25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Buruh dan Warga Dibenturkan

Sengketa Lahan di Sumut Terus Berlanjut

Penyelesaian sengketa tanah di Sumut masih jauh panggang dari api. Banyak peristiwa kerusuhan terjadi di berbagai belahan tanah Sumut. Pihak warga terus berjuang, di sisi lain pihak perusahaan menggunakan buruh atau pekerjanya untuk menghalau perjuangan masyarakat.

Itulah sebab, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyesalkan terjadinya aksi unjuk rasa ribuan buruh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 di depan kantor Gubernur Sumut, Medan, Rabu (13/6). Deputi Sekjen KPA, Iwan Nurdin, mengatakan, cara seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Justru, katanya, malah bisa memunculkan situasi ketegangan antara buruh PTPN 2 dengan warga petani di sekitar lahan yang dipersoalkan.

Iwan juga menilai, aksi buruh itu sengaja digerakkan oleh pihak perusahaan PTPN 2. Dikatakan, cara seperti itu sudah sering dilakukan PTPN, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumsel. “Seringkali buruh dibenturkan dengan masyarakat. Malah bukan menyelesaikan masalah, tapi justru menambah ketegangan,” ujar Iwan kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, aksi massa ribuan buruh PTPN 2, mendesak Pemprovsu cepat menyelesaikan sengketa lahan.  Iwan mengingatkan Plt Gubernur Sumut untuk mengambil tindakan, agar ketegangan tidak berubah menjadi konflik terbuka antara buruh dengan warga. Pasalnya, dari sisi kepentingan buruh, mereka bisa saja merasa terancam lapangan kerjanya lantaran ada ribuan hektar lahan PTPN 2 yang menurut versi mereka, digarap secara liar oleh warga.

Sedang di sisi warga, mereka bakal tetap bertahan karena merasa punya hak atas tanah itu, berdasarkan surat kepemilikan tanah, atau dengan dalih itu dulunya tanah adat masyarakat sejak jaman pendudukan Belanda.

Dijelaskan Iwan, Pemprov bersama BPN punya kewenangan untuk menyelesaikan persoalan lahan ini. Pemprov harus cepat melakukan verifikasi ulang lahan-lahan yang diklaim masyarakat. Bila sudah terdata, penyelesaiannya bisa lewat jalur politis.
Cara politis yang dimaksud, terhadap area yang berpotensi menjadi sumber konflik dan warga tak punya bukti kuat atas kepemilikan lahan dimaksud, maka lahan harus diserahkan ke PTPN 2. Hanya saja, PTPN 2 harus didorong untuk melaksanakan program Corporate Social Responsibilty (CSR) secara benar.

Sementara, untuk area yang warga sudah punya dasar kuat, harus didorong agar bisa terbangun program kemitraan. Meski lahan diolah warga, tapi produksinya tetap dipasok ke PTPN 2. “Sehingga ketegangan bisa terjembatani. Sementara, kalau hanya mengandalkan aspek hukum tak akan mampu menyelesaikan persoalan secara berkeadilan. Jika area (yang disengketakan, Red) diserahkan ke warga, maka akan ada problem serapan tenaga kerja. Jika diserahkan ke perusahaan, belum tentu bisa digarap juga karena toh bahan lahan yang tak tergarap,” urai Iwan, yang juga menjadi tim penyelesaian konflik lahan yang dibentuk Setwapres itu.

Kemarin, ribuan massa yang merupakan karyawan Serikat Pekerja (SP) Merdeka PTPN 2 dari Deliserdang dan Langkat, juga menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Diponegoro Medan, sekira pukul 09.00 WIB pagi.

Aksi tersebut merupakan klimaks dari keresahan para karyawan, dikarenakan maraknya aksi penjarahan dan penyerobotan lahan produktif di kebu-kebun di wilayah PTPN 2. Nurhidayatullah Siregar, Koordinator Lapangan SP Merdeka PTPN II, menuntut agar Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, bertanggung jawab atas pesoalan itu.  “Kami sudah terusik,” ujarnya.

