26.7 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Little India Rusuh, Singapura Syok!

Kerusuhan terjadi di Singapura, Ambulans dan Mobil Polisi Dibakar
Kerusuhan terjadi di Singapura, Ambulans dan Mobil Polisi Dibakar

Kerusuhan pecah di Singapura. Api berkobar di kawasan Little India. Dikabarkan 18 orang terluka serta 5 mobil polisi dan 1 ambulans dibakar. Pada Senin (9/12) dilaporkan sekitar 27 orang asal Asia Selatan telah ditangkap pihak keamanan. Apa yang sebetulnya yang terjadi di negeri yang dikenal ‘surga belanja’ di Asia Tenggara ini?
TRAGEDI kerusuhan ini membuat publik di Negeri Singa syok alias terkejut. Pasalnya, ini kejadian terparah dan pertama
sejak peristiwa serupa terjadi tahun 1969 silam. Kerusuhan di tempat umum, sangat jarang terjadi di Singapura lantaran pengawasan yang sangat ketat dari pemerintahnya. Bahkan, negara ini disebut sebagai salah satu negara teraman di dunia.

Seperti dilansir AFP, kerusuhan yang melibatkan sekitar 400 orang tersebut diduga dipicu aksi spontan massa lantaran melihat kecelakaan maut yang merenggut nyawa pria 33 tahun asal Bangladesh. Mengutip Chanelnewsasia, kerusuhan terjadi di persimpangan Jalan Race Course dan Jalan Hamshire di Little India pada pukul 21.23 waktu setempat, Minggu (8/12).

PM Singapura Lee Hsien Loong menyatakan kejadian ini tak bisa ditoleransi lagi, meski kematian seorang anggota kelompok perusuh menjadi pemicunya. “Apapun kejadian yang memantik kerusuhan ini, tak ada pembenaran untuk kekerasan, perusakan, dan tindak kriminal,” kata Lee.

Rusuh yang terjadi di Little India ini pun membuka mata publik. Ada sesuatu yang terjadi di Singapura. Insiden ini juga memunculkan isu soal para pekerja asing. Para pekerja asal Asia Selatan ini bekerja di bidang konstruksi.

Kerusuhan ini juga menyebabkan munculnya serangan dan kritik bagi para pekerja asing di Singapura. Namun pihak pemerintah mementahkan itu dan meminta para pekerja asing tetap tenang.

Pemerintah Singapura tidak dapat mengelak bahwa negaranya sangat bergantung kepada tenaga kerja asing, khususnya buruh dari kawasan Asia Tenggara. Mereka umumnya bekerja di beberapa sektor seperti konstruksi
Komisioner Kepolisian Singapura Ng Joo Hee mengatakan kerusuhan berhasil dibubarkan oleh polisi dalam satu jam sejak polisi menerima laporan.

Setidaknya ada 18 orang terluka akibat kerusuhan ini. Mereka yang terluka termasuk sepuluh anggota polisi, empat staf pertahanan sipil, seorang sopir bus dan kondekturnya terluka akibat kejadian ini. Namun petugas setempat memastikan tak ada yang terluka serius.

Ng Joo Hee menambahkan, tak ada warga Singapura yang terlibat kerusuhan itu. Dia menilai aksi perusakan fasilitas dan melawan polisi bukanlah karakter tipikal orang Singapura. “Aksi kerusuhan dan perusakan fasilitas bukanlah cara orang Singapura,” kata Ng Joo Hee.

Kerusuhan ini merupakan yang pertama kali terjadi setelah kerusuhan rasial tahun 1969. Negara di yang terletak di sebelah timur Pulau Sumatera ini memang disokong oleh buruh migran. Buruh asal Asia Selatan mendominasi industri sektor konstruksi. Saat kerusuhan meletus Minggu malam saat para pekerja sedang berkumpul sambil berbelanja, makan malam dan minum.

Polisi menurunkan personel dari Special Operations Command dan Gurkha Contingent untuk mengendalikan situasi. Saat ini, situasi telah terkendali.

