MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus penganiayaan dan pembunuhan pembantu di Jalan Beo Kec. Medan Timur yang melibatkan Syamsul Anwar Cs, beberapa waktu lalu berbuntut gugatan pada polisi. Syamsul Anwar menggugat polisi, karena telah membongkar lantai rumahnya untuk mencari tulang belulang pembantu yang dicurigai ditanam di sana. Belakangan, tulang itu ternyata bukan tulang manusia.
Syamsul yang keberatan dan tak terima atas pembongkaran rumahnya, mengajukan gugatan perdata ke PN Medan melalui penasehat hukumnya, atas kerusakan rumah dan hilangnya barang-barang di rumah tersebut selama berlangsungnya proses pembongkaran tersebut.
“Kita mengajukan gugatan tersebut, karena dalam proses penyidikan, pihak kepolisian Polresta Medan melakukan penggeledahan dan pembongkaran yang menyebabkan kerusakan pada lantai teras rumah Pak Syamsul,” jelas Ibrahim Nainggolan, Jumat (30/1).
Dalam hal ini, katanya, pihaknya melaporkan gugatan terhadap Kepolisian Republik Indonesia sebagai tergugat I, Kepolisian Daerah Sumatra Utara sebagai tergugat II, dan Kepolisian Resort Kota Medan sebagai tergugat III. Dan dirinya mengaku sudah mengajukan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri Medan, pada Kamis (29/1), dengan nomor 52/Pdt.G/2015/PN.Medan.
“Dalam gugatan ini kita laporkan yakni Polri, Poldasu dan Polresta. Dan sudah kita kirimkan gugatan kita ke PN Medan kemarin,” terangnya. Dirinya pun mengaku menghargai jalannya proses penegakan hukum namun sesuai dengan peraturan. Sesuai dengan ketentuan pasal 33 KUHPidana, untuk melakukan penggeledahan, tergugat III harus memenuhi prosedur sebagaimana ditentukan yakni harus mendapat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, berupa perintah tertulis.
“Kita hormati dan hargai proses penegakan hukumnya, tetapi harus sesuai dengan prosedur lah. Harus ada dong berita acara penggeledahannya kepada pemilik minimal 2 hari sebelumnya, ini tidak ada sama sekali,” kesalnya. Dengan demikian, pembongkaran tersebut dilakukan secara sepihak oleh Polresta Medan selaku tergugat III dan telah menimbulkan kerugian berupa kerusakan lantai rumah dan teras rumahnya sehingga kliennya merugi Rp 5 juta.
“Itu bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, yakni perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. Di situ juga diatur bahwa siapa yang menimbulkan kerugian, dia yang mengganti kerugian itu,” katanya.
Sejak para tersangka ditahan, lanjutnya, rumah tersebut dalam penguasan polisi karena dalam proses hukum. Namun, sampai sekarang, pihaknya belum mendapatkan pemberitahuan terkait temuan apa saja dari pembongkaran rumah tersebut. Kami tak tahu yang mereka cari, dapat atau tidak apa yang mereka cari di rumah itu. Sekarang pun, barang-barang di rumah itu banyak yang hilang. Itu barang-barang yang bisa nampak dari luar rumah, sudah tidak ada lagi, yang di dalam kami tidak tahu, karena tak boleh memasukinya,” katanya.
Menurutnya, barang-barang yang hilang selama rumah penggugat dalam penguasaan tergugat III antara lain 3 unit mesin AC, 8 monitor CCTV, kipas angin, 4 kursi stainless, 1 dispenser, 1 DVD player, 1 genzet, 1 pompa air, 1 TV 32″ LED, dan 1 mesin doorsper. “Totalnya ada Rp 60.899.000. Itu menjadi tanggungan para tergugat,” katanya.
Ketika ditanya kapan sidang gugatan ini digelar, menurutnya, karena yang digugat tidan hanya Polda Sumut dan Polresta Medan, tetapi juga ada Polri. Setidaknya sebulan dari masuknya berkas gugatan ke PN Medan, sidang tersebut akan dimulai.
