29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Clinton Dituding Provokator

Hubungan AS-Rusia

MOSKOW – Menyusul pertikaian NATO dan Rusia, kini berkembang konflik antara negeri bekas pecahan Uni Soviet tersebut dengan Amerika Serikat (AS). Misalnya, pemilihan umum (pemilu) parlemen yang berbuntut aksi protes meluas di Rusia berdampak buruk pada hubungan AS dengan Negeri Beruang Merah tersebut. Kemarin (8/12) Perdana Menteri (PM) Rusia Vladimir Putin secara terang-terangan menuding Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Hillary Rodham Clinton campur tangan dan memprovokasi atau memperkeruh situasi politik di negerinya.

“Dengan mengatakan bahwa pemilu parlemen (Rusia) diwarnai kecurangan, dia (Clinton) telah memberi sinyal positif kepada kubu oposisi untuk memprotes pemerintah,” kata Putin dalam pernyataan yang disiarkan melalui televisi tersebut. Karena merasa mendapat dukungan dari Deplu AS, ungkap dia, oposisi Rusia menjadi makin berani.
Dalam kesempatan tersebut, Putin juga menuduh Negeri Paman Sam mendanai aksi protes yang dilancarkan oposisi. Konon, Washington mengucurkan dana sampai ratusan juta dolar untuk memastikan aksi protes terhadap pemerintah Rusia itu terus berlangsung. Melalui kebijakan tersebut, tuding Putin, AS berusaha melemahkan sistem politik Rusia dan melengserkan rezim kuat yang kini berkuasa.

Kritik Putin itu menandai babak baru retaknya hubungan AS dan Rusia. Apalagi, pernyataan tersebut disampaikan bertepatan dengan peringatan ke-20 penandatanganan Kesepakatan Belovezh. Kesepakatan yang disahkan oleh Rusia, Ukraina, dan Belarusia pada 8 Desember 1991 tersebut menandai bubarnya Uni Soviet.

Kemarin Putin juga menyampaikan kekesalannya pada Clinton di hadapan partainya, All Russian Popular Front (ONF). Di depan para pendukungnya, pemimpin 59 tahun itu mengatakan bahwa sinyal positif Washington pada oposisi Rusia tersebut mengindikasikan ketakutan AS pada pemerintahannya. Karena itu, ungkap dia, Washington tak ingin Putin terus berkuasa.

“Kita adalah negara dengan kekuatan nuklir yang besar dan sampai sekarang pun masih bertahan pada posisi itu. Karena itu, rekan-rekan di luar sana gentar,” katanya di depan massa OMF, kendaraan politik Putin.
Putin menambahkan bahwa AS sengaja mencampuri krisis Rusia untuk menggertak pemerintahannya. Menurut dia, pemerintahan Presiden Barack Obama hanya ingin menegaskan kepada Rusia bahwa AS masih menjadi bos di mata dunia. Clinton mengirimkan sinyal dukungan pada oposisi.

“Mereka ingin kita merasakan dominasi mereka di dalam negeri dan memaksa kita patuh pada mereka,” lontar Putin di hadapan para pendukungnya. Karena itu, lanjut dia, tak heran jika AS mengucurkan bantuan ratusan juta dolar pada organisasi pengawas pemilu tertentu di Rusia. Salah satunya Golos. Bantuan finansial tersebut, disalurkan melalui USAID dan lembaga AS lain.

Sejumlah pengamat politik menganggap tudingan Putin terhadap Hillary itu sebagai hal yang serius. “Apa yang disampaikan Putin bisa menghilangkan, kesabaran AS bisa habis dan hubungan dua negara akan kembali ke titik yang paling buruk,” ujar Viktor Kremenyuk, analis politik yang juga wakil pimpinan Lembaga AS-Kanada. (ap/afp/hep/dwi/jpnn)

Hubungan AS-Rusia

MOSKOW – Menyusul pertikaian NATO dan Rusia, kini berkembang konflik antara negeri bekas pecahan Uni Soviet tersebut dengan Amerika Serikat (AS). Misalnya, pemilihan umum (pemilu) parlemen yang berbuntut aksi protes meluas di Rusia berdampak buruk pada hubungan AS dengan Negeri Beruang Merah tersebut. Kemarin (8/12) Perdana Menteri (PM) Rusia Vladimir Putin secara terang-terangan menuding Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Hillary Rodham Clinton campur tangan dan memprovokasi atau memperkeruh situasi politik di negerinya.

“Dengan mengatakan bahwa pemilu parlemen (Rusia) diwarnai kecurangan, dia (Clinton) telah memberi sinyal positif kepada kubu oposisi untuk memprotes pemerintah,” kata Putin dalam pernyataan yang disiarkan melalui televisi tersebut. Karena merasa mendapat dukungan dari Deplu AS, ungkap dia, oposisi Rusia menjadi makin berani.
Dalam kesempatan tersebut, Putin juga menuduh Negeri Paman Sam mendanai aksi protes yang dilancarkan oposisi. Konon, Washington mengucurkan dana sampai ratusan juta dolar untuk memastikan aksi protes terhadap pemerintah Rusia itu terus berlangsung. Melalui kebijakan tersebut, tuding Putin, AS berusaha melemahkan sistem politik Rusia dan melengserkan rezim kuat yang kini berkuasa.

Kritik Putin itu menandai babak baru retaknya hubungan AS dan Rusia. Apalagi, pernyataan tersebut disampaikan bertepatan dengan peringatan ke-20 penandatanganan Kesepakatan Belovezh. Kesepakatan yang disahkan oleh Rusia, Ukraina, dan Belarusia pada 8 Desember 1991 tersebut menandai bubarnya Uni Soviet.

Kemarin Putin juga menyampaikan kekesalannya pada Clinton di hadapan partainya, All Russian Popular Front (ONF). Di depan para pendukungnya, pemimpin 59 tahun itu mengatakan bahwa sinyal positif Washington pada oposisi Rusia tersebut mengindikasikan ketakutan AS pada pemerintahannya. Karena itu, ungkap dia, Washington tak ingin Putin terus berkuasa.

“Kita adalah negara dengan kekuatan nuklir yang besar dan sampai sekarang pun masih bertahan pada posisi itu. Karena itu, rekan-rekan di luar sana gentar,” katanya di depan massa OMF, kendaraan politik Putin.
Putin menambahkan bahwa AS sengaja mencampuri krisis Rusia untuk menggertak pemerintahannya. Menurut dia, pemerintahan Presiden Barack Obama hanya ingin menegaskan kepada Rusia bahwa AS masih menjadi bos di mata dunia. Clinton mengirimkan sinyal dukungan pada oposisi.

“Mereka ingin kita merasakan dominasi mereka di dalam negeri dan memaksa kita patuh pada mereka,” lontar Putin di hadapan para pendukungnya. Karena itu, lanjut dia, tak heran jika AS mengucurkan bantuan ratusan juta dolar pada organisasi pengawas pemilu tertentu di Rusia. Salah satunya Golos. Bantuan finansial tersebut, disalurkan melalui USAID dan lembaga AS lain.

Sejumlah pengamat politik menganggap tudingan Putin terhadap Hillary itu sebagai hal yang serius. “Apa yang disampaikan Putin bisa menghilangkan, kesabaran AS bisa habis dan hubungan dua negara akan kembali ke titik yang paling buruk,” ujar Viktor Kremenyuk, analis politik yang juga wakil pimpinan Lembaga AS-Kanada. (ap/afp/hep/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/