JERUSALEM, SUMUTPOS.CO – Umat Islam tidak bisa lagi berkunjung ke Masjidil Aqsa. Mulai Selasa (24/10), pemerintah Israel menutup seluruh pintu menuju kompleks yang dikenal dengan nama al-Haram al-Sharif tersebut. Kebijakan itupun menambah ketegangan lantaran dilakukan di tengah Israel terus membombardir Jalur Gaza.
Departemen Wakaf Islam, lembaga wakaf Muslim yang bertanggung jawab atas kompleks Masjidil Aqsa, mengungkapkan, polisi Israel tiba-tiba tanpa pemberitahuan langsung menutup semua gerbang. Umat muslim dari segala usia dilarang masuk.
Kebijakan demikian itu bukan kali pertama. Pada kasus sebelumnya, anak-anak dan warga lanjut usia (lansia) masih diperbolehkan masuk ke Masjidil Aqsa. ’’Ini pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir umat muslim dilarang masuk sepenuhnya,’’ bunyi laporan Middle East Monitor.
Di saat bersamaan dengan larangan tersebut, polisi Israel justru mengizinkan orang-orang Yahudi fanatik untuk masuk, berjalan-jalan di dalamnya, dan mengadakan ritual keagamaan dengan bebas. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap status quo di Masjidil Aqsa, yang menyatakan bahwa itu adalah tempat peribadatan Muslim.
Berdasarkan perjanjian yang mengatur situs tersebut, non-Muslim diperbolehkan untuk berkunjung. Namun, hanya umat Muslim yang dapat beribadah di dalam kompleks yang terletak di Kota Tua Jerusalem tersebut. Status quo masjid yang merupakan situs suci ketiga umat Islam itu telah lama menjadi titik konflik Israel-Palestina.
Warga Yahudi menganggap, kompleks Al-Aqsa adalah situs tersuci dalam Yudaisme, yang dikenal sebagai Temple Mount. Mereka yakin, Temple Mount berada di bawah Masjidil Aqsa.
Status situs keagamaan di Jerusalem masih menjadi isu kontroversial dalam konflik Israel-Palestina. Sebab, jika Palestina menjadi negara sendiri, Jerusalem Timur bakal dijadikan sebagai ibu kota. Di dalamnya ada kompleks Masjidil Aqsa tersebut.
Negara-negara di Timur Tengah, termasuk Mesir, Yaman, Jordania, dan negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), sudah sering mengecam kekerasan oleh ekstremis Israel di kompleks suci Al Aqsa. Tapi, kecaman itu umumnya tidak digubris Israel.
Pada Rabu (25/10) pagi, puluhan pemukim Israel menyerbu kompleks Masjid Al Aqsa di wilayah pendudukan Jerusalem Timur dengan pengawalan ketat polisi Israel, menurut sumber setempat.
Dilansir JawaPos.com (grup Sumut Pos) dari Antara, seorang saksi mata mengungkapkan, gerombolan pemukim memasuki Masjid Al Aqsa. Mereka berkeliling masjid sambil melakukan aksi provokasi, mendengarkan penjelasan yang diduga tentang Kuil Yahudi dan menggelar ritual Talmud di dekat Kubah Batu.
Insiden terbaru itu menambah ketegangan yang sedang berlangsung di sekitar Masjid Al Aqsa, situs paling suci ketiga bagi umat Islam. Aksi terobos para pemukim Israel kerap menuai kecaman dari pejabat Palestina dan otoritas agama.
Wakaf Islam, otoritas yang bertanggung jawab atas situs tersebut, berulang kali menyerukan intervensi internasional untuk mencegah serangan semacam itu yang dianggap sebagai tantangan langsung terhadap status quo situs suci tersebut sekaligus penghinaan terhadap muslim di seluruh dunia.
Sejak 2003, otoritas pendudukan Israel telah memperbolehkan pemukim Yahudi Israel masuk ke kompleks hampir setiap hari, kecuali hari Jumat. Israel menduduki Jerusalem Timur, yang merupakan lokasi dari masjid Al-Aqsa, selama Perang Enam Hari pada 1967 dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui komunitas internasional.
Masjid Al Aqsa hampir setiap hari menjadi sasaran serangan pemukim Israel, kecuali Sabtu dan Minggu. Mereka berupaya untuk sementara membagi masjid antara umat Islam dan Yahudi.
Sementara itu, pesawat tempur Israel membombardir masjid di Kota Gaza pada Rabu (25/10) pagi, menurut TV Al Aqsa. “Pesawat milik Israel menyerang Masjid Hattin di Jalan Al-Jalaa,” kata laporan televisi tersebut tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Serangan terbaru itu menambah jumlah masjid yang hancur akibat agresi Israel di Jalur Gaza menjadi 33 masjid. Hingga kini, Israel terus-terusan menggempur Gaza setelah kelompok perjuangan Palestina, Hamas, melancarkan serangan mendadak pada 7 Oktober.
Akibatnya, penduduk di kantong Palestina itu terkepung total dan tidak mendapat akses ke makanan, bahan bakar, dan obat-obatan. Hampir 7.200 orang tewas, termasuk sedikitnya 5.791 warga Palestina dan 1.400 orang Israel, dalam konflik yang berlangsung sejak 7 Oktober itu. (sha/hud/jpg/adz)