30 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Dugaan Alih Fungsi Hutan Lindung Jadi Kebun Sawit, Polda Sumut Usut 12 Kasus

.

MEDAN, SUMUTPOS.Co – Kasus alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Langkat yang menjerat Direktur PT Alam Langkat Makmur (ALAM) Musa Idishah alias Dody, menuai polemik di masyarakat. Ada yang menilai, kasus ini merupakan upaya kriminalisasi dan bermuatan politis. Namun, penilaian itu langsung dimentahkan Polda Sumut.

KEPALA Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, penetapan Dody sebagai tersangka merupakan satu dari 12 LP tindak pidana alih fungsi hutan lindung yang ditangani Polda Sumut sejak 2012 lalu. “Jadi masih ada 11 LP lain yang memang sedang kita tangani selain PT Alam yang menetapkan saudara D sebagai tersangka,” ujar Tatan ketika ditemui Sumut Pos di ruang kerjanya, Jumat (1/2).

Menurut Tatan, 11 LP tindak pidan alih fungsi hutan lainnya terjadi di lima kabupaten di Sumut
yakni Langkat, Deliserdang, Sergai, Madina, dan Labuhanbatu. “Ada 11 LP lagi dengan rincian 6 LP dilakukan koorporasi, di antaranya UD HS

dengan 1 LP, PT DMK dengan 1 LP, PT PD Paya Pinang 1 LP. Kemudian PT SN dengan 2 LP, PT RPR dengan 1 LP. Sedangkan untuk perorangan ada 5 LP, di antaranya dengan tersangka SBD, RS, J alias A dan R alias Y. Kemudian AS dengan luas 100 hektare dan terakhir TM. Jadi ditambah PT Alam ada 12 LP,” sebutnya.

Kata Tatan, dari LP yang masuk itu, kasus Dody yang sudah dinyatakan lengkap. Sebelum menindak, polisi juga sudah melakukan penyelidikan mendalam. “Kebetulan PT ALAM ini yang lengkap datanya. Makanya itu yang kita kerjakan duluan,” ujarnya.

Tatan juga meminta kepada masyarakat atau aparatur negara yang punya data terkait alih fungsi hutan bisa melaporkannya ke Polda Sumut. Sehingga mereka akan cepat mengambil tindakan. “Kita bekerja profesional. Kalau ada informasi, ayo sama-sama kita tertibkan,” tegasnya.

Untuk 12 LP yang itu menurutnya ada 6 LP yang berkasnya telah dinyatakan lengkap atau P21.”Sementara sisanya masih kita lakukan penyelidikan mendalam,” ungkapnya tanpa merinci lebih detail soal berapa banyak total masing-masing hutan lindung yang dirambah.

Tatan juga menyikapi beredarnya di media sosial, video polisi mengamankan proses penggeledahan di rumah Direktur PT Alam, Dody di Komplek Perumahan Cemara Asri yang viral dan menuding penyelidikan itu lantaran pihak Dody enggan mendukung salahsatu pasangan Capres, Polda Sumut menegaskan tengah memburu pelaku.

Dalam rekaman itu, seseorang menuding Polisi sengaja mentersangkakan Dody karena keluarga besar mereka tidak bersedia mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. “Jadi kami sampaikan bahwa Polri dalam hal ini sebagai penegak hukum kita netral,” tegasnya.

Polisi, lanjut Tatan, juga gerah dengan video tersebut. Menurutnya orang yang membuat video itu sudah mencoreng institusi Polri. “Kita lihat secara verbal ini sudah menuduh institusi Polri secara keseluruhan,” ungkap Tatan.

Kata Tatan, langkah tegas akan diambil kepolisian. Menurutnya, pelaku pembuatan video itu diduga keluarga Dody. Begitupun, katanya, polisi masih akan melakukan penyelidikan. “Yang pasti kita punya saksi ya anggota kita termasuk mungkin ada berapa kawan-kawan pers yang diobjek pada saat kegiatan penggeledahan,” pungkas Tatan.

