26 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Mulan Jameela: Hentikan Pertikaian Si Unyil

Di tengah banyaknya tawaran bekerja dan berkarya, ternyata artis tak mengerti hukum. Hal itu dibuktikan karya selalu ribut dipenghujung hari. Seperti kejadian antara Pak Raden dengan Perum Film Negara (PFN). Kedua belah pihak ribut terkait penguasaan hak cipta si Unyil.

Munculnya prihal itu, sejumlah artis menanggapinya. Termasuk Mulan Jamela mengaku tak mengerti hokum. “Nggak semua ngerti hukum, termasuk saya. Ini terkait hak cipta yang diperjuangkan Pak Raden. Tapi pastinya, anak-anak kenal semua sama Si Unyil. Ini harus diingat pihak yang bertikai.”

Dewi Sandra: Melek Hukum Sebelum Kontrak

Permasalahan hak cipta Si Unyil tak ubahnya masalah lain yang sering terjadi di negeri ini. Itu mengapa Dewi Sandra dingin saja saat tahu Pak Raden berjuang sendiri dapatkan hak cipta Si Unyil.
“Di negara ini banyak masalah yang hitam putihnya kurang jelas. Banyak yang abu-abu. Komitmen dan rasa tanggung jawab nggak ada, entah siapa yang diuntungkan, entah siapa yang dirugikan. Padahal hati nurani yang bicara. Banyak hal yang cukup disayangkan,” ujar penyanyi cantik ini.

Belajar dari kasus ini, Dewi Sandra mengingatkan kepada semua seniman agar didampingi lawyer saat meneken kontrak kerja. Tujuannya agar hak-hak seniman atau pelaku yang terlibat seni bisa dilindungi.
“Belajar lah soal hukum. Minimal cari tahu dan pahami sebelum menandatangani sesuatu. Jaga-jaga agar tidak merugikan di lain waktu,” jelas Dewi.

Pemahaman kontrak kerjasama itu menurutnya sangat penting. Khususnya bagi pekerja seni muda dan belum lama nyemplung. Pasalnya, seni semakin hari identik dengan industrialisme.
“Ini satu pelajaran untuk kami yang muda-muda, semua pekerja seni, bahwa hak cipta ada aturannya dan sebaiknya kita juga memahami. Kadang-kadang kita mem-publish sesuatu tapi kita tidak memahami apa isi kontraknya seperti apa,” kata Dewi.

Pelantun Melayang ini yakin Si Unyil adalah tokoh penting dalam sejarah pendidikan anak-anak di Indonesia. Sebab itu, Dewi merasa heran jika Pak Raden atau pihak lain yang terlibat pada masanya itu sekarang jadi merasa terabaikan.
“Unyil itu hiburan, harus dijaga dan dibuat lagi yang seperti itu. Dimulai dari perhatian terhadap sejarah masa lalu kan,” cetus istri Agus Rahman ini.
Teringat olehnya, saat duduk di bangku SD, ia selalu setia menonton Unyil tiap hari Minggu di televisi.

“Dulu pas kecil aku di Singapura. Dan tiap liburan ke Indonesia aku pasti bilang,’I want watch Unyil. Karena di situ juga pelajarannya luar biasa banget,” kenangnya.
Selain edukatif dan menghibur, dirasanya Si Unyil sangat relevan dengan kehidupan anak-anak masa itu.

“Kan lucu, ada jitak-jitakannya. Ada Pak Ogah yang minta duit cepek, Bu Bariah dan teman-temannya. Filmnya mencerminkan anak-anak masa itu yang mainannya petak umpet, petak jongkok. Sekarang mainannya laptop, dikit-dikit ipad,” keluhnya. (bcg/jpnn)

Arzeti Bilbina: Tak Baik Dilihat Anak

Arzeti minta Pak Raden dan Perum Film Negara tidak berkeras diri paling berhak terhadap hak cipta Si Unyil. Ia minta segera ada urung rembug kedua belah pihak untuk mencari win-win solution.
“Biar lah mereka yang bersengketa dapetin solusinya. Aku nggak mau ikut campur tapi sebaiknya jangan terus diributin ya,” tegasnya.

