25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Silang Sengkarut Kantor Sementara

PERJUMPAAN di airport sebelum terbang ke Jakarta itu bagai membuka sedikit tabir soal ‘’gonjang- ganjing’’ cerita kepindahan 45 anggota DPRD Kota Medan ke kantor sementara. Herry awalnya sempat bingung kenapa masalah pindah kantor ini jadi berbuntut panjang. Entah bagaimana muncul kabar anggota Dewan segera menempati kantor baru yang wah di Palladium Mall, pusat perbelanjaan di seberang gedung DPRD. Wacana kepindahan kantor di tempat yang tak biasa itu mengundang penolakan keras dari publik dan sejumlah anggota Dewan sendiri. Herry bingung darimana usulan itu bermula. Hingga di pagi itu tanpa sengaja dia bertemu Sutejo, sang pengelola pusat perbelanjaan berlantai empat tersebut.

‘’Pak Tejo juga bilang tak setuju Dewan pindah ke sana. Biayanya tak cukup menutupi sewa satu lantai. Itu belum termasuk beban listrik yang digunakan sekretariat dewan,’’ ujarnya. Sebagai orang yang tahu betul pengelolaan mall, Herry menerima alasan Sutejo dengan kalkulasi matematis. Hanya saja usulan kepindahan ke Paladium Mall itu Herry menilainya buah kecerobohan sekretariat DPRD (setwan). Versi Herry, pihak Paladium Mall tak mengajukan proposal untuk itu. ‘’Setwan saja yang bingung, katanya mereka sudah tawar beberapa tempat tapi ditolak semua. Jadinya muncul opsi pindah kantor ke mall,’’ dia menambahkan.

Adalah Fraksi Demokrat yang pertama kali mengecam kepindahan ‘’rumah rakyat’’ itu ke pusat perbelanjaan. ‘’Tak pantas saja. Kok anggota Dewan ngantor di mall? Itu kan identik tempat mewah Apa ada juga ruang tempat rakyat mengadu di situ?’’ tukas Herry saat ditemui Sumut Pos, Kamis (2/2). Semula tak seorang anggota Dewan menyangka. Rumor kepindahan ke mall itu bagai api menyambar bensin, bersambut sebegitu cepat. Justru tak kalah menarik sejumlah unsur pimpinan bereaksi amat keras lantaran informasi itu pecah di telinga mereka dengan tiba-tiba.

‘’Kami saja tak ada diajak diskusi, lho kok langsung main pindah ke mall?’’ ucap August Napitupulu, wakil ketua DPRD asal Fraksi PDI-P. Silangsengkarut cerita kepindahan ini bermula dari usulan renovasi gedung DPRD Kota Medan yang sudah dianggap kurang layak akibat faktor usia.

Rapat paripurna menyetujui pengguliran dana sebesar Rp38 miliar untuk merenovasi gedung Dewan yang sudah uzur. Biaya renovasi yang dilungsurkan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan tahun 2012 itu sekaligus memuat mata anggaran berikutnya yakni biaya kantor sementara senilai Rp1 miliar.

Dalam waktu satu setengah tahun terhitung Maret tahun ini anggota DPRD Kota Medan akan mandah sementara waktu. Gedung lama di Jalan Kapten Maulana Lubis, persis di depan kantor Walikota Medan, segera direnovasi. Agaknya kantor baru nanti juga tak kalah mentereng dengan gedung ‘’sang kakak’’ di sebelahnya yang bersalin rupa lebih dulu. ‘’Memang layak diperbarui, sudah banyak juga yang bocor,’’ ungkap Herry.

“Tapi kami tegas jangan sampai berkantor di pusat perbelanjaan, itu tidak representatif untuk tempat bekerja.” Rumor kepindahan ke mall itu tak cuma direspons Herry. Anggota Dewan lain, Ferdinand Lumban Tobing asal Fraksi Partai Golkar ikut naik pitam mendengar informasi tersebut. Dengan enteng dia menyebut usulan itu sarat kepentingan oknum pimpinan dewan. Bahkan dia menduga keras ada praktik calo di situ. “Bagaimana mungkin mall dijadikan ruang kerja dewan?’’ katanya geram. Justru yang menjadi pertanyaan besar kenapa anggota Dewan dan sebagian unsur pimpinan tidak disertakan meninjau Paladium Mall pada Senin tanggal 16 Januari lalu. “Ada apa ini?” ujarnya.