Kerahkan Jaksa Senior

Dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) sudah menerima berkas Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Ditkrimsus Polda Sumut. Untuk meneliti berkas perkara ini, Kejatisu mengerahkan tim yang terdiri dari jaksa senior.”Iya benar, sudah kita terima SPDP nya tanggal 20 Desember 2018 kemarin. Diantara langsung oleh penyidik Poldasu,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu Sumanggar Siagian, Jumat (1/2).

Lantaran kasus ini cukup menjadi perhatian publik, lanjut Sumanggar, pihaknya mengerahkan jaksa senior untuk meneliti berkas tersebut. Ada tiga orang jaksa yang sudah ditunjuk untuk meneliti berkas perkara ini dari Polda Sumut nantinya. “Kita buat tim dari jaksa-jaksa senior terdiri dari tiga orang yakni, Donny Ritonga, P Pasaribu dan Sri Astuti. Semua dari Kejatisu,” ungkapnya sembari menyebutkan saat ini Kejatisu masih menunggu pengiriman berkas dari Polda Sumut.

Buktikan Tak Dipolitisi

Mencuatnya kasus alih fungsi hutan ini juga mendapat perhatian DPRD Sumut dan organisasi kepemudaan. Anggota DPRD Sumut, Ikrimah Hamidy mengatakan, pihak kepolisian harus mampu membuktikan bahwa penyelidikan kasus dugaan alih fungsi hutan menjadi perkebunan yang melibatkan Musa Idishah alias Dodi tidak memiliki unsur politis.

Hal ini disampaikannya menanggapi munculnya video berdurasi 17 detik yang mengaitkan penggeledahan rumah Dody berkaitan dengan permintaan memilih capres dan cawapres 01. “Polisi harus mampu membuktikan bahwa ini murni penegakan hukum,” katanya via seluler kemarin.

Ia menjelaskan, munculnya tudingan-tudingan aksi kepolisian memiliki muatan politis tentu disebabkan berbagai informasi yang berkembang di tengah masyarakat yang menyebutkan adanya upaya dari pihak kepolisian memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 pada Pemilu 2019. Meski hal ini masih hanya sebatas isu, namun menurutnya ini akan membuat kalangan masyarakat dengan mudah selalu mengaitkan apapun aksi dari pihak kepolisian sebagai hal yang politis.

Khusus dalam penanganan kasus dugaan alih fungsi hutan oleh PT Alam yang dikelola keluarga Ijeck, pihak kepolisian menurutnya harus menunjukkan bahwa hal ini murni penegakan hukum. “Caranya, seluruh perusahaan atau aktivitas perambahan hutan maupun alih fungsi hutan di Sumut harus diproses. Merata sajalah sehingga tidak menimbulkan stigma hanya perusahaan PT ALAM yang menjadi sasaran,” ujar politisi PKS itu.

Apalagi, imbuh dia, kasus alih fungsi hutan menjadi perkebunan sangat banyak terjadi di Sumut. Dari data yang disampaikannya, jumlahnya bahkan diperkirakan mencapai hampir 1 juta hektare pada beberapa lokasi lain, seperti Labuhan Batu, Padang Lawas, Padanglawas Utara, Karo dan lainnya. “Banyak sebenarnya alih fungsi lahan di Sumut, tapi aman-aman aja sekarang. Saya kira karena ini momentum politik, polisi harus menunjukkan adanya proses yang sama terhadap seluruh pelaku alih fungsi hutan,” pungkasnya.

Stop Kriminalisasi

Sementara Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumut mendesak agar tidak ada kriminalisasi yang dilakukan pada siapapun menjelang Pilpres. Termasuk mengusik keluarga H Anif yang menurutnya sama dengan memicu reaksi masyarakat. “Jadi jika ada pihak-pihak yang coba mengusik keluarga H Anif, maka itu sama halnya dengan mengganggu ketentraman dan mengusik masyarakat Sumut, khususnya umat Islam,” kata Ketua KNPI Sumut, Sugiat Santoso.

