannya di Besilam, Kab. Langkat. Namun, statusnya masih sebatas saksi, sebab mengaku tak berada di lokasi kejadian.
“Dia sudah kita jemput dari kampung halamannya di Besilam. Namun saat dilakukan pemeriksaan, Amsory mengatakan sedang berada di Besilam. Dia sudah memberikan keterangan. ’Kan tidak mungkin kita paksa dia,” beber Kanit Reskrim Polsek Medan Kota, AKP Azharudin, Kamis (28/11).
Ya, Ansori sempat dicurigai membunuh M. Juanda alias Wanda (18), pekerja Gafur. Sebab, dia diketahui pernah mengancam Gafur dan pekerjanya, pasca dipecat. Tak kuat menjerat Ansori, polisi juga langsung menggelar pra rekonstruksi kematian pemuda asal Dusun I Desa Tebingtinggi, Kec. Tanjungberingin, Kab. Sergai itu. Sebanyak 24 adegan diperagakan ulang Abdul Gafur, Widiarti, Khoirul serta pekerja warung pecel lele, Kamis (28/11) pagi. Reka ulang juga langsung digelar di kontrakan Gafur, di Jl. Brigjen Katamso Gg. Pahlawan, Kel. Sei Mati, Kec. Medan Maimun. Namun, polisi belum juga bisa menetapkan tersangka dalam kasus kematian M. Juanda alias Wanda (18)
Pantauan saat pra rekontruksi, awalnya Wanda minta izin kepada Gafur untuk pulang ke rumah karena perutnya sakit pada Rabu (26/11) malam sekitar pukul 21.00 wib. Setelah mendapat izin, Wanda pulang ke kontrakan Gafur. Kebetulan, para pekerjanya yang dari luar kota, menetap di kontrakan Gafur. Begitu tiba di teras rumah, Wanda mengetuk pintu. Kemudian Widiarti, istri Gafur, membuka pintu.
Begitu masuk, Wanda langsung menuju kamar tidurnya yang berada di lantai 2. Sekitar pukul 22.00, Widiarti naik ke lantai 2 mengantar nasi untuk Wanda, lalu turun dan masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Selanjutnya, Khoirul (18) rekan kerja Wanda, pulang sekitar pukul 24.00 untuk mengambil nasi, sebab nasi di warung telah habis.
Setelah mengambil nasi dan membawa rice cookernya, Khoirul langsung kembali ke warung menggunakan sepeda motor. Pada adegan 18 dan 19, petugas menyuruh Gafur untuk memperagakan dia menemukan Wanda dengan kondisi berlumuran darah dan usus terburai. Setelah melakukan pra rekontruksi, petugas dan peserta rekon kembali ke Polsek Medan kota.
Sementara itu, dalan pra rekontruksi itu, tidak terlihat wajah cemas atau ketakutan pada Gafur. Dia tetap tenang untuk melakukan rekontruksi di hadapan polisi dan puluhan warga. Sesekali pria berkulit putih itu, melirik ke arah warga.
Masyarakat yang melihat adegan pra rekontruksi itu tidak menyangka di gang mereka terjadi pembunuhan. “Bertahun-tahun tidak pernah kejadian seperti ini disini, sekarang orang luar (ngontrak) pulak yang buat peristiwa besar di sini,” ucap wanita paruh baya di sekitar lokasi.
AKP Azharudin mengatakan bahwa pra rekontruksi dilakukan untuk mendalami dan mengembangkan penyelidikan. “Ada sekitar 24 adegan, dan diperankan Gafur, istrinya dan pelayannya. Untuk sementara, kita belum menetapkan tersangka dan hanya memeriksa saksi-saksi saja,” tuturnya.
Dibebernya, semua orang yang sudah dimintai keterangan masih berstatus saksi, termasuk Gafur. Apalagi, sambungnya, beberapa keterangan saksi dan hasil pra rekontruksi tidak mengarah kepada Gafur. Namun, pihaknya, tetap menyelidiki kasus itu.
“Tetap kita dalami, semua keterangan saksi dan bukti-bukti yang ada. Namun, kita tidak bisa menetapkan tersangka kalau buktinya belum ada. Kapanpun diperlukan, saksi-saksi akan kita panggil,” tandasnya. Apakah korban bunuh diri? Azharudin juga belum bisa memberikan keterangan pasti.
“Dugaan-dugaan bisa saja. Tapi, kan harus kami pastikan. Kami masih melidiknya, sabar ya. Saat ini, kita sudah memeriksa Ghafur, istrinya dan saksi-saksi lainnya,” ucapnya.
Seperti diberitakan, Gafur (38) menemukan pekerjanya, Wanda di lantai II kontrakannya dalam kondisi telentang dan usus teburai, Kamis (27/11) sekira pukul 03.30 Wib.
Tak Sempat Beli TV
Kematian tragis Wanda meninggalkan duka dalam bagi keluarga, terlebih buat ibu serta dua adik kandungnya. Sebab pemuda kelahiran 27 Mei 1996 inilah yang menjadi tulang punggung keluarga sejak ayahnya pergi. Ini dibeber Nurhadiayah alias Kak Unong (40), ibu kandung Wanda saat ditemui POSMETRO MEDAN, Jumat (28/11) di rumah duka.
Dengan uraian air mata, Kak Unong mengisahkan kehidupan anak sulung dari tiga bersaudara itu. Wanda hanya mengenyam bangku pendidikan hanya sampai kelas V Sekolah Dasar (SD) saja itu karena ketidak mampuan aku untuk membiayai sekolahnya.
“Setelah putus sekolah Wanda pun bekerja untuk membawa kotak infaq salah satu mesjid di tempat tinggal kami. Beberapa tahun kemudian Wanda pun bekerja di bengkel sepeda motor milik Asnol (50) di dekat rumah,” ujarnya terisak. Wanda bekerja sebagai tukang tempel ban sepeda motor, dan merangkap sebagai tukang cuci sepeda motor di bengkel itu.
Penghasilannya yang tidak menentu berkisar Rp 15 hingga 20 ribu, namun Wanda merasa lega dan bangga gajinya itu diberikan ke ibunya untuk kebutuhan sekolah dua orang adiknya itu.
Penghasilanya yang serba kekurangan itu, membuat Wanda mencoba untuk merubah nasib, merantau ke Medan. Itupun setelah diajak teman satu kampungnya, Ides, Fahri, dan Ilung, dengan gaji Rp 800 ribu. Wanda lalu meminta izin pada Unong dan berangkat usai direstui, tepatnya Kamis (20/11) lalu.
“Sebelum berangkat Wanda berjanji ingin membelikan televise buat kami agar kami tidak suntuk dan bisa melihat siaran tv. Dia juga bilang kerja ke Medan untuk bisa terus membiayai kedua adiknya itu,” isak Unong lagi.
“Namun takdir bicara lain, Wanda meninggal dengan cara seperti ini. Kami sangat kehilangannya siapa lagi yang akan membantu kami untuk mencari nafkah. Sementara aku tidak memiliki pekerjaan. Selama di kampung, anak saya itu tidak memiliki musuh dan tidak pernah ribut dengan rekan-rekannya. Kami berharap polisi cepat menangkap pembunuh anakku itu,” sedih Unong.(gib/lik/trg)