Dia memperingatkan pemilihan kantor sementara tak boleh dilakukan sembarangan, harus melewati mekanisme tender sesuai aturan yang berlaku.

Pasalnya anggaran yang dicomot dari APBD itu mencapai Rp1 miliar. Jangan sampai asal tunjuk yang akhirnya membuat gaduh dan bermuara pada proses hukum. “Kita kan sama-sama tahu aturan. Anggaran di atas Rp100 juta itu harus tender, tender juga jangan formalitas tapi tender terbuka seperti yang diamanatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” cetusnya.

Kegeraman serupa juga dirasakan August Napitupulu.

Sedari awal, misalnya, dia melihat ada indikasi ‘’main mata’’ oknum pimpinan Dewan dengan setwan. Kecurigaan itu lantaran ada semacam pemaksaan kehendak agar Paladium Mall dirancang menjadi kantor sementara. Sebagai salah satu unsur pimpinan dia tak terima survei ke mall itu tidak melibatkan dirinya dan unsur pimpinan lain.

“Saya dan pak Sabar tak disertakan. Ya wajar saja saya menduga mereka bermain,” ungkapnya. Ditanya alasan kenapa tak diajak, August mengaku tak tahu. “Saya juga heran kenapa saya tidak dilibatkan, malah diberitahu saja nggak,” ungkapnya kepada wartawan di ruang kerjanya.

Ditemui Sumut Pos di ruang kerjanya, Sabar Syamsurya Sitepu, wakil ketua DPRD asal Fraksi Partai Golkar, mengamini kecurigaan koleganya itu. Sependapat dengan August, mantan Plt Ketua DPRD Kotra Medan itu melihat pucuk pimpinan Dewan seolah-olah bermain tunggal dalam memutuskan kantor sementara tersebut. Sejatinya lokasi mana yang akan dipilih sebagai kantor sementara harus melewati proses yang tidak pendek. Ada rapat di unsur pimpinan, dibawa ke pimpinan fraksi, dan diputuskan oleh pimpinan Dewan sebagai keputusan bersama di rapat paripurna.

“Ini belum apa-apa sudah main tinggal saja. Saya curiga kenapa dia (Ketua DPRD, Red) dan sekretaris DPRD begitu bernafsu menyurvei Paladium Mall. Ini kan ada apaapanya,” cetus Sabar.

Hematnya, gedung Paladium Mall memang bukan tempat yang pas untuk kantor sementara Dewan. Selain satu areal dengan hotel dan bioskop, keberadaan juga akan kontradiktif dengan tugas anggota Dewan sebagai pengemban amanat rakyat, yang menjadikan kantornya juga sebagai rumah rakyat. ‘’Kami tak mau menjadi bahan tertawaan masyarakat,” ungkapnya. Tudingan ada ‘’kongkalikong’’ antara dirinya dan pimpinan Dewan, rupa-rupanya singgah di telinga OK Zulfi, sekretaris DPRD. Orang di balik layar yang mengurusi fasilitas anggota Dewan itu menolak mentahmentah kecurigaan yang mengarah kepada dirinya.

Kedatangan dia ke gedung Paladium Mall bersama Ketua DPRD Kota Medan Amiruddin sekadar mengecek apakah dinilai layak sebagai kantor sementara atau tidak. “Kami cuma mengecek saja kok. Ya kalau cocok langsung tender. Ini kan bagian dari upaya mencari. Masak cuma datang ke situ saja dibilang melobi,” ucapnya.

Hanya saja saat ditanyai darimana asal-muasal ide hingga gedung Paladium Mall masuk list kantor sementara, Ok terdiam sejenak. Dia minta soal itu tak perlu dibahas.

‘’Ya pokoknya ada usulan, saya hanya melihat pas atau tidak. Itu saja ya,’’ katanya. OK mengaku hingga sekarang sulit mencari kantor sementara Dewan yang cukup representatif. Setwan sempat mengontak Pemprovsu agar menggunakan aset yang sudah tidak terpakai. Namun belum ada jawaban. Skenario pemakaiannya juga sudah dipilih: sistem pinjam pakai atau sistem sewa. Hanya saja OK mengaku kesulitan mencari kantor sementara yang cukup menampung 50 anggota dewan dan 70 staf setwan. ‘’Saya putar otak terus mencari gedung kantor dengan lahan parkir dan ruang paripurna yang besar,” ucapnya. OK meminta upaya setwan mencari kantor sementara itu jangan dipahami secara sempit.

Setwan, menurutnya, punya kewajiban menyurvei tempat mana saja yang masuk list usulan kantor sementara selama dianggap logis.

“Kami mencari yang terbaik semaksimal mungkin,” ujarnya.

Di tempat lain, Amiruddin, pucuk pimpinan DPRD Kota Medan, yang dituding sejumlah koleganya ‘’bermain mata’’ dengan Sekwan dan pihak pengelola mall justru kelihatan tenang-tenang saja. Mengenakan setelan kemeja putih dilapis jas hitam, ditemui Sumut Pos sepekan lalu, Amiruddin membantah tidak ada permainan apa pun di balik survei dirinya dan Sekwan ke Paladium Mall.

Kepergian ke pusat perbelanjaan itu sekadar mencari tahu titik yang pas untuk dijadikan kantor sementara Dewan kelak. “Jangan karena beberapa orang yang dilibatkan terus dinilai ada permainan.

Kami kan sedang mencari gedung yang sesuai,” katanya. Mencari ternyata bukan soal gampang.

Setidaknya, menurut Amiruddin, hingga pekan ini belum ada gedung yang mampu memenuhi dua syarat sekaligus: parkir luas dan ruangan jumbo untuk rapat paripurna. “Semua itu kami lakukan untuk mengecek usulan saja. Tak ada kepentingan pribadi di situ. Jadi nggak ada permainan seperti yang disebutkan itu. Permainan apa? Kami saja pusing sampai sekarang,” kilahnya.

Belakangan, Amiruddin menginformasikan, pihaknya segera bertemu Plt Gubsu Gatot Pudjo Nugroho. Surat permintaan bertemu sudah dikirimkan ke bagian Sekreatariat dan Protokoler beberapa hari yang lalu.

“Ada satu lokasi yang kami bidik yaitu gedung kantor Gubsu di Jalan Pancing. Itu kan aset Pemprovsu,” ujarnya. Begitupun pemilihan kantor Gubsu di Jalan Pancing juga mengundang masalah soal lokasi wilayah. Kantor yang terletak di kabupaten Deli Serdang itu kurang afdol ditempati karena yang berkantor di situ adalah anggota DPRD Kota Medan. ‘’Kita menilainya seperti itu, makanya terakhir diarahkan agar Sekwan menyurvei gedung PT PELNI di jalan Krakatau Ujung dekat pintu tol Belmera,’’ ujar Herry Zulkarnain, Jumat (2/2).

Soal pencarian aset pemerintah sebagai kantor sementara sedari awal adalah opsi paling ideal. Sebagai ‘’rumah rakyat’’, Wakil Ketua DPRD Medan Ikhrimah Hamidy bersikeras anggota Dewan akan mengutamakan gedung bekas pemerintah, apakah milik Pemprovsu atau Pemko Medan, sebagai kantor sementara. “Ada unsur kepatutan dan hemat anggaran,” ucapnya. (valdesz/adlan)

Saling Curiga Ada Fee

USIA gedung DPRD Kota Medan sudah menginjak 35 tahun. Ini terhitung sejak ‘’rumah rakyat’’ itu diresmikan pada tahun 1976 oleh Amir Machmud, Menteri Dalam Negeri kala itu.

Gedung yang dibangun masa orde baru ini pun mulai tampak lapuk di sana-sini, dan anggota DPRD Kota Medan periode 2009-2014 berinisiatif merenovasinya hingga delapan lantai.

Lebih tinggi dari gedung ‘’sang kakak’’ di sebelahnya. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp38 miliar.

Aktivitas renovasi tentulah makan waktu tak pendek. Sebelum bangunan lama dirobohkan, Sekretariat DPRD (setwan) mulai kasak-kusuk mencari kantor sementara agar para wakil rakyat bisa bekerja nyaman sembari menunggu gedung baru siap dioperasikan.

Anggarannya pun sudah disiapkan.

Tercatat angka Rp1 miliar yang diposkan di buku APBD tahun 2012 sebagai sewa kantor sementara.

Bila renovasi belum selesai tahun ini, maka tahun depan dianggarkan kembali. Sejumlah lokasi pun dibidik.

Awalnya setwan membidik komplek Pusat Pengembangan Guru-Guru Sekolah Teknik (P3GT) di Helvetia.

Tapi sayang Pemko Medan menolak.

Alasannya kompleks itu pun masih dalam tahap renovasi. Bangunan berikutnya yang diincar adalah gedung utama PT Bank Sumut di Jalan Imam Bonjol dan Uniland Building di Jalan MT Haryono.

Justru paling heboh adalah ketika melenting kabar pimpinan Dewan dan Sekretaris DPRD atau sekwan berjalan-jalan mengitari lantai empat Paladium Mall. Sejumlah pimpinan dan anggota Dewan pun berteriak. Selain tak diajak berunding, pemilihan pusat perbelanjaan dianggap mencederai moralitas anggota Dewan. ‘’Ah, itu kan cuma survei saja,’’ ungkap Ketua DPRD Kota Medan Amiruddin. Memang, saat survei dilakukan sejumlah unsur pimpinan sebetulnya tak sejalan. Buntutnya pimpinan fraksi pun malah menolak pembangunan dan pindah gedung.

Kian ruwet karena muncul saling curiga sesama anggota Dewan. Ada yang menuding unsur pimpinan Dewan mengantongi fee puluhan juta dari setiap pengelola gedung yang akan disewa. Hanya saja kecurigaan itu dinilai tak beralasan.

Pasalnya penunjukan kantor sementara Dewan diputuskan lewat tender terbuka.

“Keputusan sewa gedung itu diputuskan melalui tender.

Jadi bukan asal tunjuk,” kata Wakil Ketua DPRD Medan Ikhrimah Hamidy.

Ikhrimah mendorong Dewan berkantor di gedung milik pemerintah, apakah itu milik Pemko Medan, Pemprovsu atau Pemerintah Pusat.

‘’Yang mana saja asalkan punya pemerintah.

Ada 15 gedung yang masuk daftar,’’ katanya. Dia beralasan lebih hemat dan safety dari kepentingan siapapun.

Dari 15 bangunan itu yang getol diincar belakangan adalah gedung PT PELNI di Jalan Krakatau Ujung.

Kondisi bangunan secara teknis memenuhi kualifikasi, dan paling penting: ada ruangan besar dan parkir luas. Sekwan OK Zulfi mengiyakan gedung PT PELNI adalah salah satu target bakal kantor sementara Dewan. Bila sudah ada beberapa calon, dia meyakinkan, tender segera dibuka pada awal Maret 2012.

“Tender dimulai begitu ada lampu hijau penggunaan anggaran,” ujarnya.

Anggaran Rp1 miliar untuk pindah juga sudah dipilah-pilah oleh setwan.

Salah satunya biaya angkut barang yang diposkan Rp100 juta.

Disinggung sikap sejumlah anggota DPRD Medan yang malah menolak pembangunan, OK menyebutnya sebagai permainan politik belaka. “Anggaran sudah disahkan ya, nggak mungkin dibatalkan. Jadi pembangunan tetap berjalan dan diupayakan cepat selesai,” ucapnya.

OK optimistis tidak akan ada masalah soal pemindahan ke kantor sementara kelak. Sebab semuanya dilakukan transparan dan lewat proses tender. ‘’Pokoknya nggak usah khawatir,’’ ujar OK. Terus bagaimana bila tendernya juga ikut bermasalah? OK tertawa: ‘’Ah, jangan gitu lah, masak belum dilaksanakan sudah tanya masalah’’. (chairil/valdesz)

 

PERJUMPAAN di airport sebelum terbang ke Jakarta itu bagai membuka sedikit tabir soal ‘’gonjang- ganjing’’ cerita kepindahan 45 anggota DPRD Kota Medan ke kantor sementara. Herry awalnya sempat bingung kenapa masalah pindah kantor ini jadi berbuntut panjang. Entah bagaimana muncul kabar anggota Dewan segera menempati kantor baru yang wah di Palladium Mall, pusat perbelanjaan di seberang gedung DPRD. Wacana kepindahan kantor di tempat yang tak biasa itu mengundang penolakan keras dari publik dan sejumlah anggota Dewan sendiri. Herry bingung darimana usulan itu bermula. Hingga di pagi itu tanpa sengaja dia bertemu Sutejo, sang pengelola pusat perbelanjaan berlantai empat tersebut.

‘’Pak Tejo juga bilang tak setuju Dewan pindah ke sana. Biayanya tak cukup menutupi sewa satu lantai. Itu belum termasuk beban listrik yang digunakan sekretariat dewan,’’ ujarnya. Sebagai orang yang tahu betul pengelolaan mall, Herry menerima alasan Sutejo dengan kalkulasi matematis. Hanya saja usulan kepindahan ke Paladium Mall itu Herry menilainya buah kecerobohan sekretariat DPRD (setwan). Versi Herry, pihak Paladium Mall tak mengajukan proposal untuk itu. ‘’Setwan saja yang bingung, katanya mereka sudah tawar beberapa tempat tapi ditolak semua. Jadinya muncul opsi pindah kantor ke mall,’’ dia menambahkan.

Adalah Fraksi Demokrat yang pertama kali mengecam kepindahan ‘’rumah rakyat’’ itu ke pusat perbelanjaan. ‘’Tak pantas saja. Kok anggota Dewan ngantor di mall? Itu kan identik tempat mewah Apa ada juga ruang tempat rakyat mengadu di situ?’’ tukas Herry saat ditemui Sumut Pos, Kamis (2/2). Semula tak seorang anggota Dewan menyangka. Rumor kepindahan ke mall itu bagai api menyambar bensin, bersambut sebegitu cepat. Justru tak kalah menarik sejumlah unsur pimpinan bereaksi amat keras lantaran informasi itu pecah di telinga mereka dengan tiba-tiba.

‘’Kami saja tak ada diajak diskusi, lho kok langsung main pindah ke mall?’’ ucap August Napitupulu, wakil ketua DPRD asal Fraksi PDI-P. Silangsengkarut cerita kepindahan ini bermula dari usulan renovasi gedung DPRD Kota Medan yang sudah dianggap kurang layak akibat faktor usia.

Rapat paripurna menyetujui pengguliran dana sebesar Rp38 miliar untuk merenovasi gedung Dewan yang sudah uzur. Biaya renovasi yang dilungsurkan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan tahun 2012 itu sekaligus memuat mata anggaran berikutnya yakni biaya kantor sementara senilai Rp1 miliar.

Dalam waktu satu setengah tahun terhitung Maret tahun ini anggota DPRD Kota Medan akan mandah sementara waktu. Gedung lama di Jalan Kapten Maulana Lubis, persis di depan kantor Walikota Medan, segera direnovasi. Agaknya kantor baru nanti juga tak kalah mentereng dengan gedung ‘’sang kakak’’ di sebelahnya yang bersalin rupa lebih dulu. ‘’Memang layak diperbarui, sudah banyak juga yang bocor,’’ ungkap Herry.

“Tapi kami tegas jangan sampai berkantor di pusat perbelanjaan, itu tidak representatif untuk tempat bekerja.” Rumor kepindahan ke mall itu tak cuma direspons Herry. Anggota Dewan lain, Ferdinand Lumban Tobing asal Fraksi Partai Golkar ikut naik pitam mendengar informasi tersebut. Dengan enteng dia menyebut usulan itu sarat kepentingan oknum pimpinan dewan. Bahkan dia menduga keras ada praktik calo di situ. “Bagaimana mungkin mall dijadikan ruang kerja dewan?’’ katanya geram. Justru yang menjadi pertanyaan besar kenapa anggota Dewan dan sebagian unsur pimpinan tidak disertakan meninjau Paladium Mall pada Senin tanggal 16 Januari lalu. “Ada apa ini?” ujarnya.

Dia memperingatkan pemilihan kantor sementara tak boleh dilakukan sembarangan, harus melewati mekanisme tender sesuai aturan yang berlaku.

Pasalnya anggaran yang dicomot dari APBD itu mencapai Rp1 miliar. Jangan sampai asal tunjuk yang akhirnya membuat gaduh dan bermuara pada proses hukum. “Kita kan sama-sama tahu aturan. Anggaran di atas Rp100 juta itu harus tender, tender juga jangan formalitas tapi tender terbuka seperti yang diamanatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” cetusnya.

Kegeraman serupa juga dirasakan August Napitupulu.

Sedari awal, misalnya, dia melihat ada indikasi ‘’main mata’’ oknum pimpinan Dewan dengan setwan. Kecurigaan itu lantaran ada semacam pemaksaan kehendak agar Paladium Mall dirancang menjadi kantor sementara. Sebagai salah satu unsur pimpinan dia tak terima survei ke mall itu tidak melibatkan dirinya dan unsur pimpinan lain.

“Saya dan pak Sabar tak disertakan. Ya wajar saja saya menduga mereka bermain,” ungkapnya. Ditanya alasan kenapa tak diajak, August mengaku tak tahu. “Saya juga heran kenapa saya tidak dilibatkan, malah diberitahu saja nggak,” ungkapnya kepada wartawan di ruang kerjanya.

Ditemui Sumut Pos di ruang kerjanya, Sabar Syamsurya Sitepu, wakil ketua DPRD asal Fraksi Partai Golkar, mengamini kecurigaan koleganya itu. Sependapat dengan August, mantan Plt Ketua DPRD Kotra Medan itu melihat pucuk pimpinan Dewan seolah-olah bermain tunggal dalam memutuskan kantor sementara tersebut. Sejatinya lokasi mana yang akan dipilih sebagai kantor sementara harus melewati proses yang tidak pendek. Ada rapat di unsur pimpinan, dibawa ke pimpinan fraksi, dan diputuskan oleh pimpinan Dewan sebagai keputusan bersama di rapat paripurna.

“Ini belum apa-apa sudah main tinggal saja. Saya curiga kenapa dia (Ketua DPRD, Red) dan sekretaris DPRD begitu bernafsu menyurvei Paladium Mall. Ini kan ada apaapanya,” cetus Sabar.

Hematnya, gedung Paladium Mall memang bukan tempat yang pas untuk kantor sementara Dewan. Selain satu areal dengan hotel dan bioskop, keberadaan juga akan kontradiktif dengan tugas anggota Dewan sebagai pengemban amanat rakyat, yang menjadikan kantornya juga sebagai rumah rakyat. ‘’Kami tak mau menjadi bahan tertawaan masyarakat,” ungkapnya. Tudingan ada ‘’kongkalikong’’ antara dirinya dan pimpinan Dewan, rupa-rupanya singgah di telinga OK Zulfi, sekretaris DPRD. Orang di balik layar yang mengurusi fasilitas anggota Dewan itu menolak mentahmentah kecurigaan yang mengarah kepada dirinya.

Kedatangan dia ke gedung Paladium Mall bersama Ketua DPRD Kota Medan Amiruddin sekadar mengecek apakah dinilai layak sebagai kantor sementara atau tidak. “Kami cuma mengecek saja kok. Ya kalau cocok langsung tender. Ini kan bagian dari upaya mencari. Masak cuma datang ke situ saja dibilang melobi,” ucapnya.

Hanya saja saat ditanyai darimana asal-muasal ide hingga gedung Paladium Mall masuk list kantor sementara, Ok terdiam sejenak. Dia minta soal itu tak perlu dibahas.

‘’Ya pokoknya ada usulan, saya hanya melihat pas atau tidak. Itu saja ya,’’ katanya. OK mengaku hingga sekarang sulit mencari kantor sementara Dewan yang cukup representatif. Setwan sempat mengontak Pemprovsu agar menggunakan aset yang sudah tidak terpakai. Namun belum ada jawaban. Skenario pemakaiannya juga sudah dipilih: sistem pinjam pakai atau sistem sewa. Hanya saja OK mengaku kesulitan mencari kantor sementara yang cukup menampung 50 anggota dewan dan 70 staf setwan. ‘’Saya putar otak terus mencari gedung kantor dengan lahan parkir dan ruang paripurna yang besar,” ucapnya. OK meminta upaya setwan mencari kantor sementara itu jangan dipahami secara sempit.

Setwan, menurutnya, punya kewajiban menyurvei tempat mana saja yang masuk list usulan kantor sementara selama dianggap logis.

“Kami mencari yang terbaik semaksimal mungkin,” ujarnya.

Di tempat lain, Amiruddin, pucuk pimpinan DPRD Kota Medan, yang dituding sejumlah koleganya ‘’bermain mata’’ dengan Sekwan dan pihak pengelola mall justru kelihatan tenang-tenang saja. Mengenakan setelan kemeja putih dilapis jas hitam, ditemui Sumut Pos sepekan lalu, Amiruddin membantah tidak ada permainan apa pun di balik survei dirinya dan Sekwan ke Paladium Mall.

Kepergian ke pusat perbelanjaan itu sekadar mencari tahu titik yang pas untuk dijadikan kantor sementara Dewan kelak. “Jangan karena beberapa orang yang dilibatkan terus dinilai ada permainan.

Kami kan sedang mencari gedung yang sesuai,” katanya. Mencari ternyata bukan soal gampang.

Setidaknya, menurut Amiruddin, hingga pekan ini belum ada gedung yang mampu memenuhi dua syarat sekaligus: parkir luas dan ruangan jumbo untuk rapat paripurna. “Semua itu kami lakukan untuk mengecek usulan saja. Tak ada kepentingan pribadi di situ. Jadi nggak ada permainan seperti yang disebutkan itu. Permainan apa? Kami saja pusing sampai sekarang,” kilahnya.

Belakangan, Amiruddin menginformasikan, pihaknya segera bertemu Plt Gubsu Gatot Pudjo Nugroho. Surat permintaan bertemu sudah dikirimkan ke bagian Sekreatariat dan Protokoler beberapa hari yang lalu.

“Ada satu lokasi yang kami bidik yaitu gedung kantor Gubsu di Jalan Pancing. Itu kan aset Pemprovsu,” ujarnya. Begitupun pemilihan kantor Gubsu di Jalan Pancing juga mengundang masalah soal lokasi wilayah. Kantor yang terletak di kabupaten Deli Serdang itu kurang afdol ditempati karena yang berkantor di situ adalah anggota DPRD Kota Medan. ‘’Kita menilainya seperti itu, makanya terakhir diarahkan agar Sekwan menyurvei gedung PT PELNI di jalan Krakatau Ujung dekat pintu tol Belmera,’’ ujar Herry Zulkarnain, Jumat (2/2).

Soal pencarian aset pemerintah sebagai kantor sementara sedari awal adalah opsi paling ideal. Sebagai ‘’rumah rakyat’’, Wakil Ketua DPRD Medan Ikhrimah Hamidy bersikeras anggota Dewan akan mengutamakan gedung bekas pemerintah, apakah milik Pemprovsu atau Pemko Medan, sebagai kantor sementara. “Ada unsur kepatutan dan hemat anggaran,” ucapnya. (valdesz/adlan)

Saling Curiga Ada Fee

USIA gedung DPRD Kota Medan sudah menginjak 35 tahun. Ini terhitung sejak ‘’rumah rakyat’’ itu diresmikan pada tahun 1976 oleh Amir Machmud, Menteri Dalam Negeri kala itu.

Gedung yang dibangun masa orde baru ini pun mulai tampak lapuk di sana-sini, dan anggota DPRD Kota Medan periode 2009-2014 berinisiatif merenovasinya hingga delapan lantai.

Lebih tinggi dari gedung ‘’sang kakak’’ di sebelahnya. Total anggaran yang digelontorkan mencapai Rp38 miliar.