Diingatkan mantan peragawati papan atas ini, kasus hak cipta Si Unyil sudah ditonton seluruh masyarakat Indonesia. Perhatian yang begitu besar menunjukkan harapan agar kasus itu bisa cepat selesai.
“Tak baik contohkan ini sama anak-anak. Unyil itu kan milik semua anak Indonesia. Daripada ribut nggak jelas, lebih baik mikirin tayangan yang mendidik tapi edukatif,” harapnya.
Seperti kebanyakan orang, Arzeti pun pencinta Si Unyil. Tak cuma rajin nonton tapi juga hafal tokoh dan karakternya masing-masing.

“Apalagi Pak Raden, hafal banget dia kayak apa. Tapi yang kurang baik dicontoh itu Pak Ogah. Dia selalu minta cepek dulu, ngajarin anak kita malas. Nah kalau Pak Raden ngomel melulu itu nandain orangtua suka marah,” tuturnya.
Meski begitu, ibu tiga anak ini merasa Si Unyil kalah dengan Upin-Ipin, serial Malaysia.
“Anak-anakku selalu aku arahkan nonton Unyil (versi baru), tapi sebentar-sebentar ganti Upin-Ipin. Dari situ aku perhatiin. Emang dari gambar (visual), audio, promosi iklan, hingga publikasi lebih sering. Apalagi lebih banyak jual t-shirt Upin-Ipin dibanding Unyil,” jelas Arzeti.

Oleh karenanya, kelebihan dari Upin-Ipin itu jangan malu dicontoh. Sebisa mungkin dibuat lebih baik agar Unyil-Unyil lain-nya bisa lebih bagus dan variatif. “Kita punya talent kesitu kok,” tuntasnya. (ins/jpnn)

Shahnaz Haque: Hanya Satu Pihak Yang Berhak

Dimanapun hanya ada satu pihak yang berhak mendapat hak cipta. Makanya itu, kata Shahnaz Haque, di antara Pak Raden dan PFN ada yang salah atau tidak berkata benar. Pastinya semua harus segera diselesaikan, jangan berlarut.
“Lihat perjanjian sebelumnya, hak milik harus ada di satu pihak. Telusuri dan dipelajari biar beres. Kalau perlu pakai kuasa hukum. Kalau memang Pak Raden nggak sanggup bayar. Seharusnya negara menyediakan. Itu kan warga negara Indonesia juga,” ujarnya.

Artis dan presenter kawakan ini merasa tak pantas Unyil cs diperebutkan. Sebabnya, mereka itu simbol pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
“Biarpun mulai berkonsep modern tapi tak meninggalkan eksplorasi seni budaya lokal. Sikap mereka ini selalu mengayomi kita hingga sekarang,” ucapnya.
Meski permasalahannya pelik, Shahnaz minta sengketa hak cipta Unyil tidak sampai ke ranah hukum. Pak Raden atau PFN harus legowo mengalah.

“Nggak usah lah nguasain Unyil, berdermawan lah. Itu kan nggak hanya punya dia aja. Sudah punya rakyat Indonesia. Jangan habiskan waktu buat rebutin itu aja,” cetus istri drummer Gilang Ramadhan ini.
Secara khusus, Shahnaz ingatkan PFN jangan terlalu ambisius. Bila kelihatan terlalu ngotot rebut hak cipta Si Unyil, citra lembaga negara itu bakal makin merosot.
“Aku sebenarnya ngerti juga mereka sangat pertahanin Unyil sebagai harta kekayaan mereka. Mereka kan badan industri, mereka juga ingin cari keuntungan dan balik modal dari keuntungan siaran Unyil yang mulai menggeliat lagi,” tuturnya.
Lebih jauh, Shahnaz ingin melihat Pak Raden eksis lagi di dunia seni, tak berhenti cuma di Unyil.

“Usia boleh tua, tapi Pak Raden masih produktif. Tindakannya perjuangkan Unyil perlu didukung, tapi beliau jangan malah vakum. Bikin tokoh di luar Unyil sebagai sumber inspirasi dan bisa bahagiakan anak-anak, bukan komoditi industri,” sokongnya.

Shahnaz miris dengan nasib seniman tempo dulu yang sekarang hidup berkesulitan ekonomi. Mestinya negara atau pihak terkait tidak melupakan jasa mereka, minimal memberi perhatian kalau tidak bisa secara materi.
“Tak maksud menjustifikasi, Pak Raden nyiptain Unyil cs, nggak mikirin duit, cuma mau bahagiain anak-anak. Itulah kepuasan dirinya,” tutupnya. (ins/jpnn)

Di tengah banyaknya tawaran bekerja dan berkarya, ternyata artis tak mengerti hukum. Hal itu dibuktikan karya selalu ribut dipenghujung hari. Seperti kejadian antara Pak Raden dengan Perum Film Negara (PFN). Kedua belah pihak ribut terkait penguasaan hak cipta si Unyil.