Polisi mengimbau masyarakat di sekitar area untuk tetap berada di dalam bangunan saat polisi berusaha menangani keadaan. Sebagian masyarakat lain juga diimbau untuk menjauh dari lokasi kerusuhan. Masyarakat juga disarankan untuk tetap tenang dan tak berspekulasi terkait insiden ini.

Wakil PM Singapura Teo Chee Hean mengatakan, “Ini adalah kejadian serius dan telah mengakibatkan luka-luka serta kerusakan fasilitas publik. Situasi saat ini telah aman terkendali. Polisi tak akan berusaha melakukan pendekatan kepada massa yang terlibat kerusuhan’.”
Sejak berdiri sebagai negara merdeka pada 9 Agustus 1965, penduduk Singapura didominasi oleh tiga jenis etnis, yaitu Melayu Malaysia, Cina, dan India. Selain ketiga etnis itu, Singapura juga dihuni oleh berbagai kaum minoritas Kaukasia, Eurasia, dan etnis Asia lainnya dari beragam suku.

Menurut laman resmi Pemerintah Singapura, yang beralamat di singapore.sg di tahun 2012 lalu, etnis Cina masih mendominasi populasi di Negeri Singa, yaitu mencapai 74,2 persen.

Etnis Melayu Malaysia berjumlah 13,3 persen, dan India berjumlah 9,2 persen. Total penduduk Singapura pada Juni 2013 menurut kantor berita Channel News Asia berjumlah 5,4 juta warga.

Padahal dulu sebelum berdiri menjadi sebuah Republik mandiri, Singapura masih menyatu dengan Malaysia. Saat itu Perdana Menteri Malaysia, Tuanku Abdul Rahman, memutuskan untuk mengeluarkan Singapura dari Federasi Malaysia. Salah satu keputusan yang melatarbelakangi langkah tersebut yakni, karena adanya konflik antar etnis yang masih menyelimuti kedua area.

Saat itu ketegangan antar ras semakin naik ketika etnis China Singapura merasa didiskriminasikan oleh polisi federal yang memberikan hak istimewa bagi etnis Melayu Malaysia di bawah pasal 153 UU Negeri Jiran.

Dalam pasal tersebut, Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong, disebut memiliki kewajiban untuk melindungi posisi khusus bagi etnis Malaysia. Posisi khusus tersebut bisa berlaku dalam pemberian layanan publik, beasiswa, dan pendidikan.

Memang sejak awal, pemerintah Singapura menyadari bahwa beragamnya komposisi penduduk yang bermukim di negaranya ibarat dua mata uang, yakni dapat memperkaya budaya Negeri Singa, namun di sisi lain, juga berpotensi menyulut konflik etnis seperti yang terjadi pada 1964 silam.

Pada Juli dan September tahun itu terjadi beberapa kerusuhan antara etnis Cina dan Melayu Malaysia. Kejadian pertama bermula pada tanggal 21 Juli ketika warga etnis Melayu tengah menunaikan hari kelahiran Nabi Muhammad.

Kala itu sekitar 25 ribu warga etnis Melayu Malaysia berkumpul di daerah Padang, Singapura. Tiba-tiba di saat yang sama tatkala kelompok itu sedang menggelar long march dari Padang menuju area Geylang, mereka dicemooh dan dilempari benda-benda keras seperti botol oleh etnis Cina.

Polisi meminta kelompok etnis Melayu Malaysia yang sempat memisahkan diri karena menghindari lemparan kembali ke dalam barisan. Justru sebaliknya massa yang marah menyerang polisi. Kerusuhan pun tak terelakkan pada pukul 17.00 waktu setempat.

Di hari itu dilaporkan sebanyak 23 orang tewas dan 454 lainnya terluka. Pemerintah sempat memberlakukan jam malam hingga pukul 06.00 keesokan harinya.