Aktivitas renovasi tentulah makan waktu tak pendek. Sebelum bangunan lama dirobohkan, Sekretariat DPRD (setwan) mulai kasak-kusuk mencari kantor sementara agar para wakil rakyat bisa bekerja nyaman sembari menunggu gedung baru siap dioperasikan.

Anggarannya pun sudah disiapkan.

Tercatat angka Rp1 miliar yang diposkan di buku APBD tahun 2012 sebagai sewa kantor sementara.

Bila renovasi belum selesai tahun ini, maka tahun depan dianggarkan kembali. Sejumlah lokasi pun dibidik.

Awalnya setwan membidik komplek Pusat Pengembangan Guru-Guru Sekolah Teknik (P3GT) di Helvetia.

Tapi sayang Pemko Medan menolak.

Alasannya kompleks itu pun masih dalam tahap renovasi. Bangunan berikutnya yang diincar adalah gedung utama PT Bank Sumut di Jalan Imam Bonjol dan Uniland Building di Jalan MT Haryono.

Justru paling heboh adalah ketika melenting kabar pimpinan Dewan dan Sekretaris DPRD atau sekwan berjalan-jalan mengitari lantai empat Paladium Mall. Sejumlah pimpinan dan anggota Dewan pun berteriak. Selain tak diajak berunding, pemilihan pusat perbelanjaan dianggap mencederai moralitas anggota Dewan. ‘’Ah, itu kan cuma survei saja,’’ ungkap Ketua DPRD Kota Medan Amiruddin. Memang, saat survei dilakukan sejumlah unsur pimpinan sebetulnya tak sejalan. Buntutnya pimpinan fraksi pun malah menolak pembangunan dan pindah gedung.

Kian ruwet karena muncul saling curiga sesama anggota Dewan. Ada yang menuding unsur pimpinan Dewan mengantongi fee puluhan juta dari setiap pengelola gedung yang akan disewa. Hanya saja kecurigaan itu dinilai tak beralasan.

Pasalnya penunjukan kantor sementara Dewan diputuskan lewat tender terbuka.

“Keputusan sewa gedung itu diputuskan melalui tender.

Jadi bukan asal tunjuk,” kata Wakil Ketua DPRD Medan Ikhrimah Hamidy.

Ikhrimah mendorong Dewan berkantor di gedung milik pemerintah, apakah itu milik Pemko Medan, Pemprovsu atau Pemerintah Pusat.

‘’Yang mana saja asalkan punya pemerintah.

Ada 15 gedung yang masuk daftar,’’ katanya. Dia beralasan lebih hemat dan safety dari kepentingan siapapun.

Dari 15 bangunan itu yang getol diincar belakangan adalah gedung PT PELNI di Jalan Krakatau Ujung.

Kondisi bangunan secara teknis memenuhi kualifikasi, dan paling penting: ada ruangan besar dan parkir luas. Sekwan OK Zulfi mengiyakan gedung PT PELNI adalah salah satu target bakal kantor sementara Dewan. Bila sudah ada beberapa calon, dia meyakinkan, tender segera dibuka pada awal Maret 2012.

“Tender dimulai begitu ada lampu hijau penggunaan anggaran,” ujarnya.

Anggaran Rp1 miliar untuk pindah juga sudah dipilah-pilah oleh setwan.

Salah satunya biaya angkut barang yang diposkan Rp100 juta.

Disinggung sikap sejumlah anggota DPRD Medan yang malah menolak pembangunan, OK menyebutnya sebagai permainan politik belaka. “Anggaran sudah disahkan ya, nggak mungkin dibatalkan. Jadi pembangunan tetap berjalan dan diupayakan cepat selesai,” ucapnya.

OK optimistis tidak akan ada masalah soal pemindahan ke kantor sementara kelak. Sebab semuanya dilakukan transparan dan lewat proses tender. ‘’Pokoknya nggak usah khawatir,’’ ujar OK. Terus bagaimana bila tendernya juga ikut bermasalah? OK tertawa: ‘’Ah, jangan gitu lah, masak belum dilaksanakan sudah tanya masalah’’. (chairil/valdesz)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/