31.7 C
Medan
Sunday, May 26, 2024

12 Orang Tewas Lagi di Aksi Jumat Amarah

KAIRO- Situasi di Mesir semakin panas. Ratusan korban tewas tidak mampu mendorong pihak Ikhwanul Muslimin dan angkatan bersenjata Mesir untuk berdamai.

TRAGEDI: Seorang lelaki mencium kening saudaranya, pendukung Ikhwanul Muslimin,   tewas  Masjid El Eyman  Kairo saat aksi menentang intervensi militer. //Amr Abdallah Dalsh/reuters
TRAGEDI: Seorang lelaki mencium kening saudaranya, pendukung Ikhwanul Muslimin, yang tewas di Masjid El Eyman di Kairo saat aksi menentang intervensi militer. //Amr Abdallah Dalsh/reuters

Setidaknya selusin orang tewas dalam bentrokan teranyar di Mesir saat demonstran anti kudeta kembali ke jalan-jalan untuk menuntut berakhirnya rezim yang dipimpin militer pada Jumat (16/8).

Dalam laporannya, kantor berita Reuters seperti dikutip Al Jazeera, menyebut delapan pengunjuk rasa telah terbunuh di kota Damietta, dan empat lainnya terbunuh dalam bentrokan dengan pihak keamanan Mesir di kota Ismailia, timur laut Kairo.

Laporan ini muncul saat kerumunan warga memenuhi jalan-jalan di sekujur Mesir untuk memenuhi ajakan Ikhwanul Muslimin yang disebut sebagai, “ Hari Kemarahan”, menyusul tewasnya ratusan demonstran pada 14 Agustus 2013. Saat itu polisi membubarkan aksi para pendukung presiden terguling Mohamed Mursi.

Dalam laporan itu juga disebutkan adanya suara letusan senjata api dan bentrokan di Ramses Square dan jembatan 6 Oktober di Kairo.

Seorang demonstran, Ahmad Tohami kepada Al Jazeera mengatakan, “Ada darah di jalanan” saat polisi menembak ke arah demonstran di sekitar jembatan 6 Oktober Kairo. Gas air mata dan peluru, kata Ahmad Tohami, ditembakkan polisi pada demonstran.

“Pria tua, perempuan muda, perempuan tua, diserang. Anak-anak di sini di jembatan-kami di serang, tak ada jalan keluar. Ratusan dari ribuan orang demonstran ada di jembatan. Mereka menyerang kami dari depan, mereka menyerang kami dari belakang. Kami tak bisa kemana-mana,” kata dia saat ditelepon Al Jazeera.

Pada Kamis (15/8), aksi penyerangan terhadap dua kamp demonstran pro-presiden terguling, Muhammad Mursi, menewaskan 623 orang dan menyebabkan ribuan orang terluka. Insiden tersebut merupakan kali ketiga aparat keamanan melakukan pembunuhan massal sejak lengsernya Mursi.

Seiring memanasnya situasi keamanan di Mesir, diperoleh informasi, sekitar 300 mahasiswa asal Sumut yang berada di Mesir tak terkena imbas dari konflik antar-pro Mursi dengan militer.

Anggota DPRD Sumut, M Nuh menyampaikan kondisi kedua anaknya yang kuliah di Kairo sampai hari ini masih baik-baik saja. Bahkan, dirinya menyampaikan belum ada rencana untuk memboyong kedua anaknya pulang ke tanah air.

“Rabu malam lalu (14/8) terakhir saya komunikasi dengan kedua anak saya via ‘skype’. Mereka masih dalam kondisi baik-baik saja bahkan masih diperbolehkan untuk keluar rumah,” ujarnya.

Menurut dia, konflik yang terjadi saat ini masih biasa saja walaupun telah memakan ratusan korban. Pasalnya konflik tidak hanya terjadi antara pendukung Muhammad Mursi dan militer tidak sampai merembet ke masyarakat lainnya. Apalagi toko-toko masih buka sehingga kebutuhan dari masyarakat masih dapat terpenuhi.

“Masih aman menurut informasi kedua anak saya. Kebutuhan mereka sehari-hari masih ada yang menjual. Tidak sampai seperti dua tahun lalu sampai mahasiswa harus mengungsi,” ujarnya.

Menurut Nuh, kedua anaknya yakni Zunairah dan Hudzaifah, saat ini tengah masa libur kuliah sehingga tak perlu sering ke luar rumah. Begitupun ada sebagian rekan anaknya yang memilih berlibur kembali pulang ke Indonesia.

“Saya berkoordinasi terus dengan pihak KBRI agar dapat memantau perkembangan terakhir di Mesir,” ujarnya.

Di lain pihak, tragedi pembantaian demonstran oleh militer Mesir mendapat tanggapan dari warga Medan yang pernah menempuh pendidikan di negeri Piramid tersebut. “Kejadian di Mesir adalah penistaan terhadap demokrasi dan menjadi catatan hitam karena terjadinya pembantaian manusia,” tukas anggota DPRD Medan, Muslim Maksum Yusuf, Lc  kepada Sumut Pos, Jumat (16/8).

Berdasarkan pengalamannya selama kuliah di Universitas Al Azhar Kairo, Muslim melihat masyarakat Mesir adalah warga yang ramah dan damai. “Hanya karena demokrasi, pihak yang kalah pada Pemilihan Presiden lalu tidak puas dan melakukan kudeta sehingga Mesir bergejolak,” ungkapnya.

Caleg DPR RI ini menganalisis gejolak muncul lantaran kekuatan militer dipakai sebagai senjata  untuk menghabisi pihak yang menang. Akibatnya, rakyat menjadi sengsara dan jauhnya korban meninggal dunia. “Permasalahan ini akan selesai jika pucuk pimpinan di Mesir tersebut dikembalikan kepada pemenang Pilpres,” ungkapnya. (dil/mag-5/dek)

KAIRO- Situasi di Mesir semakin panas. Ratusan korban tewas tidak mampu mendorong pihak Ikhwanul Muslimin dan angkatan bersenjata Mesir untuk berdamai.

TRAGEDI: Seorang lelaki mencium kening saudaranya, pendukung Ikhwanul Muslimin,   tewas  Masjid El Eyman  Kairo saat aksi menentang intervensi militer. //Amr Abdallah Dalsh/reuters
TRAGEDI: Seorang lelaki mencium kening saudaranya, pendukung Ikhwanul Muslimin, yang tewas di Masjid El Eyman di Kairo saat aksi menentang intervensi militer. //Amr Abdallah Dalsh/reuters

Setidaknya selusin orang tewas dalam bentrokan teranyar di Mesir saat demonstran anti kudeta kembali ke jalan-jalan untuk menuntut berakhirnya rezim yang dipimpin militer pada Jumat (16/8).

Dalam laporannya, kantor berita Reuters seperti dikutip Al Jazeera, menyebut delapan pengunjuk rasa telah terbunuh di kota Damietta, dan empat lainnya terbunuh dalam bentrokan dengan pihak keamanan Mesir di kota Ismailia, timur laut Kairo.

Laporan ini muncul saat kerumunan warga memenuhi jalan-jalan di sekujur Mesir untuk memenuhi ajakan Ikhwanul Muslimin yang disebut sebagai, “ Hari Kemarahan”, menyusul tewasnya ratusan demonstran pada 14 Agustus 2013. Saat itu polisi membubarkan aksi para pendukung presiden terguling Mohamed Mursi.

Dalam laporan itu juga disebutkan adanya suara letusan senjata api dan bentrokan di Ramses Square dan jembatan 6 Oktober di Kairo.

Seorang demonstran, Ahmad Tohami kepada Al Jazeera mengatakan, “Ada darah di jalanan” saat polisi menembak ke arah demonstran di sekitar jembatan 6 Oktober Kairo. Gas air mata dan peluru, kata Ahmad Tohami, ditembakkan polisi pada demonstran.

“Pria tua, perempuan muda, perempuan tua, diserang. Anak-anak di sini di jembatan-kami di serang, tak ada jalan keluar. Ratusan dari ribuan orang demonstran ada di jembatan. Mereka menyerang kami dari depan, mereka menyerang kami dari belakang. Kami tak bisa kemana-mana,” kata dia saat ditelepon Al Jazeera.

Pada Kamis (15/8), aksi penyerangan terhadap dua kamp demonstran pro-presiden terguling, Muhammad Mursi, menewaskan 623 orang dan menyebabkan ribuan orang terluka. Insiden tersebut merupakan kali ketiga aparat keamanan melakukan pembunuhan massal sejak lengsernya Mursi.

Seiring memanasnya situasi keamanan di Mesir, diperoleh informasi, sekitar 300 mahasiswa asal Sumut yang berada di Mesir tak terkena imbas dari konflik antar-pro Mursi dengan militer.

Anggota DPRD Sumut, M Nuh menyampaikan kondisi kedua anaknya yang kuliah di Kairo sampai hari ini masih baik-baik saja. Bahkan, dirinya menyampaikan belum ada rencana untuk memboyong kedua anaknya pulang ke tanah air.

“Rabu malam lalu (14/8) terakhir saya komunikasi dengan kedua anak saya via ‘skype’. Mereka masih dalam kondisi baik-baik saja bahkan masih diperbolehkan untuk keluar rumah,” ujarnya.

Menurut dia, konflik yang terjadi saat ini masih biasa saja walaupun telah memakan ratusan korban. Pasalnya konflik tidak hanya terjadi antara pendukung Muhammad Mursi dan militer tidak sampai merembet ke masyarakat lainnya. Apalagi toko-toko masih buka sehingga kebutuhan dari masyarakat masih dapat terpenuhi.

“Masih aman menurut informasi kedua anak saya. Kebutuhan mereka sehari-hari masih ada yang menjual. Tidak sampai seperti dua tahun lalu sampai mahasiswa harus mengungsi,” ujarnya.

Menurut Nuh, kedua anaknya yakni Zunairah dan Hudzaifah, saat ini tengah masa libur kuliah sehingga tak perlu sering ke luar rumah. Begitupun ada sebagian rekan anaknya yang memilih berlibur kembali pulang ke Indonesia.

“Saya berkoordinasi terus dengan pihak KBRI agar dapat memantau perkembangan terakhir di Mesir,” ujarnya.

Di lain pihak, tragedi pembantaian demonstran oleh militer Mesir mendapat tanggapan dari warga Medan yang pernah menempuh pendidikan di negeri Piramid tersebut. “Kejadian di Mesir adalah penistaan terhadap demokrasi dan menjadi catatan hitam karena terjadinya pembantaian manusia,” tukas anggota DPRD Medan, Muslim Maksum Yusuf, Lc  kepada Sumut Pos, Jumat (16/8).

Berdasarkan pengalamannya selama kuliah di Universitas Al Azhar Kairo, Muslim melihat masyarakat Mesir adalah warga yang ramah dan damai. “Hanya karena demokrasi, pihak yang kalah pada Pemilihan Presiden lalu tidak puas dan melakukan kudeta sehingga Mesir bergejolak,” ungkapnya.

Caleg DPR RI ini menganalisis gejolak muncul lantaran kekuatan militer dipakai sebagai senjata  untuk menghabisi pihak yang menang. Akibatnya, rakyat menjadi sengsara dan jauhnya korban meninggal dunia. “Permasalahan ini akan selesai jika pucuk pimpinan di Mesir tersebut dikembalikan kepada pemenang Pilpres,” ungkapnya. (dil/mag-5/dek)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/