30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Untung Menangkar Burung

Joni, Warga Tebing Tinggi

Kicau burung membuat Joni (34) menjadi nyaman. Warga Jalan Deblod Sundoro Gang Kelapa Kota Tebing Tinggi ini pun tak mau kehilangan kenyaman tersebut hingga dia berinisiatif membuat penangkaran burung. Dan, dia berhasil. Malah, inisiatif itu kini berbuah penghasilan yang lumayan.

Sejatinya, Joni yang masih keturunan Tionghoa ini mewarisi hobi orangtuanya yang rajin memelihara berbagai jenis burung dari usahanya berjualan sarapan nasi di Kota Tebing Tinggi.

Kini, berbagai jenis burung kicauan sudah dimilikinya seperti murai batu, kacer, kenari, lebet, siri-siri, celicin, colibri, dan jalak belong. Selain itu, dia juga memiliki burung lebet yang berasal dari Afrika dan burung kenari berasal dari Belanda.

Soal penangkaran, awalnya tujuan Joni adalah agar populasi burung-burung yang dilindungi itu tetap terjaga. Dan, penangkaran burung ini sudah dilakoninya sejak tahun 2007 namun selalu tidak berhasil. Baru pada 2010 penangkaran burung jenis kicauan tersebut berhasi. Ini tak lepas setelah dirinya membaca buku petunjuk dan membuang pikiran untuk menyerah. “Sudah jutaan rupiah uang kuhabiskan untuk membeli betina, namun selalu menuai kegagalan. Tapi aku tak putus asa, upaya terus kulakukan dan sekarang berhasil kutangkarkan berbagai jenis burung,” kata Joni.

Kini, penangkaran yang sudah berhasil dilakukan Joni adalah penangkaran burung murai batu, kenari dan burung lebet. Sementara harga jual untuk jenis burung kicauan ini mencapai Rp1 juta untuk pejantan murai batu dan Rp500.000 untuk betinanya. Sedangkan, jenis burung lebet dan kenari mencapai Rp500.000 per ekornya.
Untuk penjualan, kata Joni, dalam sebulan dirinya bisa meraih jutaan rupiah dari penjualan lima hingga sepuluh murai batu. Jenis burung ini memang sangat diminati pasar.

Penjualan hasil penangkaran burung ini sampai keluar Kota Tebing Tinggi seperti Medan, Kisaran, dan Pematang Siantar melalui rekan-rekan pecinta burung kicauan. Selain penagkaran burung, Joni juga melakukan penangkaran jangkrik spesial untuk pakan burung.

Dikatakan Joni, kesulitan dalam hal penangkaran ini adalah masalah perkawinan, perjodohan antara burung betina dan pejantan selalu tidak berhasil karena sang pejantan sering melakukan kekerasan terhadap sang betina. Lama-kelamaan burung mengalami stress dan mati.

Untuk usahanya, Joni membuatkan kandang dari dinding batu bata dan atap rumbia, kawat selebar dua meter kali satu meter, dan kotak sebagai sarana kandang untuk bertelur sang betina. Joni menjelaskan, masa kawin tidak membutuhkan waktu yang lama. Sekitar dua hari perkawinan, burung selanjutnya akan bertelur dan mengerami telurnya. Ya, sekitar empat belas hari telur sudah menetas dan anak burung dipindahkan ke kotak pemanas buatan. “Untuk memberikan pakan anak buruk, kita berikan pakan pelet dan harus setiap jam. Jadi, tidak bisa ditinggalkan kemana-mana. Harus kita akui, waktu kita  habis bersama burung,” kata Joni.

Untuk ekstrapuding, burung diberikan pakan tambahan seperti jangkrik, ulat bambu, ulat Hongkong, dan telur semut angkrang. Kadang burung harus dibersihkan setiap hari dan pemberian vaksin rutin setiap bulan untuk mencegah burung sakit. Masa rawan adalah pergantian musim seperti musim panas ke penghujan.”Kematian burung bisa disebabkan stress dan masuk angin, untuk mengatasi hal tersebut kita selalu mengawasi dan memberikan antibiotik,” jelas Joni.