Munculnya prihal itu, sejumlah artis menanggapinya. Termasuk Mulan Jamela mengaku tak mengerti hokum. “Nggak semua ngerti hukum, termasuk saya. Ini terkait hak cipta yang diperjuangkan Pak Raden. Tapi pastinya, anak-anak kenal semua sama Si Unyil. Ini harus diingat pihak yang bertikai.”

Dewi Sandra: Melek Hukum Sebelum Kontrak

Permasalahan hak cipta Si Unyil tak ubahnya masalah lain yang sering terjadi di negeri ini. Itu mengapa Dewi Sandra dingin saja saat tahu Pak Raden berjuang sendiri dapatkan hak cipta Si Unyil.
“Di negara ini banyak masalah yang hitam putihnya kurang jelas. Banyak yang abu-abu. Komitmen dan rasa tanggung jawab nggak ada, entah siapa yang diuntungkan, entah siapa yang dirugikan. Padahal hati nurani yang bicara. Banyak hal yang cukup disayangkan,” ujar penyanyi cantik ini.

Belajar dari kasus ini, Dewi Sandra mengingatkan kepada semua seniman agar didampingi lawyer saat meneken kontrak kerja. Tujuannya agar hak-hak seniman atau pelaku yang terlibat seni bisa dilindungi.
“Belajar lah soal hukum. Minimal cari tahu dan pahami sebelum menandatangani sesuatu. Jaga-jaga agar tidak merugikan di lain waktu,” jelas Dewi.

Pemahaman kontrak kerjasama itu menurutnya sangat penting. Khususnya bagi pekerja seni muda dan belum lama nyemplung. Pasalnya, seni semakin hari identik dengan industrialisme.
“Ini satu pelajaran untuk kami yang muda-muda, semua pekerja seni, bahwa hak cipta ada aturannya dan sebaiknya kita juga memahami. Kadang-kadang kita mem-publish sesuatu tapi kita tidak memahami apa isi kontraknya seperti apa,” kata Dewi.

Pelantun Melayang ini yakin Si Unyil adalah tokoh penting dalam sejarah pendidikan anak-anak di Indonesia. Sebab itu, Dewi merasa heran jika Pak Raden atau pihak lain yang terlibat pada masanya itu sekarang jadi merasa terabaikan.
“Unyil itu hiburan, harus dijaga dan dibuat lagi yang seperti itu. Dimulai dari perhatian terhadap sejarah masa lalu kan,” cetus istri Agus Rahman ini.
Teringat olehnya, saat duduk di bangku SD, ia selalu setia menonton Unyil tiap hari Minggu di televisi.

“Dulu pas kecil aku di Singapura. Dan tiap liburan ke Indonesia aku pasti bilang,’I want watch Unyil. Karena di situ juga pelajarannya luar biasa banget,” kenangnya.
Selain edukatif dan menghibur, dirasanya Si Unyil sangat relevan dengan kehidupan anak-anak masa itu.

“Kan lucu, ada jitak-jitakannya. Ada Pak Ogah yang minta duit cepek, Bu Bariah dan teman-temannya. Filmnya mencerminkan anak-anak masa itu yang mainannya petak umpet, petak jongkok. Sekarang mainannya laptop, dikit-dikit ipad,” keluhnya. (bcg/jpnn)

Arzeti Bilbina: Tak Baik Dilihat Anak

Arzeti minta Pak Raden dan Perum Film Negara tidak berkeras diri paling berhak terhadap hak cipta Si Unyil. Ia minta segera ada urung rembug kedua belah pihak untuk mencari win-win solution.
“Biar lah mereka yang bersengketa dapetin solusinya. Aku nggak mau ikut campur tapi sebaiknya jangan terus diributin ya,” tegasnya.

