30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Survey: Setengah Warga Inggris Tidak Beragama

Majelis Minggu di London menggambarkan diri mereka sebagai jemaat sekuler yang merayakan kehidupan.

SUMUTPOS.CO – Sebuah survei di Inggris mengungkapkan untuk pertama kalinya bahwa lebih dari setengah orang-orang di negara tersebut diketahui tidak beragama.

Dalam penelitian yang dilangsungkan tahun lalu oleh Pusat Penelitian Sosial Nasional terhadap 2.942 orang dewasa, sebanyak 53% orang-orang mengaku ‘tidak beragama.’

Di antara orang-orang yang berusia antara 18 dan 25 tahun, proporsinya lebih tinggi, di angka 71%.

 

Uskup Liverpool mengatakan Tuhan dan Gereja ‘tetap relevan’ dan menyebutkan bahwa “tidak memiliki agama bukan berarti dianggap sama dengan ateis”.

Angka-angka, yang diperlihatkan kepada Radio 5 BBC mengungkapkan tren menurunnya kepercayaan terhadap agama di Inggris.

Ketika lembaga British Social Attitudesmelakukan survei pada tahun 1983, sebanyak 31% responden mengatakan bahwa mereka tidak beragama.

Dalam survei terbaru itu sampel acak dilakukan terhadap orang-orang dewasa dengan prtanyaan apakah mereka menganggap diri mereka menganut agama tertentu.

Hampir dua dari tiga anak berusia 25 sampai 34 tahun mengatakan mereka tidak beragama, sementara 75% orang-orang yang berusia 75 tahun ke atas mengatakan bahwa mereka religius atau beragama.

Tamsin tidak beragama namun dia bergabung dengan sebuah perkumpulan jemaat sekuler.

Tamsin, seorang wartawan berusia 26 tahun, menghadiri Majelis Minggu, sebuah perkumpulan jemaat sekuler yang bertemu di London setiap dua minggu sekali.

Berbicara kepada Rosanna Pound-Woods dari Radio 5 BBC, dia mengatakan: “Saya sama sekali tidak religius. Dan saya senang bahwa ada cara bagi masyarakat untuk berkumpul, tanpa harus beragama.”

Pada saat-saat dalam kehidupan yang menempatkan agama dalam posisi penting secara tradisional, seperti kematian atau pernikahan, dia mangatakan: “Saya berpaling kepada teman-teman saya dan merayakan sesuatu atau bersimpati bersama-sama.”

Anggota perkumpulan lainnya, bernama Mitsky, dibesarkan dalam keluarganya dalam agama Jain – sebuah agama India kuno – namun sekarang menganggap dirinya lebih atheis.

“Kebanyakan agama memiliki prinsip dasar yang baik, namun ada agama yang membawa penganutnya ke arah yang berbeda yang saya tak sepakat,” kata pria berusia 38 tahun itu.

“Saya banyak terlibat dalam komunitas itu di London dan saya merindukannya, itulah sebabnya saya mencari sesuatu yang lain.”

Angka-angka terbaru menunjukkan bahwa di kalangan orang-orang yang terlahir dalam keluarga yang religius, empat dari 10 orang tersebut sudah tidak lagi beragama.

Penurunan paling dramatis terlihat di antara mereka yang diketahui sebagai Anglikan.

Penurunan paling dramatis terjadi di antara mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai Anglikan.

Sekitar 15% orang di Inggris menganggap diri mereka Anglikan pada tahun 2016, setengah dari proporsi pada tahun 2000.

Mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai Katolik tetap stabil – sekitar satu dari sepuluh – selama 30 tahun terakhir, sementara satu dari 20 orang diketahui memeluk agama-agama non-Kristen.

Roger Harding, dari Pusat Penelitian Sosial Nasional, mengatakan bahwa angka-angka tersebut harus membuat “semua pemimpin agama termenung sejenak untuk berpikir”.

“Dengan merosotnya jumlah orang-orang beragama, banyak pemimpin agama mungkin bertanya-tanya apakah mereka harus berbuat lebih banyak untuk memimpin jamaah mereka dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat yang berubah,” tambahnya.

Tantangan yang terus berlanjut

Uskup Liverpool, Rt Rev Paul Bayes, mengatakan angka-angka tersebut membawa “tantangan yang terus berlanjut terhadap berbagai gereja” di “dunia yang skeptis dan plural”.

Tapi dia mengatakan hati dan pikiran orang-orang tetap “terbuka”.

“Mengatakan ‘tidak beragama’ tidak sama dengan dianggap sebagai ateis. Orang-orang melihat manfaat iman ketika mereka melihat bagaimana iman brguna dalam sesuatu,” katanya.

“Kita harus terus mencari cara untuk menunjukkan dan mengatakan kepada mereka yang mengatakan bahwa mereka ‘tidak beragama’ bahwa iman – iman kepada Tuhan yang mencintai mereka tetap – dapat membuat perbedaan yang mengubah kehidupan bagi mereka dan bagi dunia.”

Namun badan amal, Humanists UK, mengatakan bahwa angka-angka tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan baru tentang keberadaan gereja di sekolah-sekolah milik pemerintah dan hak-hak istimewa lain yang didanai negara.

Kepala eksekutif badan amal tersebut, Andrew Copson, mengatakan: “Secara umum, bagaimana Gereja Inggris tetap bisa diperlakukan seperti itu ketika hanya berarti bagi sebagian kecil warga?” (Bbc)

Majelis Minggu di London menggambarkan diri mereka sebagai jemaat sekuler yang merayakan kehidupan.