Menurutnya, keluarga H Anif dikenal sebagai pengusaha pribumi yang sudah banyak membantu masyarakat. Mulai dari membantu pembangunan di bidang pendidikan, pembangunan masjid, pembangunan madrasah, pesantren-pesantren dan membantu kegiatan sosial keagamaan lainnya. Bahkan sejak 2000-an, keluarga H Anif juga konsisten melaksanakan program bersih masjid di hampir seluruh kabupaten/kota se Sumut.

Sugiat menilai, kasus yang menimpa Dodi Shah tersebut dinilai aneh dan terkesan dicari-cari. Terlebih kasus ini baru muncul paska berakhirnya Pilgubsu dan muncul menjelang Pilpres. Sebab, perkebunan itu sudah ada sejak 1980-an, dan mengapa sekarang baru dipermasalahkan. Apalagi letak perkebunan PT Alam itu juga dikelilingi oleh perusahaan perkebunan swasta lainnya, artinya PT Alam itu berada di tengah-tengah kebun swasta lain.

“Bahkan juga banyak perkampungan warga yang sudah terbangun ramai puluhan tahun lamanya di sekitar area perkebunan, lalu mengapa PT Alam saja yang diperiksa, dan bagaimana dengan perkebunan swasta lainnya yang berada di sekeliling PT Alam tersebut,” tegasnya.

Berdasarkan logika sederhana, hemat dia, jika ada area perkebunan PT Alam yang dituduhkan sebagai bagian dari kawasan hutan lindung, lalu bagaimana status perkebunan swasta lainnya yang mengelilingi kawasan perkebunan PT ALAM tersebut. Lalu bagaimana juga status kampung-kampung warga dengan perkebunan inti rakyatnya yang juga masih mengelilingi area perkebunan PT Alam tersebut.

Sugiat berharap agar hukum itu bukan untuk memukul lawan atau melindungi kawan, tapi hukum hadir untuk memastikan tegaknya keadilan. “Masyarakat Sumut pasti tidak akan diam jika hukum dijadikan sebagai alat untuk mengkriminalisasi dan kami berharap Poldasu menghentikan kriminalisasi pada keluarga H Anif,” pungkasnya. (dvs/prn/man)

.

MEDAN, SUMUTPOS.Co – Kasus alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Langkat yang menjerat Direktur PT Alam Langkat Makmur (ALAM) Musa Idishah alias Dody, menuai polemik di masyarakat. Ada yang menilai, kasus ini merupakan upaya kriminalisasi dan bermuatan politis. Namun, penilaian itu langsung dimentahkan Polda Sumut.

KEPALA Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, penetapan Dody sebagai tersangka merupakan satu dari 12 LP tindak pidana alih fungsi hutan lindung yang ditangani Polda Sumut sejak 2012 lalu. “Jadi masih ada 11 LP lain yang memang sedang kita tangani selain PT Alam yang menetapkan saudara D sebagai tersangka,” ujar Tatan ketika ditemui Sumut Pos di ruang kerjanya, Jumat (1/2).

Menurut Tatan, 11 LP tindak pidan alih fungsi hutan lainnya terjadi di lima kabupaten di Sumut
yakni Langkat, Deliserdang, Sergai, Madina, dan Labuhanbatu. “Ada 11 LP lagi dengan rincian 6 LP dilakukan koorporasi, di antaranya UD HS

dengan 1 LP, PT DMK dengan 1 LP, PT PD Paya Pinang 1 LP. Kemudian PT SN dengan 2 LP, PT RPR dengan 1 LP. Sedangkan untuk perorangan ada 5 LP, di antaranya dengan tersangka SBD, RS, J alias A dan R alias Y. Kemudian AS dengan luas 100 hektare dan terakhir TM. Jadi ditambah PT Alam ada 12 LP,” sebutnya.

Kata Tatan, dari LP yang masuk itu, kasus Dody yang sudah dinyatakan lengkap. Sebelum menindak, polisi juga sudah melakukan penyelidikan mendalam. “Kebetulan PT ALAM ini yang lengkap datanya. Makanya itu yang kita kerjakan duluan,” ujarnya.

