29 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Sukses Sebagai Konsultan Pajak, Terpanggil Bangun Kampung Halaman

Hernita Sitorus

Ada banyak perempuan Batak yang sukses meniti karir di perantauan. Tapi bicara mereka yang bangga sebagai orang Batak dan ingin membangun kampung halaman, mungkin hanya segelintir diantaranya. Salah satunya Hernita Sitorus, wanita lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga mengenyam pendidikan International Lead Assesor, United Kingdom (UK).

Kini ia menjabat sebagai CEO di PT.Inti Bisnis Indonesia, sebuah perusahaan yang fokus menangani Strategic Management & Business Consulting. Selain itu, ia juga merupakan Senior Consulting pada Kantor Konsultan Pajak “Edward & Partners”. Sebuah bidang profesi dimana 75 persennya didominasi oleh pria.

Namun Hernita mampu bertahan. Padahal cukup banyak godaan yang dialami, terutama godaan untuk berbuat curang.
Karena disini, melibatkan uang yang begitu besar. Baik dari pengusaha yang enggan membayar setoran pajak, maupun oknum petugas pajak yang sangat mengerti akan celah hukum yang ada. Makanya tidak jarang, banyak orang yang tidak tahan godaan sehingga berakhir seperti yang dialami Gayus Tambunan.

Namun menghadapi hal ini, Hernita mempunyai sejumlah jurus jitu. Sebelum terjun dalam dunia pajak, ia terlebih dahulu membentengi diri dengan sebuah komitmen yang jelas. Komitmen menjadi seorang konsultan yang benar dan profesional.

“Kalau putih saya akan bilang putih. Kalau hitam, saya bilang hitam. Bagi saya ini sebuah tantangan di mana kita harus bisa bertahan. Artinya, meski celah cukup banyak, berperan dengan baik itu harus benar-benar hadir menjadi komitmen yang senantiasa dijaga,” ungkap wanita yang sebelumnya bekerja sebagai Operational Specialist pada International Organization (USA) untuk area Jakarta, Surabaya dan Bandung.

Jurus lain, kata Hernita, “Dari kecil bapak selalu bilang, kalau orang memberi anaknya ikan, maka saya memberi kamu pancing. Misalkan walaupun bapak pensiunan pegawai pajak, tapi dia tidak memberi kemudahan bagi saya untuk masuk menjadi pegawai pajak. Atau memberi kepada saya klien-kliennya yang lama. Bapak selalu menanamkan, kalau kita ingin meraih sesuatu, maka kita harus belajar dan bekerja keras untuk meraihnya,” sebutnya.
Artinya, menurut Hernita, saat seseorang meraih sesuatu dengan bekerja keras, maka ia akan melihat betapa sulitnya mencapai apa yang diraih ketika hendak melakukan pelanggaran.

Kini, ditengah apa yang diraih, wanita kelahiran Medan yang mendekati usia 40 tahun ini, ingin kembali membangun kampung halaman. Ia ingin membangun tanah leluhurnya, Sappuara, Tapanuli. Walaupun di sana tidak ada lagi keluarga dekat. Namun Hernita mencoba berbuat.
“Tahun 2008 lalu saya usulkan, mumpung bapak dan bapaktua masih hidup, mengapa nggak ramai-ramai sekeluarga besar pulang ke Sappuara. Kan penting juga buat kami, walaupun kami boru. Dan akhirnya itu dapat kita dilangsungkan. Masak negara lain kita kunjungi, tapi kampung kelahiran sendiri nggak pernah. Jadi secara pribadi, saya ada keinginan untuk membangun kampung halaman. Tapi karena boru, ikkon manungkun tu hula-hula (harus bertanya kepada orangtua). Kalau dilibatkan, maka saya dengan senang hati siap menerima,” ceplosnya.(gir)

Hernita Sitorus

Ada banyak perempuan Batak yang sukses meniti karir di perantauan. Tapi bicara mereka yang bangga sebagai orang Batak dan ingin membangun kampung halaman, mungkin hanya segelintir diantaranya. Salah satunya Hernita Sitorus, wanita lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga mengenyam pendidikan International Lead Assesor, United Kingdom (UK).

Kini ia menjabat sebagai CEO di PT.Inti Bisnis Indonesia, sebuah perusahaan yang fokus menangani Strategic Management & Business Consulting. Selain itu, ia juga merupakan Senior Consulting pada Kantor Konsultan Pajak “Edward & Partners”. Sebuah bidang profesi dimana 75 persennya didominasi oleh pria.

Namun Hernita mampu bertahan. Padahal cukup banyak godaan yang dialami, terutama godaan untuk berbuat curang.
Karena disini, melibatkan uang yang begitu besar. Baik dari pengusaha yang enggan membayar setoran pajak, maupun oknum petugas pajak yang sangat mengerti akan celah hukum yang ada. Makanya tidak jarang, banyak orang yang tidak tahan godaan sehingga berakhir seperti yang dialami Gayus Tambunan.

Namun menghadapi hal ini, Hernita mempunyai sejumlah jurus jitu. Sebelum terjun dalam dunia pajak, ia terlebih dahulu membentengi diri dengan sebuah komitmen yang jelas. Komitmen menjadi seorang konsultan yang benar dan profesional.

“Kalau putih saya akan bilang putih. Kalau hitam, saya bilang hitam. Bagi saya ini sebuah tantangan di mana kita harus bisa bertahan. Artinya, meski celah cukup banyak, berperan dengan baik itu harus benar-benar hadir menjadi komitmen yang senantiasa dijaga,” ungkap wanita yang sebelumnya bekerja sebagai Operational Specialist pada International Organization (USA) untuk area Jakarta, Surabaya dan Bandung.

Jurus lain, kata Hernita, “Dari kecil bapak selalu bilang, kalau orang memberi anaknya ikan, maka saya memberi kamu pancing. Misalkan walaupun bapak pensiunan pegawai pajak, tapi dia tidak memberi kemudahan bagi saya untuk masuk menjadi pegawai pajak. Atau memberi kepada saya klien-kliennya yang lama. Bapak selalu menanamkan, kalau kita ingin meraih sesuatu, maka kita harus belajar dan bekerja keras untuk meraihnya,” sebutnya.
Artinya, menurut Hernita, saat seseorang meraih sesuatu dengan bekerja keras, maka ia akan melihat betapa sulitnya mencapai apa yang diraih ketika hendak melakukan pelanggaran.

Kini, ditengah apa yang diraih, wanita kelahiran Medan yang mendekati usia 40 tahun ini, ingin kembali membangun kampung halaman. Ia ingin membangun tanah leluhurnya, Sappuara, Tapanuli. Walaupun di sana tidak ada lagi keluarga dekat. Namun Hernita mencoba berbuat.
“Tahun 2008 lalu saya usulkan, mumpung bapak dan bapaktua masih hidup, mengapa nggak ramai-ramai sekeluarga besar pulang ke Sappuara. Kan penting juga buat kami, walaupun kami boru. Dan akhirnya itu dapat kita dilangsungkan. Masak negara lain kita kunjungi, tapi kampung kelahiran sendiri nggak pernah. Jadi secara pribadi, saya ada keinginan untuk membangun kampung halaman. Tapi karena boru, ikkon manungkun tu hula-hula (harus bertanya kepada orangtua). Kalau dilibatkan, maka saya dengan senang hati siap menerima,” ceplosnya.(gir)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/