25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Sambo Cuek Ditanya Kenapa Anak Buah Dikorbankan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ferdy Sambo menyeret begitu banyak anggota kepolisian dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua. Hal tersebut muncul dalam persidangan kemarin, dengan pertanyaan dari mantan Kasatreskrim Polres Jaksel AKBP Ridwan Soplanit. Ridwan mempertanyakan mengapa ikut dikorbankan dalam kasus tersebut.

Ridwan menjadi salah satu saksi yang memberikan kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Hakim Wahyu Imam Santoso awalnya bertanya soal pelanggaran apa yang dilakukan Ridwan.

Ridwan pun menjawab bahwa terdapat perintah dari Sambo melalui mantan Wakaden B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Propam Polri AKBP Arif Rahman. Perintah itu berupa membuat berita acara interogasi (BAI) Putri Candrawathi. “BAI Ini diarahkan Sambo untuk dimulai dari pelecehan seksual terhadap Putri,” jelasnya.

Setelah ada arahan Sambo dari yang dibawa Arif, kemudian Ridwan melaporkannya kepada Kapolres Metro Jaksel saat itu Kombespol Budhi Herdi Susianto. “Saya laporkan kalau Putri disebut masih trauma. Lalu didatangi AKBP Arif untuk membuat lembaran kronologis,” terangnya.

Dia mengatakan, Kombespol Budhi saat itu menyetujui untuk dibuatkan BAI sesuai kronologi yang diperintahkan Sambo. “BAI dibuat di Polres tanpa kehadiran Putri,” paparnya ke hakim.

Lantas Hakim Wahyu Iman Santoso bertanya ke Ridwan. “Apakah wajar BAI itu dibuat tanpa ada kehadiran dari orangnya,” ujarnya. Lantas, Ridwan menjawab bahwa juga mempertanyakan hal yang sama ke Kapolres saat itu. “Ya enggak wajar BAI dibuat begitu. Saat itu saya keberatan,” jelasnya.

Namun, hakim lantas mempertanyakan. Mengapa Kasatreskrimnya keberatan, tapi BAI tersebut tetap saja dibuat. “Coba gambarkan kenapa di luar prosedur tetap dijalankan,” tanyanya.

Ridwan menjawab bahwa saat itu berhadapan dengan seorang Kadivpropam. “Ya itu sejak awal ditangani Propam. Pengawasannya Kadivpropam,” jelasnya.

Hakim lantas menanyakan apa yang ditakutkan. “Yang terburuk kalau menolak apa?,” tanyanya. Ridwan saat itu menjawab bisa dicopot dari jabatannya.

Tak berhenti di sana, lantas hakim menanyakan soal hukuman yang didapatkan oleh Ridwan. Ridwan menjawab mendapat hukuman demosi selama delapan tahun. “Demosi delapan tahun dianggap kurang professional. Mulai dari olah TKP, barbuk diambil orang lain, LP yang saat itu tidak dibuat laporan hasil penyelidikan,” jelasnya.

Tak berhenti di sana, Ridwan lantas meminta izin bertanya ke Sambo. “Sebelum ke saksi lainnya, mungkin diberi kesempatan ke senior saya Pak Sambo. Kenapa kami dikorbankan dalam masalah ini,” tanyanya ke Sambo.

Saat itu Sambo tidak menjawab. Hanya terlihat Sambo mengangguk-angguk karena berbicara dengan kuasa hukumnya. Lantas, dia menuliskan sesuatu ke buku yang berada di tangannya. Ekspresi wajah Sambo tidak terlihat jelas karena memakai masker. Diketahui dalam persidangan tersebut, Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. (idr/jpc/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ferdy Sambo menyeret begitu banyak anggota kepolisian dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua. Hal tersebut muncul dalam persidangan kemarin, dengan pertanyaan dari mantan Kasatreskrim Polres Jaksel AKBP Ridwan Soplanit. Ridwan mempertanyakan mengapa ikut dikorbankan dalam kasus tersebut.

Ridwan menjadi salah satu saksi yang memberikan kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Hakim Wahyu Imam Santoso awalnya bertanya soal pelanggaran apa yang dilakukan Ridwan.

Ridwan pun menjawab bahwa terdapat perintah dari Sambo melalui mantan Wakaden B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Propam Polri AKBP Arif Rahman. Perintah itu berupa membuat berita acara interogasi (BAI) Putri Candrawathi. “BAI Ini diarahkan Sambo untuk dimulai dari pelecehan seksual terhadap Putri,” jelasnya.

Setelah ada arahan Sambo dari yang dibawa Arif, kemudian Ridwan melaporkannya kepada Kapolres Metro Jaksel saat itu Kombespol Budhi Herdi Susianto. “Saya laporkan kalau Putri disebut masih trauma. Lalu didatangi AKBP Arif untuk membuat lembaran kronologis,” terangnya.

Dia mengatakan, Kombespol Budhi saat itu menyetujui untuk dibuatkan BAI sesuai kronologi yang diperintahkan Sambo. “BAI dibuat di Polres tanpa kehadiran Putri,” paparnya ke hakim.

Lantas Hakim Wahyu Iman Santoso bertanya ke Ridwan. “Apakah wajar BAI itu dibuat tanpa ada kehadiran dari orangnya,” ujarnya. Lantas, Ridwan menjawab bahwa juga mempertanyakan hal yang sama ke Kapolres saat itu. “Ya enggak wajar BAI dibuat begitu. Saat itu saya keberatan,” jelasnya.

Namun, hakim lantas mempertanyakan. Mengapa Kasatreskrimnya keberatan, tapi BAI tersebut tetap saja dibuat. “Coba gambarkan kenapa di luar prosedur tetap dijalankan,” tanyanya.

Ridwan menjawab bahwa saat itu berhadapan dengan seorang Kadivpropam. “Ya itu sejak awal ditangani Propam. Pengawasannya Kadivpropam,” jelasnya.

Hakim lantas menanyakan apa yang ditakutkan. “Yang terburuk kalau menolak apa?,” tanyanya. Ridwan saat itu menjawab bisa dicopot dari jabatannya.

Tak berhenti di sana, lantas hakim menanyakan soal hukuman yang didapatkan oleh Ridwan. Ridwan menjawab mendapat hukuman demosi selama delapan tahun. “Demosi delapan tahun dianggap kurang professional. Mulai dari olah TKP, barbuk diambil orang lain, LP yang saat itu tidak dibuat laporan hasil penyelidikan,” jelasnya.

Tak berhenti di sana, Ridwan lantas meminta izin bertanya ke Sambo. “Sebelum ke saksi lainnya, mungkin diberi kesempatan ke senior saya Pak Sambo. Kenapa kami dikorbankan dalam masalah ini,” tanyanya ke Sambo.

Saat itu Sambo tidak menjawab. Hanya terlihat Sambo mengangguk-angguk karena berbicara dengan kuasa hukumnya. Lantas, dia menuliskan sesuatu ke buku yang berada di tangannya. Ekspresi wajah Sambo tidak terlihat jelas karena memakai masker. Diketahui dalam persidangan tersebut, Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. (idr/jpc/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/