Kerusuhan di bulan September terjadi pada tanggal 3. Kali ini dipicu seorang pengendara becak dari etnis Melayu Malaysia yang ditemukan tewas di kawasan Geylang Serai. Pelaku diyakini merupakan kelompok etnis Cina. Dalam aksi kerusuhan ini tercatat 13 orang tewas dan 106 orang lainnya mengalami luka-luka. (val/bbs)

Kerusuhan terjadi di Singapura, Ambulans dan Mobil Polisi Dibakar
Kerusuhan terjadi di Singapura, Ambulans dan Mobil Polisi Dibakar

Kerusuhan pecah di Singapura. Api berkobar di kawasan Little India. Dikabarkan 18 orang terluka serta 5 mobil polisi dan 1 ambulans dibakar. Pada Senin (9/12) dilaporkan sekitar 27 orang asal Asia Selatan telah ditangkap pihak keamanan. Apa yang sebetulnya yang terjadi di negeri yang dikenal ‘surga belanja’ di Asia Tenggara ini?
TRAGEDI kerusuhan ini membuat publik di Negeri Singa syok alias terkejut. Pasalnya, ini kejadian terparah dan pertama
sejak peristiwa serupa terjadi tahun 1969 silam. Kerusuhan di tempat umum, sangat jarang terjadi di Singapura lantaran pengawasan yang sangat ketat dari pemerintahnya. Bahkan, negara ini disebut sebagai salah satu negara teraman di dunia.

Seperti dilansir AFP, kerusuhan yang melibatkan sekitar 400 orang tersebut diduga dipicu aksi spontan massa lantaran melihat kecelakaan maut yang merenggut nyawa pria 33 tahun asal Bangladesh. Mengutip Chanelnewsasia, kerusuhan terjadi di persimpangan Jalan Race Course dan Jalan Hamshire di Little India pada pukul 21.23 waktu setempat, Minggu (8/12).

PM Singapura Lee Hsien Loong menyatakan kejadian ini tak bisa ditoleransi lagi, meski kematian seorang anggota kelompok perusuh menjadi pemicunya. “Apapun kejadian yang memantik kerusuhan ini, tak ada pembenaran untuk kekerasan, perusakan, dan tindak kriminal,” kata Lee.

Rusuh yang terjadi di Little India ini pun membuka mata publik. Ada sesuatu yang terjadi di Singapura. Insiden ini juga memunculkan isu soal para pekerja asing. Para pekerja asal Asia Selatan ini bekerja di bidang konstruksi.

Kerusuhan ini juga menyebabkan munculnya serangan dan kritik bagi para pekerja asing di Singapura. Namun pihak pemerintah mementahkan itu dan meminta para pekerja asing tetap tenang.

Pemerintah Singapura tidak dapat mengelak bahwa negaranya sangat bergantung kepada tenaga kerja asing, khususnya buruh dari kawasan Asia Tenggara. Mereka umumnya bekerja di beberapa sektor seperti konstruksi
Komisioner Kepolisian Singapura Ng Joo Hee mengatakan kerusuhan berhasil dibubarkan oleh polisi dalam satu jam sejak polisi menerima laporan.

Setidaknya ada 18 orang terluka akibat kerusuhan ini. Mereka yang terluka termasuk sepuluh anggota polisi, empat staf pertahanan sipil, seorang sopir bus dan kondekturnya terluka akibat kejadian ini. Namun petugas setempat memastikan tak ada yang terluka serius.

Ng Joo Hee menambahkan, tak ada warga Singapura yang terlibat kerusuhan itu. Dia menilai aksi perusakan fasilitas dan melawan polisi bukanlah karakter tipikal orang Singapura. “Aksi kerusuhan dan perusakan fasilitas bukanlah cara orang Singapura,” kata Ng Joo Hee.

Kerusuhan ini merupakan yang pertama kali terjadi setelah kerusuhan rasial tahun 1969. Negara di yang terletak di sebelah timur Pulau Sumatera ini memang disokong oleh buruh migran. Buruh asal Asia Selatan mendominasi industri sektor konstruksi. Saat kerusuhan meletus Minggu malam saat para pekerja sedang berkumpul sambil berbelanja, makan malam dan minum.

Polisi menurunkan personel dari Special Operations Command dan Gurkha Contingent untuk mengendalikan situasi. Saat ini, situasi telah terkendali.

