Kali ini alot. Akhirnya Zhang “hanya” menerima tebusan sekitar Rp 1,2 triliun. Padahal Zhang harus menyembunyikannya selama enam hari.
Target berikutnya: menculik raja judi Macau, Stanley Ho.
Tapi Zhang tetap harus membebaskan temannya dari penjara.
Dia sudah berhasil membeli bom. Dari pasar gelap di Macao. Dia simpan di bawah tanah di sebuah tempat parkir truk kontainer.
Zhang harus bisa membebaskan temannya. Tidak sampai setahun setelah menculik Walter Kwok, dia merencanakan menculik kepala pemerintahan Hongkong, Anson Chan. Dengan tebusan membebaskan temannya.
Tapi dia lupa saat itu Hongkong sudah berada di bawah pemerintahan komunis Tiongkok. Yang tidak kenal ampun.
Penculikan gagal. Zhang melarikan diri ke daratan Tiongkok. Ke Guangdong, daerah kelahirannya. Dengan nama palsu. Dengan menyogok banyak aparat. Zhang merasa aman. Sudah begitu banyak pejabat yang dia amankan.
Tapi pemerintah pusat Tiongkok mengerahkan polisi dari pusat. Yang tidak ada hubungan dengan uang gangster.
Zhang pun ditangkap. Tiongkok tidak peduli locus delikti. Biar pun kejahatannya dilakukan di Hongkong tetap saja diadili di Guangzhou.
Ahli-ahli hukum pada protes. Tiongkong bergeming.
Polisi Tiongkok juga menggunakan banyak kejahatan Zhang di daratan sebagai alasan. Misalnya pelanggaran perbatasan.
Setahun kemudian, Oktober 1998, Zhang diadili.
Hari pertama pengadilan Zhang sudah langsung mengakui semua-semua-semuanya. Bulan berikutnya vonis dijatuhkan: hukuman mati. Bulan berikutnya Zhang dieksekusi.
Kini Zhang Ziqiang (Cheung Tze-keung) sudah almarhum. Yip masih di penjara. Li Ka-shing pensiun. Victor Li jadi chairman Cheung Kong Group.
Sejak itu tidak pernah lagi ada berita gangster merampok di Hongkong. (dis)