SUMUTPOS.CO – Sebuah survei di Inggris mengungkapkan untuk pertama kalinya bahwa lebih dari setengah orang-orang di negara tersebut diketahui tidak beragama.

Dalam penelitian yang dilangsungkan tahun lalu oleh Pusat Penelitian Sosial Nasional terhadap 2.942 orang dewasa, sebanyak 53% orang-orang mengaku ‘tidak beragama.’

Di antara orang-orang yang berusia antara 18 dan 25 tahun, proporsinya lebih tinggi, di angka 71%.

 

Uskup Liverpool mengatakan Tuhan dan Gereja ‘tetap relevan’ dan menyebutkan bahwa “tidak memiliki agama bukan berarti dianggap sama dengan ateis”.

Angka-angka, yang diperlihatkan kepada Radio 5 BBC mengungkapkan tren menurunnya kepercayaan terhadap agama di Inggris.

Ketika lembaga British Social Attitudesmelakukan survei pada tahun 1983, sebanyak 31% responden mengatakan bahwa mereka tidak beragama.

Dalam survei terbaru itu sampel acak dilakukan terhadap orang-orang dewasa dengan prtanyaan apakah mereka menganggap diri mereka menganut agama tertentu.

Hampir dua dari tiga anak berusia 25 sampai 34 tahun mengatakan mereka tidak beragama, sementara 75% orang-orang yang berusia 75 tahun ke atas mengatakan bahwa mereka religius atau beragama.

Tamsin tidak beragama namun dia bergabung dengan sebuah perkumpulan jemaat sekuler.

Tamsin, seorang wartawan berusia 26 tahun, menghadiri Majelis Minggu, sebuah perkumpulan jemaat sekuler yang bertemu di London setiap dua minggu sekali.

Berbicara kepada Rosanna Pound-Woods dari Radio 5 BBC, dia mengatakan: “Saya sama sekali tidak religius. Dan saya senang bahwa ada cara bagi masyarakat untuk berkumpul, tanpa harus beragama.”

Pada saat-saat dalam kehidupan yang menempatkan agama dalam posisi penting secara tradisional, seperti kematian atau pernikahan, dia mangatakan: “Saya berpaling kepada teman-teman saya dan merayakan sesuatu atau bersimpati bersama-sama.”

Anggota perkumpulan lainnya, bernama Mitsky, dibesarkan dalam keluarganya dalam agama Jain – sebuah agama India kuno – namun sekarang menganggap dirinya lebih atheis.

“Kebanyakan agama memiliki prinsip dasar yang baik, namun ada agama yang membawa penganutnya ke arah yang berbeda yang saya tak sepakat,” kata pria berusia 38 tahun itu.

“Saya banyak terlibat dalam komunitas itu di London dan saya merindukannya, itulah sebabnya saya mencari sesuatu yang lain.”

Angka-angka terbaru menunjukkan bahwa di kalangan orang-orang yang terlahir dalam keluarga yang religius, empat dari 10 orang tersebut sudah tidak lagi beragama.

Penurunan paling dramatis terlihat di antara mereka yang diketahui sebagai Anglikan.

Penurunan paling dramatis terjadi di antara mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai Anglikan.

Sekitar 15% orang di Inggris menganggap diri mereka Anglikan pada tahun 2016, setengah dari proporsi pada tahun 2000.

Mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai Katolik tetap stabil – sekitar satu dari sepuluh – selama 30 tahun terakhir, sementara satu dari 20 orang diketahui memeluk agama-agama non-Kristen.

Roger Harding, dari Pusat Penelitian Sosial Nasional, mengatakan bahwa angka-angka tersebut harus membuat “semua pemimpin agama termenung sejenak untuk berpikir”.

“Dengan merosotnya jumlah orang-orang beragama, banyak pemimpin agama mungkin bertanya-tanya apakah mereka harus berbuat lebih banyak untuk memimpin jamaah mereka dalam menyesuaikan diri dengan masyarakat yang berubah,” tambahnya.

Tantangan yang terus berlanjut

Uskup Liverpool, Rt Rev Paul Bayes, mengatakan angka-angka tersebut membawa “tantangan yang terus berlanjut terhadap berbagai gereja” di “dunia yang skeptis dan plural”.

Tapi dia mengatakan hati dan pikiran orang-orang tetap “terbuka”.

“Mengatakan ‘tidak beragama’ tidak sama dengan dianggap sebagai ateis. Orang-orang melihat manfaat iman ketika mereka melihat bagaimana iman brguna dalam sesuatu,” katanya.

“Kita harus terus mencari cara untuk menunjukkan dan mengatakan kepada mereka yang mengatakan bahwa mereka ‘tidak beragama’ bahwa iman – iman kepada Tuhan yang mencintai mereka tetap – dapat membuat perbedaan yang mengubah kehidupan bagi mereka dan bagi dunia.”

Namun badan amal, Humanists UK, mengatakan bahwa angka-angka tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan baru tentang keberadaan gereja di sekolah-sekolah milik pemerintah dan hak-hak istimewa lain yang didanai negara.

Kepala eksekutif badan amal tersebut, Andrew Copson, mengatakan: “Secara umum, bagaimana Gereja Inggris tetap bisa diperlakukan seperti itu ketika hanya berarti bagi sebagian kecil warga?” (Bbc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/