26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

129 WNI di Palestina-Israel Enggan Dievakuasi

GAZA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengungkap, sebanyak 129 warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Palestina dan Israel enggan dievakuasi oleh pemerintah Indonesia. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha mengatakan, 129 WNI ini berada di Tepi Barat, Yerusalem, serta Tel Aviv.

Menurut Judha, para WNI tak mau pulang ke Tanah Air karena merasa aman di wilayah-wilayah tersebut. “Dari 133 WNI, hanya 4 yang ingin meninggalkan (wilayah Palestina dan Israel yang ditinggali). Karena mereka merasa aman,” kata Judha dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jumat (13/10).

Judha menuturkan, berdasarkan catatan per Kamis (12/10) malam, WNI di Palestina dan Israel ada sebanyak 143 orang, yang tersebar mulai dari Gaza, Arrava, Beer Sheba, Yerusalem, Nahariya, hingga Tel Aviv. Sebanyak 10 orang di antaranya berada di Gaza, wilayah konflik utama dan paling rentan.

Terkait para WNI yang enggan pulang ini, Judha menjelaskan, mereka umumnya bekerja maupun berkeluarga di sana. Judha pun menyampaikan, pemerintah Indonesia tak memaksa jika memang WNI memilih untuk tetap tinggal di sana.

“Kami tidak bisa memaksakan, pilihan terakhir dikembalikan kepada masing-masing WNI. Tugas kami adalah memberikan informasi mengenai penilaian situasi keamanan, tapi pilihan dikembalikan kepada masing-masing,” kata Judha.

Menurut Judha, para WNI ini pun terus melakukan kontak dengan perwakilan RI. Semua WNI di wilayah konflik itu dalam keadaan baik.

Sementara empat WNI yang ingin kembali ke Tanah Air, sudah dievakuasi dan tiba di Yordania pada Kamis (12/10) kemarin. “Empat WNI tersebut saat ini telah aman dan selamat berada di wilayah Yordania setelah melakukan perjalanan darat sekitar dua jam melalui perbatasan Jordan River Crossing atau Sheikh Hussein,” ungkap Judha.

Menurutnya, Kemlu dan bersama Perwakilan RI masih terus mengupayakan evakuasi 10 WNI di Gaza. Judha lantas meminta doa kepada rakyat Indonesia agar evakuasi itu berjalan lancar dan para WNI serta tim bisa memasuki wilayah Yordania dengan selamat.

Dijelaskannya, evakuasi WNI dari jalur darat akan melalui Yordania dan Mesir. Sementara itu, pemulangan orang Indonesia via udara akan melalui penerbangan komersial menuju negara ketiga.

Sementara menurut keterangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebanyak 12 staf dan personel mereka tewas dalam serangan udara Israel ke Jalur Gaza. “UNRWA (Badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat) telah kehilangan 12 personelnya sejak 7 Oktober,” ujar juru bicara Stephae Dujarric kepada wartawan seperti dilansir JawaPos.co dari Antara.

Secara terpisah, badan itu juga menulis pada X, bahwa sangat menyedihkan memastikan kematian mereka. “Kami berduka atas kehilangan ini dan merasakan kesedihan bersama kolega dan keluarga. Staf PBB dan warga sipil harus dilindungi setiap saat,” tulis mereka.

Dujarric mencatat, ada lebih dari 338 ribu warga yang mengungsi. Itu meningkat 30 persen dalam 24 jam terakhir.

Dia menambahkan, dua pertiga dari mereka yang mengungsi mencari perlindungan di sekolah-sekolah yang dijalankan oleh UNRWA. “Badan Pemulihan dan Pekerjaan PBB mengatakan hampir 218 ribu orang pengungsi internal berlindung di 92 sekolah di seluruh kawasan Jalur Gaza,” papar Stephae Dujarric.

“Di Gaza, lebih dari 2.500 unit hancur, rusak parah dan tidak dapat dihuni sementara hampir 23 ribu lainnya mengalami kerusakan sedang hingga kecil,” tambah dia.

Setidaknya 88 fasilitas pendidikan terkena gempuran, termasuk 18 sekolah UNRWA, dimana dua di antaranya digunakan sebagai penampungan darurat bagi orang-orang yang mengungsi, serta 70 sekolah milik Otoritas Palestina.

 

Blokade Total Israel ke Gaza Berisiko Besar

Sebelumnya, Direktur Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Timur Dekat dan Tengah, Fabrizio Carboni merasa risau dengan blokade total yang kini diberlakukan Israel ke Gaza. Seluruh aliran listrik, air bersih, suplai gas, dan makanan ditutup. “Tanpa listrik, rumah sakit berisiko menjadi kamar mayat,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera.

“Bayi baru lahir yang berada di inkubator dan pasien lanjut usia yang butuh oksigen berada dalam risiko. Dialisis ginjal berhenti dan rontgen tidak dapat dilakukan,” terangnya.

Situasi kian pelik karena Israel menjatuhkan bom secara membabi buta. Menyasar permukiman penduduk, rumah sakit, sekolah, bahkan kamp pengungsian. Imbasnya, korban luka maupun tewas terus berdatangan ke rumah sakit. Generator yang kini beroperasi mungkin tidak akan mampu bertahan lama.