5 Pendemo Pingsan

Di hari yang sama, ratusan massa yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Reforma Agraria (SekBer RA), menduduki Jalan Imam Bonjol Medan.
Dalam aksi kemarin, dua pengunjuk rasa dari Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) Padang Lawas, Risma br Nainggolan (35) dan H Silitonga (32), pingsan saat melakukan aksi mogok makan dan jahit mulut. Keduanya pingsan setelah tidak makanan selama 8 hari.  Koordinator aksi Sugiono mengatakan,  total korban yang  pingsan selama melakukan aksi berjumlah 5 orang. (sam/ari)

Kesepakatan BPN Sumut dan PTPN 2

  1. Penanganan dan penyelasaian masalah tanah HGU PTPN 2 tanah bekas HGU PTPN 2 ditujukan untuk pengamanan aset negara, dengan ketentuan PTPN 2 bersungguh-sungguh untuk menjaga asetnya dan Kanwil BPN Sumut bertindak mengawasinya.
  2. Terhadap areal yang diberikan/diperpanjang HGU-nya, dilakukan pengukuran kadastral dan hasilnya dilukiskan dalam peta pendaftaran yang merupakan revisi peta pendaftaran tahun 1997 serta ditindaklanjuti dengan pemasangan tanda batas di lapangan.
  3. Terhadap tanah yang diberikan HGU dan di lapangan, penggunaannya untuk kantor, perumahan karyawan dan bangunan perusahaan, PTPN 2 dapat memohonkan Hak Guna Bangunan.
  4. Terhadap areal yang telah diberikan/diperpanjang HGU-nya dan telah diterbitkan sertifikat serta telah dikuasai oleh PTPN 2, agar diusahai dengan baik oleh PTPN 2 dan dijaga dari upaya penggarapan rakyat.
  5. Terhadap areal yang telah diberikan/diperpanjang HGU-nya tetapi digarap oleh rakyat, agar diselesaikan secara hukum oleh PTPN 2.
  6. Terhadap areal yang dikeluarkan HGU tetapi masih dikuasai oleh PTPN 2, diteliti kembali alasan pengeluarannya oleh tim B Plus dan status haknya ditentukan kemudian. Juga dilakukan pengukuran di lapangan yang hasilnya berupa peta situasi.
  7. Pelaksanaan pengukuran dilakukan pada bulan Mei pada seluruh areal yang diberikan/diperpanjang HGU-nya maupun yang dikeluarkan dari HGU, dilakukan secara bersama-sama petugas oleh PTPN 2 yang besarnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2002.
  8. Pihak PTPN 2 aktif dalam memberikan keterangan/data secara rinci dan benar pada waktu pelaksanaan pengukuran kadastral ataupun identifikasi khususnya tentang penguasaan fisik di lapangan. Sehingga data yang diperoleh dapat berguna untuk penyelesaian dan pengamanan aset negara.
  9. Terhadap areal kebun yang berbeda luas dalam sertifikat dengan luas di lapangan, akan dilakukan revisi sesuai dengan luas hasil pengukuran kadastral, contohnya Kebun Kuala Bingei-2.
  10. Terhadap areal kebun yang dipinjam pakai kepada pihak ketiga, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku tidak dibolehkan dan dapat menyebabkan hapusnya HGU, oleh karena itu apabila tidak dimungkinkan lagi untuk dikuasai seperti telah digunakan untuk fasilitas umum, dikeluarkan dari HGU. Sedang yang masih bisa dikuasai agar dikembalikan statusnya ke dalam HGU.
  11. Terhadap areal kebun yang belum disertifikatkan karena belum jelas dan tegas batas administrasinya maupun batas Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RUTRWK), agar segera dilakukan rapat koordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota, misalnya Kebun Tunggurono, Kebun Bekala, Kebun Batang Kuis/Sena, Kebun Binjai Estate, Kebun Bandar Klippa 3.
  12. BPN bersama-sama dengan PTPN 2 melakukan inventarisasi aset-aset PTPN 2, di Kota Medan dan Binjai dan hasilnya dimuat dalam Berita Acara.
  13. Areal dan Bangunan PTPN 2 yang belum memiliki sertifikat segera dimohonkan hak atas tanahnya.
  14. BPN bersedia memberikan keterangan atau dokumen yang diperlukan penyidik kepolisian atau kejaksaan dan di depan hakim, apabila ada permasalahan hukum atas tanah HGB dan HGU PTPN 2.
  15. Terhadap masalah yang bersifat kasuistik, penangananya dilakukan secara khusus
  • a. Sertifikat Kebun Helvetia yang obyeknya terpisah-pisah pada empat lokasi, akan dipecah menjadi empat sertifikat.
  • b. Areal kebun yang masih merupakan aset tetapi belum diberikan HGU-nya, agar dimohonkan haknya dengan menyelesaikan terlebih dahulu permasalahan yang ada di atasnya. Seperti, Kebun Limau Mungkur (telah ada putusan MARI yang memenangkan PTPN 2), Kebun Bekala dan Kebun Gohor Lama.
  • c. Kebun Medan Estate/Kampus LPP akan diterbitkan HGU-nya setelah dilakukan pengukuran dan bersih dari tuntutan/garapan.
  • d. Kebun Kualanamu yang diberikan/diperpanjang HGU-nya (setelah dikeluarkan areal yang dilepaskan untuk Bandara Kualanamu seluas 655 Hektare dan dilakukan pengukuran kadastral), dapat diterbitkan sertifikat HGU-nya dan disesuaikan lebih dahulu RUTRWK Kabupaten Deli Serdang.
  • e. Kebun Melati terdapat areal seluas 22 hektare yang dikeluarkan dari HGU yang akan digunakan perluasan Kecamatan Perbaungan (untuk pembentukan Kecamatan Pegajahan), tetapi belum diplot dalam peta, akan diplot setelah diterbutkan Perda RUTRWK-nya.