“Gugatan ini sebagai koreksi atas tindakan para tergugat, dalam hal ini polisi yang mana dalam penggeledahan itu ada perbuatan melawan hukum, wan prestasi,” ujarnya.
Sementara itu Humas PN Medan, Nelson J Marbun,SH, mengatakan kalau sudah menerima laporan tersebut. “Berkasnya sudah kita terima kemarin,” jelasnya. Lanjutnya majelis hakim yang menyidangkan tersebut diketuai oleh, Parlindungan Sinaga SH. “Untuk majelis hakimnya nani itu diketuai oleh, Parlindungan Sinaga,SH, dan majelis hakim anggota, Lisfer Berutu,SH dan Fahren,SH,” terangnya.
“Kita belum bisa pastikan kapan sidangnya digelar, karena pihak tergugat kan Polri yang berada di luar kota. Jadi nanti kita akan minta delegasi dari PN Jaksel ke Polri. Biasanya itu kurang lebih satu bulan lamanya sesuai proses,” ujarnya.
Terpisah, Kapolresta Medan, Kombes Pol Nico Afinta, saat dikonfirmasi hanya mengatakan kalau masih mempelajarinya. “Saya pelajari dulu ya mengenai hal gugatan ini,” ujarnya singkat.
Sementara, Tim DVI Mabes Polri belum menggeluarkan keterangan resmi terkait penemuan 23 potong tulang di rumah Syamsul. Kabid Humas Poldasu, Kombes Helfi Assegaf mengatakan pihak Poldasu juga masih menunggu keterangan resmi secara tertulis dari pihak DVI Mabes Polri. “Belum ada hasilnya, kita juga menunggu,” terangnya kepada POSMETRO, Jumat(31/1).
Lanjutnya, memang kemarin infonya tulang belulang itu adalah tulang hewan, namun, kita kan butuh keterangan tertulisnya bukan lisan saja. Poldasu juga terus meminta hasilnya ke DVI Mabes Polri. “Namun, keterangan mereka masih konsentrasi dengan jenazah dari pesawat Air Asia. Belum ada keterangan resminya,” tuturnya.
Ditanya soal rencana pihak Syamsul menggugat Kapolresta Medan terkait pembongkaran rumahnya dan kehilangan barang-barangnya nya ke PN Medan, Helfi menambahkan belum menerima laporannya dan proses hukum Syamsul masih berjalan. “Proses hukumnya masih jalan. Kita tunggu sajala hasil dari penyidik,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapoldasu Irjen Eko Hadi Sutedjo menegaskan kasus Syamsul tetap menjadi atensi pihaknya. Dan, kasus ini tetap didalami pihaknya dengan mengumpulkan sejumlah bukti dan saksi-saksi. ” Ini kasus besar. Jadi, kalau ada yang membacuk up tidak ada gunanya,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Pusat Studi Hukum dan Peradilan (Pushpa) Sumut mengatakan sah-sah saja Syamsul menjalankan proses hukum dengan mengadukan Kapolresta Medan ke PN Medan. Namun, dalam bertugas, tentunya Polisi sudah memikirkannya. “Tersangka juga mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan,” tukasnya.
“Polisi kita minta segera mengeluarkan hasil dari temuan tulang belulang tersebut, agar masyarakat dapat mengetahuinya. Poldasu harus mendesak DVI Mabes Polri untuk segera memberikan hasilnya. Jangan alasannya DVI masih memeriksa jenazah pesawat Air Asia, kasus ini juga besar dan sudah lama. Masyarakat kota Medan juga butuh kepastian. Kasus Syamsul juga besar,” ucapnya.
“Kita tidak mau kasus ini mengendap di Polresta. Kalau Polisi tidak secepatnya mengeluarkan hasilnya, takutnya asumsi publik negatip terhadap kinerja mereka. Padahal, mereka sudah berusaha untuk melengkapi berkasnya. Polisi kita minta cepat kerja. Dan, Syamsul berhak mencari keadilan,” tutupnya.(bay/gib/trg)