Serangan Hamas seharusnya bisa diprediksi. Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR AS Michael McCaul sudah menginformasikan pada Israel beberapa hari sebelum serangan terjadi. Namun, memang tidak jelas level serangannya bakal seberapa besar. Namun, informasi itu tidak ditanggapi serius oleh Israel.

Kemarin (12/10), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebar leaflet di Beit Lahia yang meminta penduduk berlindung. Sebab, mereka akan membombardir area tersebut. Yang jadi masalah, tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza. Lebih dari 338 ribu penduduk Gaza kini kehilangan tempat tinggal. “Listrik tidak akan dinyalakan, hidran air tidak akan dibuka, dan truk bahan bakar tidak boleh masuk sampai korban penculikan bebas,” bunyi unggahan Menteri Energi Israel, Katz di akun media sosialnya.

Ada lebih dari 150 tawanan yang kini di tangan Hamas. Korban jiwa di Israel mencapai 1.300 orang dan lebih dari 3 ribu lainnya luka. Sedangkan di Gaza, 1.354 orang tewas dan 6.050 lainnya luka-luka.

Blokade total Gaza dikritik banyak pihak. Termasuk Uni Eropa (UE). Jubir Komisi UE Peter Stano menegaskan, Israel berhak membela diri. Namun, berdasar Undang-undang Kemanusiaan Internasional, penduduk Gaza berhak atas makanan, air bersih, dan obat-obatan. Selama ini, semua bantuan untuk Gaza harus lewat Israel atau Mesir.

Sementara itu, Lektor Kepala Studi Pembangunan Internasional di Roskilde University Somdeep Sen mengungkapkan, pendudukan Israel selama bertahun-tahun di Palestina menjadi pemicu serangan Hamas. Menurut dia, Hamas memiliki hak untuk menyerang Israel. Hukum internasional melarang negara melakukan pendudukan militer apa pun, betapa pun sementaranya.

Resolusi Majelis Umum PBB 37/43 juga menegaskan kembali bahwa orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan dan pembebasan dari pemerintahan kolonial mempunyai hak untuk melakukannya dengan segala cara yang tersedia, termasuk perjuangan bersenjata. “Dengan kata lain, Operasi Banjir Al-Aqsa merupakan bagian dari perjuangan bersenjata Palestina yang diprovokasi oleh pendudukan dan kolonialisme Israel,” ujarnya. (bbs/jpg/adz)

 

GAZA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengungkap, sebanyak 129 warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Palestina dan Israel enggan dievakuasi oleh pemerintah Indonesia. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha mengatakan, 129 WNI ini berada di Tepi Barat, Yerusalem, serta Tel Aviv.

Menurut Judha, para WNI tak mau pulang ke Tanah Air karena merasa aman di wilayah-wilayah tersebut. “Dari 133 WNI, hanya 4 yang ingin meninggalkan (wilayah Palestina dan Israel yang ditinggali). Karena mereka merasa aman,” kata Judha dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jumat (13/10).

Judha menuturkan, berdasarkan catatan per Kamis (12/10) malam, WNI di Palestina dan Israel ada sebanyak 143 orang, yang tersebar mulai dari Gaza, Arrava, Beer Sheba, Yerusalem, Nahariya, hingga Tel Aviv. Sebanyak 10 orang di antaranya berada di Gaza, wilayah konflik utama dan paling rentan.

Terkait para WNI yang enggan pulang ini, Judha menjelaskan, mereka umumnya bekerja maupun berkeluarga di sana. Judha pun menyampaikan, pemerintah Indonesia tak memaksa jika memang WNI memilih untuk tetap tinggal di sana.

“Kami tidak bisa memaksakan, pilihan terakhir dikembalikan kepada masing-masing WNI. Tugas kami adalah memberikan informasi mengenai penilaian situasi keamanan, tapi pilihan dikembalikan kepada masing-masing,” kata Judha.

Menurut Judha, para WNI ini pun terus melakukan kontak dengan perwakilan RI. Semua WNI di wilayah konflik itu dalam keadaan baik.

Sementara empat WNI yang ingin kembali ke Tanah Air, sudah dievakuasi dan tiba di Yordania pada Kamis (12/10) kemarin. “Empat WNI tersebut saat ini telah aman dan selamat berada di wilayah Yordania setelah melakukan perjalanan darat sekitar dua jam melalui perbatasan Jordan River Crossing atau Sheikh Hussein,” ungkap Judha.

Menurutnya, Kemlu dan bersama Perwakilan RI masih terus mengupayakan evakuasi 10 WNI di Gaza. Judha lantas meminta doa kepada rakyat Indonesia agar evakuasi itu berjalan lancar dan para WNI serta tim bisa memasuki wilayah Yordania dengan selamat.

Dijelaskannya, evakuasi WNI dari jalur darat akan melalui Yordania dan Mesir. Sementara itu, pemulangan orang Indonesia via udara akan melalui penerbangan komersial menuju negara ketiga.

Sementara menurut keterangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebanyak 12 staf dan personel mereka tewas dalam serangan udara Israel ke Jalur Gaza. “UNRWA (Badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat) telah kehilangan 12 personelnya sejak 7 Oktober,” ujar juru bicara Stephae Dujarric kepada wartawan seperti dilansir JawaPos.co dari Antara.

Secara terpisah, badan itu juga menulis pada X, bahwa sangat menyedihkan memastikan kematian mereka. “Kami berduka atas kehilangan ini dan merasakan kesedihan bersama kolega dan keluarga. Staf PBB dan warga sipil harus dilindungi setiap saat,” tulis mereka.

Dujarric mencatat, ada lebih dari 338 ribu warga yang mengungsi. Itu meningkat 30 persen dalam 24 jam terakhir.

Dia menambahkan, dua pertiga dari mereka yang mengungsi mencari perlindungan di sekolah-sekolah yang dijalankan oleh UNRWA. “Badan Pemulihan dan Pekerjaan PBB mengatakan hampir 218 ribu orang pengungsi internal berlindung di 92 sekolah di seluruh kawasan Jalur Gaza,” papar Stephae Dujarric.

“Di Gaza, lebih dari 2.500 unit hancur, rusak parah dan tidak dapat dihuni sementara hampir 23 ribu lainnya mengalami kerusakan sedang hingga kecil,” tambah dia.

Setidaknya 88 fasilitas pendidikan terkena gempuran, termasuk 18 sekolah UNRWA, dimana dua di antaranya digunakan sebagai penampungan darurat bagi orang-orang yang mengungsi, serta 70 sekolah milik Otoritas Palestina.

 

Blokade Total Israel ke Gaza Berisiko Besar

Sebelumnya, Direktur Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Timur Dekat dan Tengah, Fabrizio Carboni merasa risau dengan blokade total yang kini diberlakukan Israel ke Gaza. Seluruh aliran listrik, air bersih, suplai gas, dan makanan ditutup. “Tanpa listrik, rumah sakit berisiko menjadi kamar mayat,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera.

“Bayi baru lahir yang berada di inkubator dan pasien lanjut usia yang butuh oksigen berada dalam risiko. Dialisis ginjal berhenti dan rontgen tidak dapat dilakukan,” terangnya.

Situasi kian pelik karena Israel menjatuhkan bom secara membabi buta. Menyasar permukiman penduduk, rumah sakit, sekolah, bahkan kamp pengungsian. Imbasnya, korban luka maupun tewas terus berdatangan ke rumah sakit. Generator yang kini beroperasi mungkin tidak akan mampu bertahan lama.

Serangan Hamas seharusnya bisa diprediksi. Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR AS Michael McCaul sudah menginformasikan pada Israel beberapa hari sebelum serangan terjadi. Namun, memang tidak jelas level serangannya bakal seberapa besar. Namun, informasi itu tidak ditanggapi serius oleh Israel.

Kemarin (12/10), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebar leaflet di Beit Lahia yang meminta penduduk berlindung. Sebab, mereka akan membombardir area tersebut. Yang jadi masalah, tidak ada tempat yang benar-benar aman di Gaza. Lebih dari 338 ribu penduduk Gaza kini kehilangan tempat tinggal. “Listrik tidak akan dinyalakan, hidran air tidak akan dibuka, dan truk bahan bakar tidak boleh masuk sampai korban penculikan bebas,” bunyi unggahan Menteri Energi Israel, Katz di akun media sosialnya.

Ada lebih dari 150 tawanan yang kini di tangan Hamas. Korban jiwa di Israel mencapai 1.300 orang dan lebih dari 3 ribu lainnya luka. Sedangkan di Gaza, 1.354 orang tewas dan 6.050 lainnya luka-luka.

Blokade total Gaza dikritik banyak pihak. Termasuk Uni Eropa (UE). Jubir Komisi UE Peter Stano menegaskan, Israel berhak membela diri. Namun, berdasar Undang-undang Kemanusiaan Internasional, penduduk Gaza berhak atas makanan, air bersih, dan obat-obatan. Selama ini, semua bantuan untuk Gaza harus lewat Israel atau Mesir.

Sementara itu, Lektor Kepala Studi Pembangunan Internasional di Roskilde University Somdeep Sen mengungkapkan, pendudukan Israel selama bertahun-tahun di Palestina menjadi pemicu serangan Hamas. Menurut dia, Hamas memiliki hak untuk menyerang Israel. Hukum internasional melarang negara melakukan pendudukan militer apa pun, betapa pun sementaranya.

Resolusi Majelis Umum PBB 37/43 juga menegaskan kembali bahwa orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan dan pembebasan dari pemerintahan kolonial mempunyai hak untuk melakukannya dengan segala cara yang tersedia, termasuk perjuangan bersenjata. “Dengan kata lain, Operasi Banjir Al-Aqsa merupakan bagian dari perjuangan bersenjata Palestina yang diprovokasi oleh pendudukan dan kolonialisme Israel,” ujarnya. (bbs/jpg/adz)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/