“Jadi transaksi uang dalam jumlah besar tersebut merupakan uang hasil TPPU Narkotika jaringan narkoba bandar Togiman, Haryanto Candra dkk. Dan itu bisa dibuktikan dengan penelusuran aset dan aliran keuangan. Bahkan, jaringan ini juga ada keterkaitannya dengan bandar almarhum Fredi Budiman,” terangnya.
Untuk modus yang dilakukan para tersangka dalam perkara TPPU Narkotika tersebut, yakni dengan sengaja mendirikan beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa importir termasuk juga money changer. Setidaknya ada enam perusahaan yang sengaja didirikan. Keenamnya yakni PT Prima Sakti, PT Dikjaya, PT Grafika Utama, PT Hoki Cemerlang, dan PT Devi dan Rekan Sejahtera.
“Jadi para tersangka ini kemudian pura-pura mengimpor sejumlah barang dari luar negeri. Dan untuk membayar barang impor tersebut, kemudian tentunya harus ada invoice atau dokumen pembayaran. Karena mereka ini aslinya tidak melakukan impor barang, otomatis juga tidak memiliki invoice. Tetapi kemudian mereka memalsukannya,” ungkapnya.
Setelah memiliki invoice palsu, para tersangka pun kemudian langsung ke bank untuk melakukan pembayaran terhadap pembelian sejumlah barang impor fiktif tersebut dengan sejumlah uang yang nominalnya bervariasi atau sesuai dengan jumlah yang telah sengaja ditentukan sendiri oleh para tersangka. Menurutnya, pembayaran tersebut dilakukan dengan jumlah paling sedikit Rp1 miliar.
“Karena memiliki invoice itu, tentu bank akan menerima saat tersangka akan melakukan pembayaran. Namun, pembayaran itu ditujukan ke nomor rekening bank luar negeri milik para tersangka yang sengaja dibuat melalui para pegawainya ketika diajak jalan-jalan ke luar negeri. Jadi para pegawainya itu diberi bonus jalan-jalan ke luar negeri, dan saat itu mereka juga disuruh buka rekening bank luar negeri. Nanti kemudian dikumpulkan jadi satu ,” ucapnya.
Berdasarkan data yang diperoleh, beberapa uang hasil perkara TPPU Narkotika tersebut ditransfer ke beberapa bank luar negeri diantaranya yakni di Jepang, China, India, Jerman dan Australia. Selama 2014 – 2016, tercatat salah satu perusahaan tersebut telah mengirimkan uang ke luar negeri hingga Rp6,4 triliun dengan 2.136 invoice fiktif.
“Dari tangan ketiga tersangka, berhasil diamankan beberapa barang bukti diantaranya 3 unit apartemen, 6 ruko, 1 rumah, 3 mobil, 2 toko, sebidang tanah, dan uang tunai sebesar Rp 1,65 miliar dengan perkiraan sementara total aset sebesar Rp 65,9 miliar. Dan karena ini lintas negara, maka akan kita telusuri ke sana,” bebernya.