Sumber: MoU BPN Sumut dengan PTPN 2, 23-24 April 2007, yang ditandatangani Kepala BPN Sumut Elfachri Budiman dan Dirut PTPN 2 Bhatara Moeda Nasution.

 

 

Sengketa Lahan di Sumut Terus Berlanjut

Penyelesaian sengketa tanah di Sumut masih jauh panggang dari api. Banyak peristiwa kerusuhan terjadi di berbagai belahan tanah Sumut. Pihak warga terus berjuang, di sisi lain pihak perusahaan menggunakan buruh atau pekerjanya untuk menghalau perjuangan masyarakat.

Itulah sebab, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyesalkan terjadinya aksi unjuk rasa ribuan buruh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 di depan kantor Gubernur Sumut, Medan, Rabu (13/6). Deputi Sekjen KPA, Iwan Nurdin, mengatakan, cara seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Justru, katanya, malah bisa memunculkan situasi ketegangan antara buruh PTPN 2 dengan warga petani di sekitar lahan yang dipersoalkan.

Iwan juga menilai, aksi buruh itu sengaja digerakkan oleh pihak perusahaan PTPN 2. Dikatakan, cara seperti itu sudah sering dilakukan PTPN, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumsel. “Seringkali buruh dibenturkan dengan masyarakat. Malah bukan menyelesaikan masalah, tapi justru menambah ketegangan,” ujar Iwan kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, aksi massa ribuan buruh PTPN 2, mendesak Pemprovsu cepat menyelesaikan sengketa lahan.  Iwan mengingatkan Plt Gubernur Sumut untuk mengambil tindakan, agar ketegangan tidak berubah menjadi konflik terbuka antara buruh dengan warga. Pasalnya, dari sisi kepentingan buruh, mereka bisa saja merasa terancam lapangan kerjanya lantaran ada ribuan hektar lahan PTPN 2 yang menurut versi mereka, digarap secara liar oleh warga.

Sedang di sisi warga, mereka bakal tetap bertahan karena merasa punya hak atas tanah itu, berdasarkan surat kepemilikan tanah, atau dengan dalih itu dulunya tanah adat masyarakat sejak jaman pendudukan Belanda.