Tatan juga meminta kepada masyarakat atau aparatur negara yang punya data terkait alih fungsi hutan bisa melaporkannya ke Polda Sumut. Sehingga mereka akan cepat mengambil tindakan. “Kita bekerja profesional. Kalau ada informasi, ayo sama-sama kita tertibkan,” tegasnya.

Untuk 12 LP yang itu menurutnya ada 6 LP yang berkasnya telah dinyatakan lengkap atau P21.”Sementara sisanya masih kita lakukan penyelidikan mendalam,” ungkapnya tanpa merinci lebih detail soal berapa banyak total masing-masing hutan lindung yang dirambah.

Tatan juga menyikapi beredarnya di media sosial, video polisi mengamankan proses penggeledahan di rumah Direktur PT Alam, Dody di Komplek Perumahan Cemara Asri yang viral dan menuding penyelidikan itu lantaran pihak Dody enggan mendukung salahsatu pasangan Capres, Polda Sumut menegaskan tengah memburu pelaku.

Dalam rekaman itu, seseorang menuding Polisi sengaja mentersangkakan Dody karena keluarga besar mereka tidak bersedia mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. “Jadi kami sampaikan bahwa Polri dalam hal ini sebagai penegak hukum kita netral,” tegasnya.

Polisi, lanjut Tatan, juga gerah dengan video tersebut. Menurutnya orang yang membuat video itu sudah mencoreng institusi Polri. “Kita lihat secara verbal ini sudah menuduh institusi Polri secara keseluruhan,” ungkap Tatan.

Kata Tatan, langkah tegas akan diambil kepolisian. Menurutnya, pelaku pembuatan video itu diduga keluarga Dody. Begitupun, katanya, polisi masih akan melakukan penyelidikan. “Yang pasti kita punya saksi ya anggota kita termasuk mungkin ada berapa kawan-kawan pers yang diobjek pada saat kegiatan penggeledahan,” pungkas Tatan.

Kerahkan Jaksa Senior

Dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) sudah menerima berkas Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Ditkrimsus Polda Sumut. Untuk meneliti berkas perkara ini, Kejatisu mengerahkan tim yang terdiri dari jaksa senior.”Iya benar, sudah kita terima SPDP nya tanggal 20 Desember 2018 kemarin. Diantara langsung oleh penyidik Poldasu,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu Sumanggar Siagian, Jumat (1/2).

Lantaran kasus ini cukup menjadi perhatian publik, lanjut Sumanggar, pihaknya mengerahkan jaksa senior untuk meneliti berkas tersebut. Ada tiga orang jaksa yang sudah ditunjuk untuk meneliti berkas perkara ini dari Polda Sumut nantinya. “Kita buat tim dari jaksa-jaksa senior terdiri dari tiga orang yakni, Donny Ritonga, P Pasaribu dan Sri Astuti. Semua dari Kejatisu,” ungkapnya sembari menyebutkan saat ini Kejatisu masih menunggu pengiriman berkas dari Polda Sumut.

Buktikan Tak Dipolitisi

Mencuatnya kasus alih fungsi hutan ini juga mendapat perhatian DPRD Sumut dan organisasi kepemudaan. Anggota DPRD Sumut, Ikrimah Hamidy mengatakan, pihak kepolisian harus mampu membuktikan bahwa penyelidikan kasus dugaan alih fungsi hutan menjadi perkebunan yang melibatkan Musa Idishah alias Dodi tidak memiliki unsur politis.

Hal ini disampaikannya menanggapi munculnya video berdurasi 17 detik yang mengaitkan penggeledahan rumah Dody berkaitan dengan permintaan memilih capres dan cawapres 01. “Polisi harus mampu membuktikan bahwa ini murni penegakan hukum,” katanya via seluler kemarin.

Ia menjelaskan, munculnya tudingan-tudingan aksi kepolisian memiliki muatan politis tentu disebabkan berbagai informasi yang berkembang di tengah masyarakat yang menyebutkan adanya upaya dari pihak kepolisian memenangkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 pada Pemilu 2019. Meski hal ini masih hanya sebatas isu, namun menurutnya ini akan membuat kalangan masyarakat dengan mudah selalu mengaitkan apapun aksi dari pihak kepolisian sebagai hal yang politis.

