29 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Bicara Gaya Lewat Desain

Usia muda tidak membatasi Ottorio Christian Marsaringar Pangihutan Siregar (23) untuk tampil. Pengalaman berorganisasi dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha clothing company yang dijalaninya.

Dengan topi bergaya hip-hop, Ryo, demikian dia disapa, saat ditemui di Eufhoria Jalan Djamin Ginting No.335 Medan, terlihat serius dengan monitor komputer di depannya. Membentuk satu motif menarik yang diletakkan di belakang gambar bahagian punggung kemeja.

“Sementara ini, kita main di kaos dan kemeja dulu. Mulai dengan distro dan itu sudah kita buka di sini (Euforia, Red) dari Februari lalu. Tapi kita ada juga garap desain untuk cenderamata lain,” ungkapnya.

Namun ada yang beda dari design garapan pria bertubuh tambun ini. Tidak seperti motif kebanyakan, terlihat di beberapa tempat unsur kebudayaan khas Sumatera Utara (Sumut). Seperti pada motif dari uniform salah satu organisasi pemuda yang bergerak di bidang keagamaan. Modernitas yang terasa dalam tulisan diikuti dengan untaian tirai khas Melayu pada gambar masjid. Begitu juga saat menggarap kaos dengan nama dan logo musisi lokal yang ada di Kota Medan.

Perpaduan modernitas dan keunikan budaya memberinya warna tersendiri sekaligus menjadi daya tarik pada setiap karya yang dibuat. Dengan demikian, Ryo coba berkontribusi pada pelestarian dan promosi budaya lokal. Hal itu pun diharapkan dapat meningkatkan minat generasi muda untuk terus berkarya. Selain sebagai modal untuk menghadapi persaingan di bidang desain grafis belakangan ini.

“Banyak kita yang terlalu asyik dengan tema-tema modern hingga melupakan kekayaan yang ada pada kebudayaan kita. Saya rasa tidak terlalu muluk bila dengan hal kecil ini kita bisa mensupport budaya dan seniman lokal untuk terus melahirkan karya-karya yang kualitasnya tidak kalah dengan di luar Sumatera,” bebernya.

Dunia desain grafis sebenarnya bukan hal yang baru bagi Ryo. Ketertarikan yang sudah ada sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) berlanjut di saat menempuh pendidikan tinggi di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Kota Medan. Ditambah dengan kreatifitas yang ada, pendidikan selama satu tahun ini pun siap untuk diterapkan.

Pria kelahiran Jakarta, 16 Mei 1988 ini pun berkecimpung di beberapa clothing company. Tidak sedikit pula karyanya yang dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan. Sebut saja logo juga website dari German Resto Roland, restauran kuliner Jerman yang terdapat di seputaran Setia Budi Medan.

Begitu juga di beberapa perusahaan yang diikuti sebelum bergabung di Euforia ini.  “Kita kebetulan tidak pernah membatasi diri pada satu kategori dalam berkarya. Justru dengan kebebasan itu kita dapat memberi yang lebih baik lagi,” tuturnya.

Ditengah kesibukannya, Ryo masih harus berjuang menyelesaikan pendidikan di Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. (jul)

Usia muda tidak membatasi Ottorio Christian Marsaringar Pangihutan Siregar (23) untuk tampil. Pengalaman berorganisasi dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha clothing company yang dijalaninya.

Dengan topi bergaya hip-hop, Ryo, demikian dia disapa, saat ditemui di Eufhoria Jalan Djamin Ginting No.335 Medan, terlihat serius dengan monitor komputer di depannya. Membentuk satu motif menarik yang diletakkan di belakang gambar bahagian punggung kemeja.

“Sementara ini, kita main di kaos dan kemeja dulu. Mulai dengan distro dan itu sudah kita buka di sini (Euforia, Red) dari Februari lalu. Tapi kita ada juga garap desain untuk cenderamata lain,” ungkapnya.

Namun ada yang beda dari design garapan pria bertubuh tambun ini. Tidak seperti motif kebanyakan, terlihat di beberapa tempat unsur kebudayaan khas Sumatera Utara (Sumut). Seperti pada motif dari uniform salah satu organisasi pemuda yang bergerak di bidang keagamaan. Modernitas yang terasa dalam tulisan diikuti dengan untaian tirai khas Melayu pada gambar masjid. Begitu juga saat menggarap kaos dengan nama dan logo musisi lokal yang ada di Kota Medan.

Perpaduan modernitas dan keunikan budaya memberinya warna tersendiri sekaligus menjadi daya tarik pada setiap karya yang dibuat. Dengan demikian, Ryo coba berkontribusi pada pelestarian dan promosi budaya lokal. Hal itu pun diharapkan dapat meningkatkan minat generasi muda untuk terus berkarya. Selain sebagai modal untuk menghadapi persaingan di bidang desain grafis belakangan ini.

“Banyak kita yang terlalu asyik dengan tema-tema modern hingga melupakan kekayaan yang ada pada kebudayaan kita. Saya rasa tidak terlalu muluk bila dengan hal kecil ini kita bisa mensupport budaya dan seniman lokal untuk terus melahirkan karya-karya yang kualitasnya tidak kalah dengan di luar Sumatera,” bebernya.

Dunia desain grafis sebenarnya bukan hal yang baru bagi Ryo. Ketertarikan yang sudah ada sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) berlanjut di saat menempuh pendidikan tinggi di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di Kota Medan. Ditambah dengan kreatifitas yang ada, pendidikan selama satu tahun ini pun siap untuk diterapkan.

Pria kelahiran Jakarta, 16 Mei 1988 ini pun berkecimpung di beberapa clothing company. Tidak sedikit pula karyanya yang dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan. Sebut saja logo juga website dari German Resto Roland, restauran kuliner Jerman yang terdapat di seputaran Setia Budi Medan.

Begitu juga di beberapa perusahaan yang diikuti sebelum bergabung di Euforia ini.  “Kita kebetulan tidak pernah membatasi diri pada satu kategori dalam berkarya. Justru dengan kebebasan itu kita dapat memberi yang lebih baik lagi,” tuturnya.

Ditengah kesibukannya, Ryo masih harus berjuang menyelesaikan pendidikan di Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. (jul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/