Dijelaskan Iwan, Pemprov bersama BPN punya kewenangan untuk menyelesaikan persoalan lahan ini. Pemprov harus cepat melakukan verifikasi ulang lahan-lahan yang diklaim masyarakat. Bila sudah terdata, penyelesaiannya bisa lewat jalur politis.
Cara politis yang dimaksud, terhadap area yang berpotensi menjadi sumber konflik dan warga tak punya bukti kuat atas kepemilikan lahan dimaksud, maka lahan harus diserahkan ke PTPN 2. Hanya saja, PTPN 2 harus didorong untuk melaksanakan program Corporate Social Responsibilty (CSR) secara benar.

Sementara, untuk area yang warga sudah punya dasar kuat, harus didorong agar bisa terbangun program kemitraan. Meski lahan diolah warga, tapi produksinya tetap dipasok ke PTPN 2. “Sehingga ketegangan bisa terjembatani. Sementara, kalau hanya mengandalkan aspek hukum tak akan mampu menyelesaikan persoalan secara berkeadilan. Jika area (yang disengketakan, Red) diserahkan ke warga, maka akan ada problem serapan tenaga kerja. Jika diserahkan ke perusahaan, belum tentu bisa digarap juga karena toh bahan lahan yang tak tergarap,” urai Iwan, yang juga menjadi tim penyelesaian konflik lahan yang dibentuk Setwapres itu.

Kemarin, ribuan massa yang merupakan karyawan Serikat Pekerja (SP) Merdeka PTPN 2 dari Deliserdang dan Langkat, juga menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Diponegoro Medan, sekira pukul 09.00 WIB pagi.

Aksi tersebut merupakan klimaks dari keresahan para karyawan, dikarenakan maraknya aksi penjarahan dan penyerobotan lahan produktif di kebu-kebun di wilayah PTPN 2. Nurhidayatullah Siregar, Koordinator Lapangan SP Merdeka PTPN II, menuntut agar Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, bertanggung jawab atas pesoalan itu.  “Kami sudah terusik,” ujarnya.

5 Pendemo Pingsan

Di hari yang sama, ratusan massa yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Reforma Agraria (SekBer RA), menduduki Jalan Imam Bonjol Medan.
Dalam aksi kemarin, dua pengunjuk rasa dari Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) Padang Lawas, Risma br Nainggolan (35) dan H Silitonga (32), pingsan saat melakukan aksi mogok makan dan jahit mulut. Keduanya pingsan setelah tidak makanan selama 8 hari.  Koordinator aksi Sugiono mengatakan,  total korban yang  pingsan selama melakukan aksi berjumlah 5 orang. (sam/ari)

