26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Ratu Elizabeth Pemimpin Monarki Tertua

Ratu Elizabeth dan Raja Abdullah. Dengan mangkatnya Raja Abdullah, Ratu Elizabeth menjadi penguasa paling sepuh di dunia saat ini.
Ratu Elizabeth dan Raja Abdullah. Dengan mangkatnya Raja Abdullah, Ratu Elizabeth menjadi pemimpin monarki paling sepuh di dunia saat ini.

SUMUTPOS.CO – Setelah Raja Abdullah bin Abdulaziz Al Saud mangkat, Ratu Elizabeth menjadi pemimpin monarki paling sepuh di dunia. April nanti, ibunda Pangeran Charles itu akan berusia 89 tahun. Dia adalah salah satu dari delapan pemimpin monarki tertua di dunia. Termasuk, Raja Thailand Bhumibol Adulyadej yang kini berusia 87 tahun dan Kaisar Jepang Akihito yang usianya 81 tahun.

Dari segi usia, Elizabeth boleh menjadi yang tertua. Tapi, tentang kepemimpinan, dia tidak bisa mengalahkan Bhumibol yang sudah memimpin monarki sejak berusia 18 tahun. Nenek Pangeran William dan Pangeran Harry itu baru saja merayakan tahun ke-62 takhtanya. Sedangkan, Bhumibol bakal 69 tahun duduk di singgasana Kerajaan Thailand pada Juni nanti.

“Raja yang paling lama bertakhta adalah Sobhuza II dari Swaziland. Dia bertakhta selama 82 tahun dari 1899 sampai 1982,” terang The Independent. Tapi, kabarnya, Raja Firaun Pepi II lah yang paling lama berkuasa. Pemimpin Mesir yang menjadi raja sejak usia enam tahun itu diberitakan duduk di tampuk kekuasaan selama 94 tahun sebelum wafat. Menurut para sejarawan, Pepi II hanya memerintah selama 64 tahun.

Tidak seperti Abdullah, Elizabeth nyaris tidak memiliki kuasa apapun dalam pemerintahan. Gelar ratu yang dia sandang hanya menjadikan istri Pangeran Phillip itu sebagai sosok yang dihormati oleh para penguasa. Tapi, dia tidak berhak ikut mengambil kebijakan atau mengatur pemerintahan seperti Abdullah. Posisi yang sama berlaku bagi Bhumibol dan Akihito.

Terlalu lama bertakhta membuat figur seorang raja atau ratu terlalu lekat dengan rakyatnya. Bhumibol, misalnya. Bagi rakyat Thailand, kata raja sangat identik dengan Bhumibol. Mereka begitu menghormati sang raja sampai media pun jarang memberitakan sosok lain di Kerajaan Thailand. Fenomena semacam itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi penggantinya kelak.

Tidak hanya membuat rakyat terlena, pemimpin yang terlalu lama berkuasa juga akan menimbulkan masalah dalam pemerintahan. Abdullah, misalnya. Saat dia wafat pada usia 90 tahun, muncul Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud yang bertahta. Transisi berjalan mulus. Tapi, usia Salman saat menjabat raja pun sudah tidak muda lagi. Saudara tiri Abdullah itu berusia 79 tahun.

Selain melahirkan pemimpin lain yang juga tua, monarki biasanya juga menciptakan raja atau ratu yang tidak lagi memiliki kesehatan prima, alias sakit-sakitan. Salman yang sebelumnya bergelar putra mahkota, naik tahta dengan segenap kelemahan fisiknya. Dia menderita dementia yang identik dengan pikun. Maka, dia membutuhkan para pendamping dan penasihat yang bisa dipercaya. (thetelegraph/theindependent/h ep/ami)

Ratu Elizabeth dan Raja Abdullah. Dengan mangkatnya Raja Abdullah, Ratu Elizabeth menjadi penguasa paling sepuh di dunia saat ini.
Ratu Elizabeth dan Raja Abdullah. Dengan mangkatnya Raja Abdullah, Ratu Elizabeth menjadi pemimpin monarki paling sepuh di dunia saat ini.

SUMUTPOS.CO – Setelah Raja Abdullah bin Abdulaziz Al Saud mangkat, Ratu Elizabeth menjadi pemimpin monarki paling sepuh di dunia. April nanti, ibunda Pangeran Charles itu akan berusia 89 tahun. Dia adalah salah satu dari delapan pemimpin monarki tertua di dunia. Termasuk, Raja Thailand Bhumibol Adulyadej yang kini berusia 87 tahun dan Kaisar Jepang Akihito yang usianya 81 tahun.

Dari segi usia, Elizabeth boleh menjadi yang tertua. Tapi, tentang kepemimpinan, dia tidak bisa mengalahkan Bhumibol yang sudah memimpin monarki sejak berusia 18 tahun. Nenek Pangeran William dan Pangeran Harry itu baru saja merayakan tahun ke-62 takhtanya. Sedangkan, Bhumibol bakal 69 tahun duduk di singgasana Kerajaan Thailand pada Juni nanti.

“Raja yang paling lama bertakhta adalah Sobhuza II dari Swaziland. Dia bertakhta selama 82 tahun dari 1899 sampai 1982,” terang The Independent. Tapi, kabarnya, Raja Firaun Pepi II lah yang paling lama berkuasa. Pemimpin Mesir yang menjadi raja sejak usia enam tahun itu diberitakan duduk di tampuk kekuasaan selama 94 tahun sebelum wafat. Menurut para sejarawan, Pepi II hanya memerintah selama 64 tahun.

Tidak seperti Abdullah, Elizabeth nyaris tidak memiliki kuasa apapun dalam pemerintahan. Gelar ratu yang dia sandang hanya menjadikan istri Pangeran Phillip itu sebagai sosok yang dihormati oleh para penguasa. Tapi, dia tidak berhak ikut mengambil kebijakan atau mengatur pemerintahan seperti Abdullah. Posisi yang sama berlaku bagi Bhumibol dan Akihito.

Terlalu lama bertakhta membuat figur seorang raja atau ratu terlalu lekat dengan rakyatnya. Bhumibol, misalnya. Bagi rakyat Thailand, kata raja sangat identik dengan Bhumibol. Mereka begitu menghormati sang raja sampai media pun jarang memberitakan sosok lain di Kerajaan Thailand. Fenomena semacam itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi penggantinya kelak.

Tidak hanya membuat rakyat terlena, pemimpin yang terlalu lama berkuasa juga akan menimbulkan masalah dalam pemerintahan. Abdullah, misalnya. Saat dia wafat pada usia 90 tahun, muncul Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud yang bertahta. Transisi berjalan mulus. Tapi, usia Salman saat menjabat raja pun sudah tidak muda lagi. Saudara tiri Abdullah itu berusia 79 tahun.

Selain melahirkan pemimpin lain yang juga tua, monarki biasanya juga menciptakan raja atau ratu yang tidak lagi memiliki kesehatan prima, alias sakit-sakitan. Salman yang sebelumnya bergelar putra mahkota, naik tahta dengan segenap kelemahan fisiknya. Dia menderita dementia yang identik dengan pikun. Maka, dia membutuhkan para pendamping dan penasihat yang bisa dipercaya. (thetelegraph/theindependent/h ep/ami)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/