SUMUTPOS.CO – Jenazah seorang warga negara Indonesia (WNI) ditemukan terbungkus kasur dan digeletakkan di trotoar di daerah Mong Kok, Hong Kong, Senin, (08/06) pagi waktu setempat.
Jenazah tersebut pertama kali ditemukan seorang pejalan kaki yang melihat tangan menjulur keluar dari kasur tersebut dan melapor ke kepolisian Mong Kok pukul 10.44 pagi waktu setempat.
Kepolisian Mong Kok mengidentifikasi jenazah berkewarganegaraan Indonesia bernama Wiji Astutik Supardi, 37 tahun. Jasad Wiji ditemukan terbungkus ketat dalam gulungan kasur lengkap mengenakan baju, dompet serta perhiasan.
Melalui proses autopsi selama tiga jam, tim dokter menemukan adanya lebam-lebam merah seperti bekas pukulan di pipi kanan, serta di kedua kaki dan tangan jenazah. Mendiang diperkirakan telah meninggal sejak 7 Juni 2015.
Meski demikian tim dokter tidak menemukan adanya bekas penganiayaan seksual ataupun bekas tikaman. Secara fisik, jenazah korban tampak menunjukkan bekas luka di mata sebelah kanan. Namun tim dokter menyatakan ini karena proses pembusukan jenazah dan bukan karena tikaman.
Kepala Kanselerai Konsulat Jenderal RI di Hong Kong, Rafail Walangitan, mengatakan ada kecocokan antara data jenazah dengan data WNI bernama bernama Wiji Astutik Supardi.
Menurut rencana, jenazah Wiji akan dimandikan dan dipersiapkan dipulangkan ke Indonesia. Adapun salat jenazah baru akan dilakukan setelah Pengadilan Koroner Hong Kong memberi izin pemulangan jenazah ke Indonesia.
PENGANIAYAAN
Pada Februari 2015, Wiji pernah melapor ke Kepolisian Mong Kok sebagai korban penganiayaan kekasihnya yang berinisial WF asal Pakistan.
Dalam laporan tersebut, turut disertakan foto Wiji dengan pipi sebelah kiri yang tersayat benda tajam. Namun ibu seorang anak itu kemudian menarik laporannya justru setelah polisi menangkap sang kekasih.
Wiji datang ke Hong Kong sebagai TKI pada 2007. Namun wanita asal Bantur, Malang, ini mengalami masalah ketenagakerjaan dengan majikannya sehingga pada 2008 KJRI tercatat pernah membuatkan SPLP atau surat pengganti paspor yang mengharuskan Wiji pulang ke Indonesia.
Namun Wiji diduga kabur dari KJRI dan mengajukan diri sebagai pengungsi ke Imigrasi Hong Kong. Dengan demikian, Wiji mendapatkan recognition paper sebagai ganti paspor Indonesia.
“Tapi ini masih dalam pendalaman inveistigasi polisi tentang apa yang dia lakukan di Hong Kong selama kurang lebih 7 tahun sebagai pemegang paper,” kata Rafail kepada kontributor BBC Indonesia di Hong Kong.
Secara de jure, para pemegang paper masih berstatus WNI. Namun secara de facto, WNI tersebut kehilangan hak-hak perlindungannya karena imigrasi Hong Kong akan menahan paspor Indonesia-nya. Dengan demikian status kewarganegaraan pemegang paper seperti Wiji mengambang.
“Secara hukum, karena pihak Hong Kong belum mengabulkan permintaannya sebagai pengungsi, KJRI tetap mengurus kasus Wiji dan pemulangan jenazahnya ke Indonesia,” kata Konsul Hukum Reda Manthovani.
Kematian Wiji menjadi kasus kematian WNI terkini sejak Maret 2015. Kala itu, seorang TKI asal Jawa Barat bernama Elis Kurniasih binti Ahi Komarudi, 33 tahun, meninggal dunia setelah 6 hari koma akibat kejatuhan beton gedung.
Kemudian pada November 2014 dua WNI bernama Sumarti Ningsih dan Seneng Mujiasih menjadi korban pembunuhan sadis. (BBC)