Khusus dalam penanganan kasus dugaan alih fungsi hutan oleh PT Alam yang dikelola keluarga Ijeck, pihak kepolisian menurutnya harus menunjukkan bahwa hal ini murni penegakan hukum. “Caranya, seluruh perusahaan atau aktivitas perambahan hutan maupun alih fungsi hutan di Sumut harus diproses. Merata sajalah sehingga tidak menimbulkan stigma hanya perusahaan PT ALAM yang menjadi sasaran,” ujar politisi PKS itu.

Apalagi, imbuh dia, kasus alih fungsi hutan menjadi perkebunan sangat banyak terjadi di Sumut. Dari data yang disampaikannya, jumlahnya bahkan diperkirakan mencapai hampir 1 juta hektare pada beberapa lokasi lain, seperti Labuhan Batu, Padang Lawas, Padanglawas Utara, Karo dan lainnya. “Banyak sebenarnya alih fungsi lahan di Sumut, tapi aman-aman aja sekarang. Saya kira karena ini momentum politik, polisi harus menunjukkan adanya proses yang sama terhadap seluruh pelaku alih fungsi hutan,” pungkasnya.

Stop Kriminalisasi

Sementara Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumut mendesak agar tidak ada kriminalisasi yang dilakukan pada siapapun menjelang Pilpres. Termasuk mengusik keluarga H Anif yang menurutnya sama dengan memicu reaksi masyarakat. “Jadi jika ada pihak-pihak yang coba mengusik keluarga H Anif, maka itu sama halnya dengan mengganggu ketentraman dan mengusik masyarakat Sumut, khususnya umat Islam,” kata Ketua KNPI Sumut, Sugiat Santoso.

Menurutnya, keluarga H Anif dikenal sebagai pengusaha pribumi yang sudah banyak membantu masyarakat. Mulai dari membantu pembangunan di bidang pendidikan, pembangunan masjid, pembangunan madrasah, pesantren-pesantren dan membantu kegiatan sosial keagamaan lainnya. Bahkan sejak 2000-an, keluarga H Anif juga konsisten melaksanakan program bersih masjid di hampir seluruh kabupaten/kota se Sumut.

Sugiat menilai, kasus yang menimpa Dodi Shah tersebut dinilai aneh dan terkesan dicari-cari. Terlebih kasus ini baru muncul paska berakhirnya Pilgubsu dan muncul menjelang Pilpres. Sebab, perkebunan itu sudah ada sejak 1980-an, dan mengapa sekarang baru dipermasalahkan. Apalagi letak perkebunan PT Alam itu juga dikelilingi oleh perusahaan perkebunan swasta lainnya, artinya PT Alam itu berada di tengah-tengah kebun swasta lain.

“Bahkan juga banyak perkampungan warga yang sudah terbangun ramai puluhan tahun lamanya di sekitar area perkebunan, lalu mengapa PT Alam saja yang diperiksa, dan bagaimana dengan perkebunan swasta lainnya yang berada di sekeliling PT Alam tersebut,” tegasnya.

Berdasarkan logika sederhana, hemat dia, jika ada area perkebunan PT Alam yang dituduhkan sebagai bagian dari kawasan hutan lindung, lalu bagaimana status perkebunan swasta lainnya yang mengelilingi kawasan perkebunan PT ALAM tersebut. Lalu bagaimana juga status kampung-kampung warga dengan perkebunan inti rakyatnya yang juga masih mengelilingi area perkebunan PT Alam tersebut.

Sugiat berharap agar hukum itu bukan untuk memukul lawan atau melindungi kawan, tapi hukum hadir untuk memastikan tegaknya keadilan. “Masyarakat Sumut pasti tidak akan diam jika hukum dijadikan sebagai alat untuk mengkriminalisasi dan kami berharap Poldasu menghentikan kriminalisasi pada keluarga H Anif,” pungkasnya. (dvs/prn/man)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/