34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

3 Terdakwa Dugaan Korupsi Eradikasi Lahan PT PSU, Jalani Sidang Perdana

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tiga terdakwa, yakni Letkol Infantri (Purn) Sahat Tua Bate’e, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PSU Ir Gazali Arief MBA, dan pihak swasta Febrian Morisdiak Batee menjalani sidang perdana. Ketiganya didakwa atas kasus dugaan korupsi eradikasi lahan perkebunan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara tahun 2019-2020.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dayan Pasaribu, dalam dakwaannya mengatakan, peristiwa pidananya pada Juli 2019 hingga Oktober 2020 bertempat di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan PT PSU di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.

“Bermula dari perkenalan Dirut PT PSU Gazali Arief dengan terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e, selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I / Bukit Barisan (BB), di mana terdakwa berada di lokasi tidak jauh dari HGU PT PSU di Kebun Tanjung Kasau yang memiliki quarry (lahan galian pertambangan),” ungkapnya, dalam sidang di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (31/1/2024).

Lebih lanjut, kata JPU, izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksinya diberikan kepada Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran adalah berlokasi di Dusun Jambu dan Dusun Mangga Pelanggiran Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.

“Dari pertemuan tersebut, GazalinArief kemudian membuat kesepakatan dengan terdakwa berupa perjanjian untuk mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau. Lalu pada tanggal 11 Juli 2019 keduanya menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) No: 920/Dir-RU/SKP/PT-PSU/2019,” sebutnya.

Kemudian, terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet di lokasi Unit Kebun Tanjung Kasau Kecamatan Laut Tador dengan luas ± 60 Ha.

“Dengan rincian pekerjaan, mencabut tunggul batang karet bekas tebangan, membuat parit isolasi dengan ukuran 4 X 3 meter sepanjang batas areal kebun dengan pemukiman masyarakat, meratakan bukit atau gelombang bekas tanam karet untuk membuat tanaman kelapa sawit dengan sistem Big Hole dan semua limbah dan tanah yang berlebihan agar diangkut dan dibersihkan sehingga limbah bekas pekerjaan tersebut tidak ada lagi di areal kebun,” ujarnya.

Ditegaskan jaksa, bahwa meskipun kegiatan sesuai dengan perjanjian adalah Mencabut tunggul batang karet bekas tebangan, membuat parit isolasi dengan ukuran 4 X 3 meter sepanjang batas areal kebun dengan pemukiman masyarakat, meratakan bukit atau gelombang bekas tanam karet untuk membuat tanaman kelapa sawit dengan sistem Big Hole dan semua limbah dan tanah yang berlebihan agar diangkut dan dibersihkan sehingga limbah bekas pekerjaan tersebut tidak ada lagi di areal dan areal menjadi rata.

“Atas sepengetahuan dan permintaan dari saksi Gazali Arief, dilakukan pengerukan tanah yang ada di lahan HGU PT PSU di kebun Tanjung Kasau sebagai kegiatan eradikasi untuk membasmi hama ganoderma yang menyerang sawit. Dalam pengerukan tanah tersebut terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e mengajak Febrian Morisdiak Bate’e selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB) menyediakan peralatan alat berat yang merupakan milik Febrian berupa excavator sebanyak dua unit dan ikut menjual tanah yang dikeruk tersebut,” tegas jaksa.

“Keduanya sepakat dengan saksi melakukan kegiatan eradikasi dengan cara tanah yang ada di lahan Kebun Tanjung Kasau yang dikeruk tersebut kemudian dijual untuk dijadikan tanah timbun dalam rangka pembangunan jalan Tol Indrapura Kisaran, Tebing-Indrapura, Indrapura-Kuala Tanjung,” tambahnya.

Diungkapkan jaksa, yakni kepada PT PP Presisi, PT Hutama Karya dan PT Waskita melalui vendor-vendor. Untuk memenuhi persyaratan sebagai pemilik quarry, terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I/BB selanjutnya menggunakan IUP Nomor: 540/1755/DIS PM PPTSP/5/X.1.b/XII/2018 tanggal 11 Desember 2018 yang tidak sesuai dengan lokasi yang diberikan IUP dimaksud.

“Sebab izin yang diberikan berlokasi di Dusun Jambu dan Dusun Mangga Pelanggiran Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara. Bukan di lahan PT PSU kebun Tanjung Kasau Batubara. Sekaligus bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tanggal 1 Februari 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,” urainya.

JPU menegaskan, tanah yang dikeruk tahun 2019 sampai dengan 2020 jika dikonversi ke satuan mata uang rupiah dengan menggunakan harga rata-rata tanah senilai Rp17.500 per meter kubiknya dikali total tanah yang dikeruk 2.980.092 meter kubik, maka kerugian keuangan atau perekonomian negara dalam hal ini PT PSU yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berdasarkan audit akuntan publik mencapai Rp52.151.617.822.

“Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” pungkasnya. (man/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tiga terdakwa, yakni Letkol Infantri (Purn) Sahat Tua Bate’e, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PSU Ir Gazali Arief MBA, dan pihak swasta Febrian Morisdiak Batee menjalani sidang perdana. Ketiganya didakwa atas kasus dugaan korupsi eradikasi lahan perkebunan PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara tahun 2019-2020.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dayan Pasaribu, dalam dakwaannya mengatakan, peristiwa pidananya pada Juli 2019 hingga Oktober 2020 bertempat di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan PT PSU di Tanjung Kasau, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.

“Bermula dari perkenalan Dirut PT PSU Gazali Arief dengan terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e, selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I / Bukit Barisan (BB), di mana terdakwa berada di lokasi tidak jauh dari HGU PT PSU di Kebun Tanjung Kasau yang memiliki quarry (lahan galian pertambangan),” ungkapnya, dalam sidang di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (31/1/2024).

Lebih lanjut, kata JPU, izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksinya diberikan kepada Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran adalah berlokasi di Dusun Jambu dan Dusun Mangga Pelanggiran Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut.

“Dari pertemuan tersebut, GazalinArief kemudian membuat kesepakatan dengan terdakwa berupa perjanjian untuk mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet di lokasi PT PSU Unit Kebun Tanjung Kasau. Lalu pada tanggal 11 Juli 2019 keduanya menandatangani Surat Perjanjian Kerja (SPK) No: 920/Dir-RU/SKP/PT-PSU/2019,” sebutnya.

Kemudian, terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e mengerjakan pembersihan lahan bekas penumbangan tanaman karet di lokasi Unit Kebun Tanjung Kasau Kecamatan Laut Tador dengan luas ± 60 Ha.

“Dengan rincian pekerjaan, mencabut tunggul batang karet bekas tebangan, membuat parit isolasi dengan ukuran 4 X 3 meter sepanjang batas areal kebun dengan pemukiman masyarakat, meratakan bukit atau gelombang bekas tanam karet untuk membuat tanaman kelapa sawit dengan sistem Big Hole dan semua limbah dan tanah yang berlebihan agar diangkut dan dibersihkan sehingga limbah bekas pekerjaan tersebut tidak ada lagi di areal kebun,” ujarnya.

Ditegaskan jaksa, bahwa meskipun kegiatan sesuai dengan perjanjian adalah Mencabut tunggul batang karet bekas tebangan, membuat parit isolasi dengan ukuran 4 X 3 meter sepanjang batas areal kebun dengan pemukiman masyarakat, meratakan bukit atau gelombang bekas tanam karet untuk membuat tanaman kelapa sawit dengan sistem Big Hole dan semua limbah dan tanah yang berlebihan agar diangkut dan dibersihkan sehingga limbah bekas pekerjaan tersebut tidak ada lagi di areal dan areal menjadi rata.

“Atas sepengetahuan dan permintaan dari saksi Gazali Arief, dilakukan pengerukan tanah yang ada di lahan HGU PT PSU di kebun Tanjung Kasau sebagai kegiatan eradikasi untuk membasmi hama ganoderma yang menyerang sawit. Dalam pengerukan tanah tersebut terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e mengajak Febrian Morisdiak Bate’e selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB) menyediakan peralatan alat berat yang merupakan milik Febrian berupa excavator sebanyak dua unit dan ikut menjual tanah yang dikeruk tersebut,” tegas jaksa.

“Keduanya sepakat dengan saksi melakukan kegiatan eradikasi dengan cara tanah yang ada di lahan Kebun Tanjung Kasau yang dikeruk tersebut kemudian dijual untuk dijadikan tanah timbun dalam rangka pembangunan jalan Tol Indrapura Kisaran, Tebing-Indrapura, Indrapura-Kuala Tanjung,” tambahnya.

Diungkapkan jaksa, yakni kepada PT PP Presisi, PT Hutama Karya dan PT Waskita melalui vendor-vendor. Untuk memenuhi persyaratan sebagai pemilik quarry, terdakwa Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I/BB selanjutnya menggunakan IUP Nomor: 540/1755/DIS PM PPTSP/5/X.1.b/XII/2018 tanggal 11 Desember 2018 yang tidak sesuai dengan lokasi yang diberikan IUP dimaksud.

“Sebab izin yang diberikan berlokasi di Dusun Jambu dan Dusun Mangga Pelanggiran Laut Tador, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara. Bukan di lahan PT PSU kebun Tanjung Kasau Batubara. Sekaligus bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tanggal 1 Februari 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,” urainya.

JPU menegaskan, tanah yang dikeruk tahun 2019 sampai dengan 2020 jika dikonversi ke satuan mata uang rupiah dengan menggunakan harga rata-rata tanah senilai Rp17.500 per meter kubiknya dikali total tanah yang dikeruk 2.980.092 meter kubik, maka kerugian keuangan atau perekonomian negara dalam hal ini PT PSU yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berdasarkan audit akuntan publik mencapai Rp52.151.617.822.

“Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” pungkasnya. (man/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/