31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Butuh Perempuan, ISIS Gunakan Cinta Sebagai Alat Rekrutmen

Dari kiri: Kadiza Sultana, Amira Abase dan Shamima Begum mengetahui gadis yang pergi ke Suriah pada bulan Desember
Dari kiri: Kadiza Sultana, Amira Abase dan Shamima Begum mengetahui gadis yang pergi ke Suriah pada bulan Desember

SUMUTPOS.CO- Dalam waktu beberapa bulan, bahkan mungkin beberapa minggu, Anda mungkin dapat mengingat cerita ini, tapi apakah Anda akan mengingat ingat nama-nama seperti Kadiza Sultana, Shamima Begum,16; dan Amira Abase, 15.

Ketiga siswi London itu mengatakan mereka akan pergi dan saat ini mereka diperkirakan telah meninggalkan Inggris, untuk pergi ke Turki dan menyelinap melintasi perbatasan untuk bergabung dengan kelompok militan Negara Islam (IS) di Suriah.

Nama-nama mereka penting bagi saya, karena saya melihat mereka sebagai individu, gadis-gadis muda, dengan masa depan yang menjanjikan, dengan teman-teman, saudara dan orang tua.

Kita semua berada dalam situasi yang lebih besar yaitu: semakin banyak perempuan muda yang dicuci otak.

Nampaknya ada sekitar 200 sampai 300 anak perempuan Muslim di Eropa telah melakukan perjalanan yang sama seperti Kadiza, Shamima dan Amira.

Mengapa? Untuk apa? Istilah pengantin jihad sangat mengerikan, namun ada beberapa kebenaran tentang hal itu.

Baru-baru ini, saya bertemu dengan beberapa ibu yang putra dan putrinya memutuskan untuk bergabung dengan khalifah gadungan.

Tiga dari para ibu itu telah kehilangan anak-anak mereka dalam pertempuran.

Seorang wanita, dari Swedia yang berasal dari Somalia, bercerita tentang putrinya, yang jatuh cinta dengan seorang pria dan terpikat untuk pergi ke Suriah.

Ibunya mengatakan ISIS menggunakan cinta sebagai alat rekrutmen. Setelah anak perempuan itu diyakinkan bahwa sang pejuang jatuh cinta dengan mereka, nanti pada gilirannya, dapat digunakan untuk merekrut lebih banyak anak perempuan dan wanita muda.

Membangun negara

Saya kira, kita harus, ingat bahwa ada sebuah “negara” yang sedang dibuat, yang tidak hanya membutuhkan sejumlah pejuang, namun juga memerlukan warga negara

Mereka membutuhkan perempuan yang akan melahirkan generasi.

Seorang ibu lainnya yang berasal dari Belgia, juga kehilangan putrinya, ia hanya berbicara kepada putrinya melalui pesan singkat secara teratur.

Anaknya juga jatuh cinta kepada seorang pria yang dianggap sebagai tokoh senior dalam kelompok militan.

Ia mengatakan kepada ibunya bahwa ia memiliki kehidupan yang baik, namun tak lama sebelum itu berubah.

Realitas dan kebrutalan membuatnya tidak nyaman, bahkan sebagai pasangan dari seorang jihad senior.

Setelah putrinya melahirkan anak laki-laki, wanita itu mencoba untuk pergi, tapi ia diperlakukan kasar oleh pria yang dia pikir mencintainya.

Sekarang ini sepertinya sang nenek tidak mungkin lagi melihat putri beserta cucunya selain dari jepretan selfie yang dikirim melalui telepon.(BBC)

Dari kiri: Kadiza Sultana, Amira Abase dan Shamima Begum mengetahui gadis yang pergi ke Suriah pada bulan Desember
Dari kiri: Kadiza Sultana, Amira Abase dan Shamima Begum mengetahui gadis yang pergi ke Suriah pada bulan Desember

SUMUTPOS.CO- Dalam waktu beberapa bulan, bahkan mungkin beberapa minggu, Anda mungkin dapat mengingat cerita ini, tapi apakah Anda akan mengingat ingat nama-nama seperti Kadiza Sultana, Shamima Begum,16; dan Amira Abase, 15.

Ketiga siswi London itu mengatakan mereka akan pergi dan saat ini mereka diperkirakan telah meninggalkan Inggris, untuk pergi ke Turki dan menyelinap melintasi perbatasan untuk bergabung dengan kelompok militan Negara Islam (IS) di Suriah.

Nama-nama mereka penting bagi saya, karena saya melihat mereka sebagai individu, gadis-gadis muda, dengan masa depan yang menjanjikan, dengan teman-teman, saudara dan orang tua.

Kita semua berada dalam situasi yang lebih besar yaitu: semakin banyak perempuan muda yang dicuci otak.

Nampaknya ada sekitar 200 sampai 300 anak perempuan Muslim di Eropa telah melakukan perjalanan yang sama seperti Kadiza, Shamima dan Amira.

Mengapa? Untuk apa? Istilah pengantin jihad sangat mengerikan, namun ada beberapa kebenaran tentang hal itu.

Baru-baru ini, saya bertemu dengan beberapa ibu yang putra dan putrinya memutuskan untuk bergabung dengan khalifah gadungan.

Tiga dari para ibu itu telah kehilangan anak-anak mereka dalam pertempuran.

Seorang wanita, dari Swedia yang berasal dari Somalia, bercerita tentang putrinya, yang jatuh cinta dengan seorang pria dan terpikat untuk pergi ke Suriah.

Ibunya mengatakan ISIS menggunakan cinta sebagai alat rekrutmen. Setelah anak perempuan itu diyakinkan bahwa sang pejuang jatuh cinta dengan mereka, nanti pada gilirannya, dapat digunakan untuk merekrut lebih banyak anak perempuan dan wanita muda.

Membangun negara

Saya kira, kita harus, ingat bahwa ada sebuah “negara” yang sedang dibuat, yang tidak hanya membutuhkan sejumlah pejuang, namun juga memerlukan warga negara

Mereka membutuhkan perempuan yang akan melahirkan generasi.

Seorang ibu lainnya yang berasal dari Belgia, juga kehilangan putrinya, ia hanya berbicara kepada putrinya melalui pesan singkat secara teratur.

Anaknya juga jatuh cinta kepada seorang pria yang dianggap sebagai tokoh senior dalam kelompok militan.

Ia mengatakan kepada ibunya bahwa ia memiliki kehidupan yang baik, namun tak lama sebelum itu berubah.

Realitas dan kebrutalan membuatnya tidak nyaman, bahkan sebagai pasangan dari seorang jihad senior.

Setelah putrinya melahirkan anak laki-laki, wanita itu mencoba untuk pergi, tapi ia diperlakukan kasar oleh pria yang dia pikir mencintainya.

Sekarang ini sepertinya sang nenek tidak mungkin lagi melihat putri beserta cucunya selain dari jepretan selfie yang dikirim melalui telepon.(BBC)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/