Diberitakan, mantan Komisioner KPUD Sumut Turunan Gulo mengadukan nasib anaknya yang dipecat pihak sekolah Djuwita karena tidak membayar uang sekolah kepada Komisi B DPRD Medan, Selasa (29/11). Dia keberatan dengan sikap pihak Djuwita karena putranya Ingwer Arief Budiman Gulo yang duduk di kelas IV SD, dikeluarkan karena tidak melunasi uang sekolah Rp2,2 juta per bulan dan yang uang program Rp8 juta per siswa.
Turunan Gulo mengaku punya alasan kenapa tidak membayar uang sekolah dan uang program. “Awalnya pihak sekolah menawarkan dua alternatif untuk pembayaran uang sekolah yakni alternatif pertama gurunya dari luar negeri dengan uang sekolah Rp2,2 juta per bulan. Kedua, uang sekolah Rp1,4 juta per bulan namun guru lokal. Sedangkan uang program itu disepakati diawal hanya Rp6 juta,” katanya di hadapan anggota Komisi B DPRD Medan.
Selain itu, pihak sekolah mewajibkan membayar uang program Rp8 juta per siswa naik dari sebelumnya Rp6 juta untuk pembelian buku melalui sekolah. Padahal itu melanggar PP No 17/2010. Dia pun sepakat untuk membayar uang sekolah anaknya Rp2,2 juta setiap bulannya, karena guru yang akan mengajar berasal dari luar negeri.
“Tapi tahun ketiga hingga saat ini guru dari luar negeri sudah tidak ada lagi. Anehnya, siswa tetap diwajibkan dan dipaksa bayar Rp2,2 juta, berarti telah terjadi pungli. Kami bersedia bayar Rp1,4 juta, karena gurunya dari lokal. Kami bukan tidak mau bayar, tapi pihak sekolah telah melakukan pembohongan, tidak komit dan hanya menuntut hak tanpa melaksanakan kewajiban,” paparnya. (prn/ila)