Ada banyak jenis ekses pungli yang jadi kekhawatiran. Mulai dari adanya jual beli kuota di daerah hingga adanya sistem pungutan liar pada para driver bila melewati batas wilayah operasional.
Sementara, untuk pemberlakuan tarif bawah akan diberlakuan transisi selama tiga bulan ke depan. Pada akhirnya, yang menentukan tarif bawah nantinya adalah pemerintah pusat, dalam hal ini kemenhub. Poin penting dari kebijakan Presiden adalah konsumen juga harus dilindungai dengan adanya kebijakan-kebijakan transportasi.
Terpisah, DPP Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) mengapresiasi langkah pemerintah dalam penyetaraan pajak untuk angkutan sewa khusus ini. Sekjen Organda Ateng Aryono menuturkan, sesama usaha angkutan memang semestinya mendapat perlakuan sama, sesuai dengan mudanya. ”Jadi kalau angkutan sewa, ya sama dengan angkutan sewa. Biasanya, dari tarif dikenakan ppn 10 persen,” ujarnya.
Disinggung soal pernyataan ketua KPPU soal pembatalan pembatasan kuota angkutan online, Ateng mengaku belum mengetahui perihal tersebut. Sebab, terakhir berkomunikasi dengan Menhub, revisi PM 32/2016 masih akan berjalan sesuai dengan poin-poin di dalamnya.
Namun, bila memang pembatasan kuota dibatalkan dengan alasan kekhawatiran soal pungli ini, Ateng mengaku agak lucu melihatnya. Menurutnya, kasus pungli di jalan belum jelas berapa case yang terjadi. Sementara saat ini, banyak sekali angkutan online yang beroperasional tanpa izin. Ibaratnya, kuman diseberang lautan tampak tapi Gajah dipelupuk mata tak tampak.
”Tapi saya masih yakin, Pak Presiden tentu mempertimbangkan semua sisi dengan berimbang demi Indonesia,” ungkapnya.
Dia turut menjawab pernyataan Syarkawih soal persaingan yang tidak sehat bila dilakukan pembatasan. Menurutnya, tidak semua cocok dengan mekanisme tersebut. ”Untuk industry produk tertentu cocok, namun jasa angkutan apa bisa efisiensi tercapai dengan cara itu? Apalagi mellibatkan UMKM kan?” tandasnya.