Diingatkan mantan peragawati papan atas ini, kasus hak cipta Si Unyil sudah ditonton seluruh masyarakat Indonesia. Perhatian yang begitu besar menunjukkan harapan agar kasus itu bisa cepat selesai.
“Tak baik contohkan ini sama anak-anak. Unyil itu kan milik semua anak Indonesia. Daripada ribut nggak jelas, lebih baik mikirin tayangan yang mendidik tapi edukatif,” harapnya.
Seperti kebanyakan orang, Arzeti pun pencinta Si Unyil. Tak cuma rajin nonton tapi juga hafal tokoh dan karakternya masing-masing.

“Apalagi Pak Raden, hafal banget dia kayak apa. Tapi yang kurang baik dicontoh itu Pak Ogah. Dia selalu minta cepek dulu, ngajarin anak kita malas. Nah kalau Pak Raden ngomel melulu itu nandain orangtua suka marah,” tuturnya.
Meski begitu, ibu tiga anak ini merasa Si Unyil kalah dengan Upin-Ipin, serial Malaysia.
“Anak-anakku selalu aku arahkan nonton Unyil (versi baru), tapi sebentar-sebentar ganti Upin-Ipin. Dari situ aku perhatiin. Emang dari gambar (visual), audio, promosi iklan, hingga publikasi lebih sering. Apalagi lebih banyak jual t-shirt Upin-Ipin dibanding Unyil,” jelas Arzeti.

Oleh karenanya, kelebihan dari Upin-Ipin itu jangan malu dicontoh. Sebisa mungkin dibuat lebih baik agar Unyil-Unyil lain-nya bisa lebih bagus dan variatif. “Kita punya talent kesitu kok,” tuntasnya. (ins/jpnn)

Shahnaz Haque: Hanya Satu Pihak Yang Berhak

Dimanapun hanya ada satu pihak yang berhak mendapat hak cipta. Makanya itu, kata Shahnaz Haque, di antara Pak Raden dan PFN ada yang salah atau tidak berkata benar. Pastinya semua harus segera diselesaikan, jangan berlarut.
“Lihat perjanjian sebelumnya, hak milik harus ada di satu pihak. Telusuri dan dipelajari biar beres. Kalau perlu pakai kuasa hukum. Kalau memang Pak Raden nggak sanggup bayar. Seharusnya negara menyediakan. Itu kan warga negara Indonesia juga,” ujarnya.

Artis dan presenter kawakan ini merasa tak pantas Unyil cs diperebutkan. Sebabnya, mereka itu simbol pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
“Biarpun mulai berkonsep modern tapi tak meninggalkan eksplorasi seni budaya lokal. Sikap mereka ini selalu mengayomi kita hingga sekarang,” ucapnya.
Meski permasalahannya pelik, Shahnaz minta sengketa hak cipta Unyil tidak sampai ke ranah hukum. Pak Raden atau PFN harus legowo mengalah.

“Nggak usah lah nguasain Unyil, berdermawan lah. Itu kan nggak hanya punya dia aja. Sudah punya rakyat Indonesia. Jangan habiskan waktu buat rebutin itu aja,” cetus istri drummer Gilang Ramadhan ini.
Secara khusus, Shahnaz ingatkan PFN jangan terlalu ambisius. Bila kelihatan terlalu ngotot rebut hak cipta Si Unyil, citra lembaga negara itu bakal makin merosot.
“Aku sebenarnya ngerti juga mereka sangat pertahanin Unyil sebagai harta kekayaan mereka. Mereka kan badan industri, mereka juga ingin cari keuntungan dan balik modal dari keuntungan siaran Unyil yang mulai menggeliat lagi,” tuturnya.
Lebih jauh, Shahnaz ingin melihat Pak Raden eksis lagi di dunia seni, tak berhenti cuma di Unyil.

“Usia boleh tua, tapi Pak Raden masih produktif. Tindakannya perjuangkan Unyil perlu didukung, tapi beliau jangan malah vakum. Bikin tokoh di luar Unyil sebagai sumber inspirasi dan bisa bahagiakan anak-anak, bukan komoditi industri,” sokongnya.

Shahnaz miris dengan nasib seniman tempo dulu yang sekarang hidup berkesulitan ekonomi. Mestinya negara atau pihak terkait tidak melupakan jasa mereka, minimal memberi perhatian kalau tidak bisa secara materi.
“Tak maksud menjustifikasi, Pak Raden nyiptain Unyil cs, nggak mikirin duit, cuma mau bahagiain anak-anak. Itulah kepuasan dirinya,” tutupnya. (ins/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru