30 C
Medan
Tuesday, April 30, 2024

Pilih Hukuman Mati atau Uni Eropa

AFP PHOTO / Gürcan OZTURK Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) berbicara di dekat rumahnya di Istanbul pada 16 Juli 2016, setelah pihak berwenang Turki merebut kembali kendali bandara Ataturk. Erdogan mendesak Turki tetap di jalan-jalan pada 16 Juli 2016, setelah kudeta spektakuler oleh tentaranya yang digambarkan sebagai "noda hitam" demokrasi Turki. Yildirim mengatakan, 161 orang tewas pada malam kudeta itu dan 1.440 terluka.
AFP PHOTO / Gürcan OZTURK
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) berbicara di dekat rumahnya di Istanbul pada 16 Juli 2016, setelah pihak berwenang Turki merebut kembali kendali bandara Ataturk. Erdogan mendesak Turki tetap di jalan-jalan pada 16 Juli 2016, setelah kudeta spektakuler oleh tentaranya yang digambarkan sebagai “noda hitam” demokrasi Turki. Yildirim mengatakan, 161 orang tewas pada malam kudeta itu dan 1.440 terluka.

ISTANBUL, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Turki menghadapi dilema. Turki harus memilih masuk Uni Eropa (UE) atau menerapkan hukuman mati kepada para terduga kudeta. Ankara tidak bisa memilih keduanya. Sebab, UE bakal menolak keinginan Turki untuk bergabung jika negara itu kembali menerapkan hukuman mati. Padahal, negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan tersebut ingin sekali menjadi anggota UE.

”Biar saya pertegas, tidak ada negara yang bisa menjadi anggota UE jika memberlakukan hukuman mati,” tegas Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini, Senin (18/7). Wacana penerapan kembali hukuman mati dilontarkan oleh Erdogan sehari sebelumnya, saat berpidato di hadapan pendukungnya.

Hukuman mati memang sebelumnya ada di Turki. Namun, sejak 1984, tidak ada pelaku kejahatan yang dieksekusi. Saat Turki menyatakan keinginan untuk bergabung dengan UE pada 2004, hukuman itu dihapus.

Saat Turki diguncang kudeta, banyak pihak yang bersimpati dan mendukung Erdogan untuk mengungkap semuanya. Namun, begitu Turki melakukan operasi bersih-bersih pascakudeta, banyak pihak yang khawatir. Sebab, ada kemungkinan momen itu digunakan Erdogan untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya.

Bukan hanya penangkapan masif itu yang membuat banyak pihak khawatir. Foto-foto perlakuan kurang manusiawi terhadap para terduga kudeta tersebut juga beredar luas. Termasuk di antaranya foto puluhan orang yang dikumpulkan di kandang kuda dengan hanya mengenakan boxer plus tangan diikat.

”Kami salah satu yang menegaskan bahwa aturan hukum yang ada saat ini di negara tersebut harus dilindungi,” tegas Mogherini. Menteri luar negeri negara-negara anggota UE kemarin bertemu di Brussels. Mayoritas yang mereka bahas adalah kudeta di Turki. Beberapa petinggi UE menduga Erdogan sudah menyiapkan daftar orang-orang yang akan ditangkap sebelum kudeta berlangsung.

”Daftar orang yang harus ditangkap sudah langsung ada sesaat setelah kejadian (kudeta gagal, Red). Ini mengindikasikan bahwa daftar tersebut telah dipersiapkan dan pada momen tertentu akan langsung digunakan,” tegas Komisioner Urusan Penambahan Anggota UE Johannes Hahn.

Pernyatan Hahn itu menguatkan dugaan bahwa kudeta di Turki hanyalah panggung sandiwara untuk membenarkan aksi penangkapan lawan-lawan politik Erdogan. Menurut mantan pejabat militer Turki yang mengetahui detik-detik kudeta Jumat (15/7), sebenarnya pelaku memiliki peluang besar jika ingin menghabisi Erdogan. Saat itu Erdogan berada dalam perjalanan dari resor Marmaris menuju Istanbul.

”Setidaknya ada dua pesawat F-16 yang mengganggu pesawat yang ditumpangi Erdogan saat berada di udara dengan rute ke Istanbul. Mereka mengunci radar pesawatnya (Erdogan, Red) dan dua pesawat F-16 lain yang bertugas mengawal Erdogan. Kenapa mereka tidak menembak (pesawat Erdogan, Red) itu masih menjadi misteri,” terangnya.

Pernyataan tersebut bukan isapan jempol belaka. Sebab, setelah kudeta, dua pejabat tinggi Turki mengonfirmasikan bahwa pesawat jet yang ditumpangi Erdogan memang sempat diganggu dua jet tempur F-16 milik pelaku kudeta. Namun, Erdogan berhasil selamat. Keduanya tidak menjelaskan bagaimana pesawat Erdogan bisa lolos. Proses lolosnya Perdana Menteri Binali Yildirim dari usaha penangkapan oleh pasukan kudeta juga masih buram.

Yildirim tentu saja langsung menampik tuduhan berbagai pihak bahwa pemerintah Turki sendiri yang merencanakan drama kudeta tersebut. Menurut dia, pemerintah Turki memiliki dokumen yang menjelaskan secara detail plot kudeta tersebut. Termasuk, siapa yang mengisi posisi menteri-menteri, kepala militer sementara, dan beberapa jabatan lain. Dia menegaskan bahwa penyelidikan yang terkait dengan kudeta itu masih berlangsung.

Terlepas dari kudeta sesungguhnya ataukah hanya drama, masyarakat masih ketakutan dengan kejadian tersebut. Ancaman serangan membuat seluruh gedung parlemen Turki kemarin dievakuasi. Gerbang dan semua akses ke parlemen ditutup. ”Ancaman serangan. Mengosongkan gedung parlemen,” tulis legislator Partai Demokratik Ziya Pir. Untung, ancaman tersebut ternyata palsu. (AFP/Reuters/Daily Star/CNN/sha/c11/any)

AFP PHOTO / Gürcan OZTURK Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) berbicara di dekat rumahnya di Istanbul pada 16 Juli 2016, setelah pihak berwenang Turki merebut kembali kendali bandara Ataturk. Erdogan mendesak Turki tetap di jalan-jalan pada 16 Juli 2016, setelah kudeta spektakuler oleh tentaranya yang digambarkan sebagai "noda hitam" demokrasi Turki. Yildirim mengatakan, 161 orang tewas pada malam kudeta itu dan 1.440 terluka.
AFP PHOTO / Gürcan OZTURK
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) berbicara di dekat rumahnya di Istanbul pada 16 Juli 2016, setelah pihak berwenang Turki merebut kembali kendali bandara Ataturk. Erdogan mendesak Turki tetap di jalan-jalan pada 16 Juli 2016, setelah kudeta spektakuler oleh tentaranya yang digambarkan sebagai “noda hitam” demokrasi Turki. Yildirim mengatakan, 161 orang tewas pada malam kudeta itu dan 1.440 terluka.

ISTANBUL, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Turki menghadapi dilema. Turki harus memilih masuk Uni Eropa (UE) atau menerapkan hukuman mati kepada para terduga kudeta. Ankara tidak bisa memilih keduanya. Sebab, UE bakal menolak keinginan Turki untuk bergabung jika negara itu kembali menerapkan hukuman mati. Padahal, negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan tersebut ingin sekali menjadi anggota UE.

”Biar saya pertegas, tidak ada negara yang bisa menjadi anggota UE jika memberlakukan hukuman mati,” tegas Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini, Senin (18/7). Wacana penerapan kembali hukuman mati dilontarkan oleh Erdogan sehari sebelumnya, saat berpidato di hadapan pendukungnya.

Hukuman mati memang sebelumnya ada di Turki. Namun, sejak 1984, tidak ada pelaku kejahatan yang dieksekusi. Saat Turki menyatakan keinginan untuk bergabung dengan UE pada 2004, hukuman itu dihapus.

Saat Turki diguncang kudeta, banyak pihak yang bersimpati dan mendukung Erdogan untuk mengungkap semuanya. Namun, begitu Turki melakukan operasi bersih-bersih pascakudeta, banyak pihak yang khawatir. Sebab, ada kemungkinan momen itu digunakan Erdogan untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya.

Bukan hanya penangkapan masif itu yang membuat banyak pihak khawatir. Foto-foto perlakuan kurang manusiawi terhadap para terduga kudeta tersebut juga beredar luas. Termasuk di antaranya foto puluhan orang yang dikumpulkan di kandang kuda dengan hanya mengenakan boxer plus tangan diikat.

”Kami salah satu yang menegaskan bahwa aturan hukum yang ada saat ini di negara tersebut harus dilindungi,” tegas Mogherini. Menteri luar negeri negara-negara anggota UE kemarin bertemu di Brussels. Mayoritas yang mereka bahas adalah kudeta di Turki. Beberapa petinggi UE menduga Erdogan sudah menyiapkan daftar orang-orang yang akan ditangkap sebelum kudeta berlangsung.

”Daftar orang yang harus ditangkap sudah langsung ada sesaat setelah kejadian (kudeta gagal, Red). Ini mengindikasikan bahwa daftar tersebut telah dipersiapkan dan pada momen tertentu akan langsung digunakan,” tegas Komisioner Urusan Penambahan Anggota UE Johannes Hahn.

Pernyatan Hahn itu menguatkan dugaan bahwa kudeta di Turki hanyalah panggung sandiwara untuk membenarkan aksi penangkapan lawan-lawan politik Erdogan. Menurut mantan pejabat militer Turki yang mengetahui detik-detik kudeta Jumat (15/7), sebenarnya pelaku memiliki peluang besar jika ingin menghabisi Erdogan. Saat itu Erdogan berada dalam perjalanan dari resor Marmaris menuju Istanbul.

”Setidaknya ada dua pesawat F-16 yang mengganggu pesawat yang ditumpangi Erdogan saat berada di udara dengan rute ke Istanbul. Mereka mengunci radar pesawatnya (Erdogan, Red) dan dua pesawat F-16 lain yang bertugas mengawal Erdogan. Kenapa mereka tidak menembak (pesawat Erdogan, Red) itu masih menjadi misteri,” terangnya.

Pernyataan tersebut bukan isapan jempol belaka. Sebab, setelah kudeta, dua pejabat tinggi Turki mengonfirmasikan bahwa pesawat jet yang ditumpangi Erdogan memang sempat diganggu dua jet tempur F-16 milik pelaku kudeta. Namun, Erdogan berhasil selamat. Keduanya tidak menjelaskan bagaimana pesawat Erdogan bisa lolos. Proses lolosnya Perdana Menteri Binali Yildirim dari usaha penangkapan oleh pasukan kudeta juga masih buram.

Yildirim tentu saja langsung menampik tuduhan berbagai pihak bahwa pemerintah Turki sendiri yang merencanakan drama kudeta tersebut. Menurut dia, pemerintah Turki memiliki dokumen yang menjelaskan secara detail plot kudeta tersebut. Termasuk, siapa yang mengisi posisi menteri-menteri, kepala militer sementara, dan beberapa jabatan lain. Dia menegaskan bahwa penyelidikan yang terkait dengan kudeta itu masih berlangsung.

Terlepas dari kudeta sesungguhnya ataukah hanya drama, masyarakat masih ketakutan dengan kejadian tersebut. Ancaman serangan membuat seluruh gedung parlemen Turki kemarin dievakuasi. Gerbang dan semua akses ke parlemen ditutup. ”Ancaman serangan. Mengosongkan gedung parlemen,” tulis legislator Partai Demokratik Ziya Pir. Untung, ancaman tersebut ternyata palsu. (AFP/Reuters/Daily Star/CNN/sha/c11/any)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/