Polisi mengimbau masyarakat di sekitar area untuk tetap berada di dalam bangunan saat polisi berusaha menangani keadaan. Sebagian masyarakat lain juga diimbau untuk menjauh dari lokasi kerusuhan. Masyarakat juga disarankan untuk tetap tenang dan tak berspekulasi terkait insiden ini.

Wakil PM Singapura Teo Chee Hean mengatakan, “Ini adalah kejadian serius dan telah mengakibatkan luka-luka serta kerusakan fasilitas publik. Situasi saat ini telah aman terkendali. Polisi tak akan berusaha melakukan pendekatan kepada massa yang terlibat kerusuhan’.”
Sejak berdiri sebagai negara merdeka pada 9 Agustus 1965, penduduk Singapura didominasi oleh tiga jenis etnis, yaitu Melayu Malaysia, Cina, dan India. Selain ketiga etnis itu, Singapura juga dihuni oleh berbagai kaum minoritas Kaukasia, Eurasia, dan etnis Asia lainnya dari beragam suku.

Menurut laman resmi Pemerintah Singapura, yang beralamat di singapore.sg di tahun 2012 lalu, etnis Cina masih mendominasi populasi di Negeri Singa, yaitu mencapai 74,2 persen.

Etnis Melayu Malaysia berjumlah 13,3 persen, dan India berjumlah 9,2 persen. Total penduduk Singapura pada Juni 2013 menurut kantor berita Channel News Asia berjumlah 5,4 juta warga.

Padahal dulu sebelum berdiri menjadi sebuah Republik mandiri, Singapura masih menyatu dengan Malaysia. Saat itu Perdana Menteri Malaysia, Tuanku Abdul Rahman, memutuskan untuk mengeluarkan Singapura dari Federasi Malaysia. Salah satu keputusan yang melatarbelakangi langkah tersebut yakni, karena adanya konflik antar etnis yang masih menyelimuti kedua area.

Saat itu ketegangan antar ras semakin naik ketika etnis China Singapura merasa didiskriminasikan oleh polisi federal yang memberikan hak istimewa bagi etnis Melayu Malaysia di bawah pasal 153 UU Negeri Jiran.

Dalam pasal tersebut, Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong, disebut memiliki kewajiban untuk melindungi posisi khusus bagi etnis Malaysia. Posisi khusus tersebut bisa berlaku dalam pemberian layanan publik, beasiswa, dan pendidikan.

Memang sejak awal, pemerintah Singapura menyadari bahwa beragamnya komposisi penduduk yang bermukim di negaranya ibarat dua mata uang, yakni dapat memperkaya budaya Negeri Singa, namun di sisi lain, juga berpotensi menyulut konflik etnis seperti yang terjadi pada 1964 silam.

Pada Juli dan September tahun itu terjadi beberapa kerusuhan antara etnis Cina dan Melayu Malaysia. Kejadian pertama bermula pada tanggal 21 Juli ketika warga etnis Melayu tengah menunaikan hari kelahiran Nabi Muhammad.

Kala itu sekitar 25 ribu warga etnis Melayu Malaysia berkumpul di daerah Padang, Singapura. Tiba-tiba di saat yang sama tatkala kelompok itu sedang menggelar long march dari Padang menuju area Geylang, mereka dicemooh dan dilempari benda-benda keras seperti botol oleh etnis Cina.

Polisi meminta kelompok etnis Melayu Malaysia yang sempat memisahkan diri karena menghindari lemparan kembali ke dalam barisan. Justru sebaliknya massa yang marah menyerang polisi. Kerusuhan pun tak terelakkan pada pukul 17.00 waktu setempat.

Di hari itu dilaporkan sebanyak 23 orang tewas dan 454 lainnya terluka. Pemerintah sempat memberlakukan jam malam hingga pukul 06.00 keesokan harinya.

Kerusuhan di bulan September terjadi pada tanggal 3. Kali ini dipicu seorang pengendara becak dari etnis Melayu Malaysia yang ditemukan tewas di kawasan Geylang Serai. Pelaku diyakini merupakan kelompok etnis Cina. Dalam aksi kerusuhan ini tercatat 13 orang tewas dan 106 orang lainnya mengalami luka-luka. (val/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/