Kesepakatan BPN Sumut dan PTPN 2

  1. Penanganan dan penyelasaian masalah tanah HGU PTPN 2 tanah bekas HGU PTPN 2 ditujukan untuk pengamanan aset negara, dengan ketentuan PTPN 2 bersungguh-sungguh untuk menjaga asetnya dan Kanwil BPN Sumut bertindak mengawasinya.
  2. Terhadap areal yang diberikan/diperpanjang HGU-nya, dilakukan pengukuran kadastral dan hasilnya dilukiskan dalam peta pendaftaran yang merupakan revisi peta pendaftaran tahun 1997 serta ditindaklanjuti dengan pemasangan tanda batas di lapangan.
  3. Terhadap tanah yang diberikan HGU dan di lapangan, penggunaannya untuk kantor, perumahan karyawan dan bangunan perusahaan, PTPN 2 dapat memohonkan Hak Guna Bangunan.
  4. Terhadap areal yang telah diberikan/diperpanjang HGU-nya dan telah diterbitkan sertifikat serta telah dikuasai oleh PTPN 2, agar diusahai dengan baik oleh PTPN 2 dan dijaga dari upaya penggarapan rakyat.
  5. Terhadap areal yang telah diberikan/diperpanjang HGU-nya tetapi digarap oleh rakyat, agar diselesaikan secara hukum oleh PTPN 2.
  6. Terhadap areal yang dikeluarkan HGU tetapi masih dikuasai oleh PTPN 2, diteliti kembali alasan pengeluarannya oleh tim B Plus dan status haknya ditentukan kemudian. Juga dilakukan pengukuran di lapangan yang hasilnya berupa peta situasi.
  7. Pelaksanaan pengukuran dilakukan pada bulan Mei pada seluruh areal yang diberikan/diperpanjang HGU-nya maupun yang dikeluarkan dari HGU, dilakukan secara bersama-sama petugas oleh PTPN 2 yang besarnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2002.
  8. Pihak PTPN 2 aktif dalam memberikan keterangan/data secara rinci dan benar pada waktu pelaksanaan pengukuran kadastral ataupun identifikasi khususnya tentang penguasaan fisik di lapangan. Sehingga data yang diperoleh dapat berguna untuk penyelesaian dan pengamanan aset negara.
  9. Terhadap areal kebun yang berbeda luas dalam sertifikat dengan luas di lapangan, akan dilakukan revisi sesuai dengan luas hasil pengukuran kadastral, contohnya Kebun Kuala Bingei-2.
  10. Terhadap areal kebun yang dipinjam pakai kepada pihak ketiga, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku tidak dibolehkan dan dapat menyebabkan hapusnya HGU, oleh karena itu apabila tidak dimungkinkan lagi untuk dikuasai seperti telah digunakan untuk fasilitas umum, dikeluarkan dari HGU. Sedang yang masih bisa dikuasai agar dikembalikan statusnya ke dalam HGU.
  11. Terhadap areal kebun yang belum disertifikatkan karena belum jelas dan tegas batas administrasinya maupun batas Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RUTRWK), agar segera dilakukan rapat koordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota, misalnya Kebun Tunggurono, Kebun Bekala, Kebun Batang Kuis/Sena, Kebun Binjai Estate, Kebun Bandar Klippa 3.
  12. BPN bersama-sama dengan PTPN 2 melakukan inventarisasi aset-aset PTPN 2, di Kota Medan dan Binjai dan hasilnya dimuat dalam Berita Acara.
  13. Areal dan Bangunan PTPN 2 yang belum memiliki sertifikat segera dimohonkan hak atas tanahnya.
  14. BPN bersedia memberikan keterangan atau dokumen yang diperlukan penyidik kepolisian atau kejaksaan dan di depan hakim, apabila ada permasalahan hukum atas tanah HGB dan HGU PTPN 2.
  15. Terhadap masalah yang bersifat kasuistik, penangananya dilakukan secara khusus
  • a. Sertifikat Kebun Helvetia yang obyeknya terpisah-pisah pada empat lokasi, akan dipecah menjadi empat sertifikat.
  • b. Areal kebun yang masih merupakan aset tetapi belum diberikan HGU-nya, agar dimohonkan haknya dengan menyelesaikan terlebih dahulu permasalahan yang ada di atasnya. Seperti, Kebun Limau Mungkur (telah ada putusan MARI yang memenangkan PTPN 2), Kebun Bekala dan Kebun Gohor Lama.
  • c. Kebun Medan Estate/Kampus LPP akan diterbitkan HGU-nya setelah dilakukan pengukuran dan bersih dari tuntutan/garapan.
  • d. Kebun Kualanamu yang diberikan/diperpanjang HGU-nya (setelah dikeluarkan areal yang dilepaskan untuk Bandara Kualanamu seluas 655 Hektare dan dilakukan pengukuran kadastral), dapat diterbitkan sertifikat HGU-nya dan disesuaikan lebih dahulu RUTRWK Kabupaten Deli Serdang.
  • e. Kebun Melati terdapat areal seluas 22 hektare yang dikeluarkan dari HGU yang akan digunakan perluasan Kecamatan Perbaungan (untuk pembentukan Kecamatan Pegajahan), tetapi belum diplot dalam peta, akan diplot setelah diterbutkan Perda RUTRWK-nya.

Sumber: MoU BPN Sumut dengan PTPN 2, 23-24 April 2007, yang ditandatangani Kepala BPN Sumut Elfachri Budiman dan Dirut PTPN 2 Bhatara Moeda Nasution.

 

 

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

Terpopuler

Artikel Terbaru

/