25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Dalam Lingkar Bahasa

Prof DR Robert Sibarani MS

Sekali memulai sesuatu, maka harus diselesaikan. Demikian prinsip Prof Dr Robert Sibarani MS
yang pernah tercatat sebagai Guru Besar termuda Pulau Sumatera 2001 silam.

Tak dapat dipungkiri pentingnya arti pendidikan bagi kelanjutan masa depan seseorang. Segenap daya upaya pun akan dikerahkan untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Hal itu juga yang dirasakan pria kelahiran Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Sumatera Utara 47 tahun lalu ini. Setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA), dirinya melanjutkan pendidikan di Sastra Daerah Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Sumatera Utara (USU).

Sesuai pandangan masyarakat awam waktu itu, kuliah menjadi penentu untuk mendapatkan pekerjaan, studi yang dipilih pun sangat berpengaruh. Tak heran selain studi eksak, studi ekonomi, hukum, dan keguruan menjadi pilihan paling besar. Alasannya jelas, yaitu lapangan pekerjaan yang sudah pasti. Dan di sinilah Robert muda menghadapi dilema. Dengan pilihan studi linguistik (ilmu yang mempelajari bahasa dan kajian-kajiannya) yang belum memiliki gambaran jelas akan lapangan pekerjaan.

“Waktu itu kami yang satu angkatan bingung juga mau ke mana setelah tamat. Tapi karena sudah masuk ya saya berpikir harus diselesaikan. Tidak mungkin sebuah studi dibuka kalau tidak memiliki prospek yang baik pula,” ucap Robert yang ditemui di Kantor Departemen Sastra Daerah FIB USU, beberapa waktu lalu.

Suami dari Dra Peninna Simanjuntak MS ini pun membuktikannya. Dia pun mantap hidup dalam lingkar ilmu bahasa. Ya, setelah menamatkan studi dalam tempo empat tahun, setahun kemudian 1987 dirinya diterima sebagai dosen di almamaternya. Setidaknya masa depan sudah tidak lagi menjadi pertanyaan. Cukup kah? Tentu tidak. Sebagai putra Batak, Robert pun memiliki tanggung jawab untuk kebahagiaan keluarga.

Untuk itu, dengan program beasiswa yang ada, dirinya melanjutkan studi di Universitas Padjajaran Bandung dengan konsentrasi ke filologi; ilmu yang mempelajari naskah klasik. Di universitas yang sama pula Robert menyelesaikan doktoralnya dengan disertasi berjudul Konjungsi Bahasa Batak Toba, Sebuah Kajian Struktur dan Semantik sebelum akhirnya menunaikan program Postdoktornya di Universitas Hamburg Jerman. Pengabdian yang terus menerus lalu mengantar dirinya menjadi Guru Besar dengan Surat Keputusan dari Presiden Megawati Soekarno Putri kala itu.
Dirinya pun dipercaya menjadi Rektor di Universitas Darma Agung untuk dua periode. Robert aktif di beberapa kegiatan di antaranya Ketua LPPM USU, Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Sumut. Begitu juga tidak sedikit pemikirannya dituangkan lewat tulisan seperti Antropologi Linguistik Hubungan Bahasa dan Budaya dalam Batak Toba yang baru diterbitkan.

Pengabdian tadi dilanjutkan dengan mendirikan Institut Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPMI) di Jalan Ayahanda No.43 D-C Medan. Lewat lembaga tersebut dirinya pun seolah menjawab kekhawatiran masyarakat dengan lima studi yang ditawarkan. Yaitu Bahasa Inggris, Sekretaris, Industri Kreatif/Industri Budaya, Pariwisata dan Perhotelan, dan Bimbingan Studi/Bimbingan Test. “Pemberdayaan masyarakat terbatas akses ke kota. Untuk itu perlu diberdayakan, baik oleh diri sendiri juga pihak luar,” bebernya. (jul)

Prof DR Robert Sibarani MS

Sekali memulai sesuatu, maka harus diselesaikan. Demikian prinsip Prof Dr Robert Sibarani MS
yang pernah tercatat sebagai Guru Besar termuda Pulau Sumatera 2001 silam.

Tak dapat dipungkiri pentingnya arti pendidikan bagi kelanjutan masa depan seseorang. Segenap daya upaya pun akan dikerahkan untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Hal itu juga yang dirasakan pria kelahiran Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Sumatera Utara 47 tahun lalu ini. Setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA), dirinya melanjutkan pendidikan di Sastra Daerah Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Sumatera Utara (USU).

Sesuai pandangan masyarakat awam waktu itu, kuliah menjadi penentu untuk mendapatkan pekerjaan, studi yang dipilih pun sangat berpengaruh. Tak heran selain studi eksak, studi ekonomi, hukum, dan keguruan menjadi pilihan paling besar. Alasannya jelas, yaitu lapangan pekerjaan yang sudah pasti. Dan di sinilah Robert muda menghadapi dilema. Dengan pilihan studi linguistik (ilmu yang mempelajari bahasa dan kajian-kajiannya) yang belum memiliki gambaran jelas akan lapangan pekerjaan.

“Waktu itu kami yang satu angkatan bingung juga mau ke mana setelah tamat. Tapi karena sudah masuk ya saya berpikir harus diselesaikan. Tidak mungkin sebuah studi dibuka kalau tidak memiliki prospek yang baik pula,” ucap Robert yang ditemui di Kantor Departemen Sastra Daerah FIB USU, beberapa waktu lalu.

Suami dari Dra Peninna Simanjuntak MS ini pun membuktikannya. Dia pun mantap hidup dalam lingkar ilmu bahasa. Ya, setelah menamatkan studi dalam tempo empat tahun, setahun kemudian 1987 dirinya diterima sebagai dosen di almamaternya. Setidaknya masa depan sudah tidak lagi menjadi pertanyaan. Cukup kah? Tentu tidak. Sebagai putra Batak, Robert pun memiliki tanggung jawab untuk kebahagiaan keluarga.

Untuk itu, dengan program beasiswa yang ada, dirinya melanjutkan studi di Universitas Padjajaran Bandung dengan konsentrasi ke filologi; ilmu yang mempelajari naskah klasik. Di universitas yang sama pula Robert menyelesaikan doktoralnya dengan disertasi berjudul Konjungsi Bahasa Batak Toba, Sebuah Kajian Struktur dan Semantik sebelum akhirnya menunaikan program Postdoktornya di Universitas Hamburg Jerman. Pengabdian yang terus menerus lalu mengantar dirinya menjadi Guru Besar dengan Surat Keputusan dari Presiden Megawati Soekarno Putri kala itu.
Dirinya pun dipercaya menjadi Rektor di Universitas Darma Agung untuk dua periode. Robert aktif di beberapa kegiatan di antaranya Ketua LPPM USU, Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Sumut. Begitu juga tidak sedikit pemikirannya dituangkan lewat tulisan seperti Antropologi Linguistik Hubungan Bahasa dan Budaya dalam Batak Toba yang baru diterbitkan.

Pengabdian tadi dilanjutkan dengan mendirikan Institut Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPMI) di Jalan Ayahanda No.43 D-C Medan. Lewat lembaga tersebut dirinya pun seolah menjawab kekhawatiran masyarakat dengan lima studi yang ditawarkan. Yaitu Bahasa Inggris, Sekretaris, Industri Kreatif/Industri Budaya, Pariwisata dan Perhotelan, dan Bimbingan Studi/Bimbingan Test. “Pemberdayaan masyarakat terbatas akses ke kota. Untuk itu perlu diberdayakan, baik oleh diri sendiri juga pihak luar,” bebernya. (jul)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/