SATU Tetap Menolak
Sementara pelaku angkutan dan transportasi umum di Sumut tetap menolak kehadiran angkutan berbasis aplikasi online per 1 April sesuai implementasi Permenhub 32/2016. Menurut mereka, Pemprov Sumut harus tegas dan dapat mengakomodir aspirasi pelaku angkutan konvensional ini, terutama bagi Go-Jek yang belum memiliki payung hukum.
“Dari awal kami sudah tegaskan, sesuai dengan tuntutan meminta pemerintah memberhentikan angkutan berbasis aplikasi. Kemenhub sendiri melemparkan kembali ke setiap pemerintah daerah. Kita harap Pemprov Sumut juga tegas dalam hal ini. Contoh Go-Jek, yang kita tahu belum ada regulasi mengatur operasional mereka,” kata Koordinator Wilayah Solidaritas Angkutan dan Transportasi Umum (SATU), Johan Merdeka kepada Sumut Pos, kemarin.
Menurut Johan, Permenhub 32/2016 belum ada mengatur secara gamblang operasional angkutan berbasis aplikasi roda dua. “Ingat, Go-Jek itu belum ada payung hukumnya. Di regulasi yang ada saat ini, baru mengatur untuk roda empat,” katanya.
Pihaknya akan berupaya sekuat tenaga dan dengan cara apa saja untuk hentikan operasional Go-Jek di Sumut, khususnya Kota Medan. “Itu akan kami lakukan. Kami akan hentikan pengoperasian mereka di Medan. Apapun itu (caranya),” tegas Johan.
Sebenarnya, sambung dia, pernah ada Surat Edaran Dishub Provsu pada 27 September 2016 yang diajukan kepada seluruh pelaku angkutan berbasis aplikasi online ini. Hal itu disebut Johan sudah cukup baik karena mencakup aspirasi dari pelaku angkutan konvensional. “Namun sayang, pemerintah provinsi dalam hal ini Dishub, terlihat lemah dari sisi implementasi. Nyaris tidak ada penindakan terhadap mereka,” katanya.
Pelaku angkutan umum konvensional mengakui bahwa kemajuan teknologi tidak bisa dihempang. Untuk itu mereka membuka diri agar pemerintah melakukan pembinaan dan peremajaan terhadap pelaku angkutan konvensional.
“Ya, dalam hal ini kita juga siap dibenahi, diremajakan. Tetapi dalam hal ini pula pemerintah perlu tegas terlebih dahulu. Selain menata armada konvensional, juga siapkan dulu payung hukum bahwa angkutan roda dua berbasis aplikasi, baru setelah itu boleh beroperasi,” ungkap Johan.
Ia menambahkan, pada 2015 lalu sebenarnya sudah ada aplikasi online bernama Go-Cak di Medan. Namun karena tidak difasilitasi dengan baik, aplikasi tersebut mandek dan tidak bisa dioptimalkan.
“Kalau memang pemerintah berpihak kepada parbetor, aktifkan lagi aplikasi tersebut. Karena bukan apa-apa, kami menjadikan pilihan utama pekerjaan itu untuk memenuhi kehidupan keluarga. Sedangkan yang berbasis online kebanyakan itu dijadikan sampingan. Kami harap pemprov tegas dan peka melihat ini,” pungkasnya. (byu/mia/jpg/prn/adz)