Diharapkannya, ke depan usaha yang dilakoni sebagai sampingan ini akan terus berkembang. Mulai dari hobi memelihara burung kicauan kini berhasil menangkarkan dan mendapat bonus penghasilan pula.
“Masyarakat harus bisa menjaga kelangsungan hidup berbagai jenis burung kicauan ini. Populasinya akan tetap kita pertahankan dengan penangkaran,” pungkas Joni.  (mag-3)

Joni, Warga Tebing Tinggi

Kicau burung membuat Joni (34) menjadi nyaman. Warga Jalan Deblod Sundoro Gang Kelapa Kota Tebing Tinggi ini pun tak mau kehilangan kenyaman tersebut hingga dia berinisiatif membuat penangkaran burung. Dan, dia berhasil. Malah, inisiatif itu kini berbuah penghasilan yang lumayan.

Sejatinya, Joni yang masih keturunan Tionghoa ini mewarisi hobi orangtuanya yang rajin memelihara berbagai jenis burung dari usahanya berjualan sarapan nasi di Kota Tebing Tinggi.

Kini, berbagai jenis burung kicauan sudah dimilikinya seperti murai batu, kacer, kenari, lebet, siri-siri, celicin, colibri, dan jalak belong. Selain itu, dia juga memiliki burung lebet yang berasal dari Afrika dan burung kenari berasal dari Belanda.

Soal penangkaran, awalnya tujuan Joni adalah agar populasi burung-burung yang dilindungi itu tetap terjaga. Dan, penangkaran burung ini sudah dilakoninya sejak tahun 2007 namun selalu tidak berhasil. Baru pada 2010 penangkaran burung jenis kicauan tersebut berhasi. Ini tak lepas setelah dirinya membaca buku petunjuk dan membuang pikiran untuk menyerah. “Sudah jutaan rupiah uang kuhabiskan untuk membeli betina, namun selalu menuai kegagalan. Tapi aku tak putus asa, upaya terus kulakukan dan sekarang berhasil kutangkarkan berbagai jenis burung,” kata Joni.

Kini, penangkaran yang sudah berhasil dilakukan Joni adalah penangkaran burung murai batu, kenari dan burung lebet. Sementara harga jual untuk jenis burung kicauan ini mencapai Rp1 juta untuk pejantan murai batu dan Rp500.000 untuk betinanya. Sedangkan, jenis burung lebet dan kenari mencapai Rp500.000 per ekornya.
Untuk penjualan, kata Joni, dalam sebulan dirinya bisa meraih jutaan rupiah dari penjualan lima hingga sepuluh murai batu. Jenis burung ini memang sangat diminati pasar.

Penjualan hasil penangkaran burung ini sampai keluar Kota Tebing Tinggi seperti Medan, Kisaran, dan Pematang Siantar melalui rekan-rekan pecinta burung kicauan. Selain penagkaran burung, Joni juga melakukan penangkaran jangkrik spesial untuk pakan burung.

Dikatakan Joni, kesulitan dalam hal penangkaran ini adalah masalah perkawinan, perjodohan antara burung betina dan pejantan selalu tidak berhasil karena sang pejantan sering melakukan kekerasan terhadap sang betina. Lama-kelamaan burung mengalami stress dan mati.

Untuk usahanya, Joni membuatkan kandang dari dinding batu bata dan atap rumbia, kawat selebar dua meter kali satu meter, dan kotak sebagai sarana kandang untuk bertelur sang betina. Joni menjelaskan, masa kawin tidak membutuhkan waktu yang lama. Sekitar dua hari perkawinan, burung selanjutnya akan bertelur dan mengerami telurnya. Ya, sekitar empat belas hari telur sudah menetas dan anak burung dipindahkan ke kotak pemanas buatan. “Untuk memberikan pakan anak buruk, kita berikan pakan pelet dan harus setiap jam. Jadi, tidak bisa ditinggalkan kemana-mana. Harus kita akui, waktu kita  habis bersama burung,” kata Joni.

Untuk ekstrapuding, burung diberikan pakan tambahan seperti jangkrik, ulat bambu, ulat Hongkong, dan telur semut angkrang. Kadang burung harus dibersihkan setiap hari dan pemberian vaksin rutin setiap bulan untuk mencegah burung sakit. Masa rawan adalah pergantian musim seperti musim panas ke penghujan.”Kematian burung bisa disebabkan stress dan masuk angin, untuk mengatasi hal tersebut kita selalu mengawasi dan memberikan antibiotik,” jelas Joni.

Diharapkannya, ke depan usaha yang dilakoni sebagai sampingan ini akan terus berkembang. Mulai dari hobi memelihara burung kicauan kini berhasil menangkarkan dan mendapat bonus penghasilan pula.
“Masyarakat harus bisa menjaga kelangsungan hidup berbagai jenis burung kicauan ini. Populasinya akan tetap kita pertahankan dengan penangkaran,” pungkas Joni.  (mag-3)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/