MEDAN, SUMUTPOS.CO – – Sidang penyelewengan aset negara berupa lahan milik PTPN II seluas 106 hektar di Desa Helvetia yang menjerat terdakwa Tamin Sukardi, kembali digelar di pengadilan tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (30/7). Kali ini sidang berjalan dengan agenda mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa (saksi meringankan).
Kedua saksi yang dihadirkan yakni saksi ahli Hukum Agraria dari Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, Prof DR Nurhasan SH MH dan saksi ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, Prof DR Ridwan SH MHum.
Saat ditanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung tentang keputusan pengadilan yang telah memenangkan 65 penggugat PTPN II atas tanah tersebut, saksi ahli Prof Nurhasan berpendapat keputusan tersebut harus dijalankan.
“Namanya sudah diputuskan oleh pengadilan bahwa pihak penggugat memenangkan gugatan, maka ya harus dilaksanakan putusan itu,” ucap Nurhasan di persidangan yang digelar di Ruang Cakra Utama dan diketuai majelis hakim Wahyu Prasetyo Wibowo tersebut.
Namun dalam menyikapi jawaban saksi ahli itu, jaksa penuntut membeberkan kembali, bahwa putusan tersebut cacat hukum.
“Dari saksi-saksi yang disebut sebagai ahli waris tersebut, yaitu sebanyak 65 orang, ada 25 orang yang tidak pernah merasa memiliki tanah di Desa Helvetia itu. Dan anehnya lagi, mereka tidak pernah merasa dan tidak mengetahui bahwa mereka turut melakukan gugatan atas tanah tersebut ke Pengadilan,” beber jaksa penuntut.
“Mereka mengatakan, bahwa mereka hanya disuruh untuk menandatangani surat-surat yang diberikan kepada mereka. Hingga pada tahun 2016, Mahkamah Agung mencatatkan bahwa putusan itu cacat hukum,” sambung jaksa penuntut.
Atas dasar itulah, pihak Alwasliyah menggugat ke-65 orang itu.
“Apakah setelah itu, kepemilikan ke-65 orang tersebut atas tanah itu masih bisa dipertahankan?” tanya jaksa.
“Putusan pengadilan itu sifatnya mengikat semua pihak di dalamnya, putusan itu harus dihargai,” jawab saksi ahli Nurhasan.
Pada sidang sebelumnya, saksi Abdurrahim, Edilianto, Tukiman dan Legimin yang tempo hari memberikan keterangan di pengadilan menyatakan bahwa nama pada surat ahli waris tersebut bukanlah ayah kandung mereka. Bahkan, mereka tidak memiliki tanah di objek perkara tersebut.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, kasus tersebut bermula pada tahun 2002. Saat itu terdakwa mengetahui, bahwa diantara tanah HGU milik PTPN II di Perkebunan Helvetia Kabupaten Deliserdang itu, ada tanah seluas 106 hektar yang dikeluarkan atau tidak diperpanjang HGU nya.
Kemudian, terdakwa pun ingin menguasai dan memiliki tanah tersebut. Berbekal 65 lembar SKTPPSL, terdakwa melancarkan aksinya dengan meminta bantuan Tasman Aminoto, Misran Sasmita dan Sudarsono.
Atas kasus ini, awalnya terdakwa Tamin Sukardi ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan. Namun beberapa waktu yang lalu, atas dasar kemanusiaan yang menyebutkan terdakwa telah berusia lanjut dan mengalami sakit, majelis hakim pun mengalihkan statusnya menjadi tahanan rumah.(adz/ala)