Roby mengatakan, narkoba merupakan musuh bangsa. Untuk itu, harus secara bersama-sama pula memberantasnya. Namun menurut dia, upaya tembak mati tidak serta merta harus dilakukan. “Kalau si pelaku tidak terlalu membahayakan petugas, saya kira nggak perlu juga petugas umbar peluru,” ujar politisi PDIP ini.
Menurut mantan Sekretaris DPC PDIP Kota Medan ini, dengan tertangkapnya pelaku atau bandar narkoba ini, aparat penegak hukum sebenarnya bisa menggali lebih banyak sindikat peredaran barang haram tersebut.
“Kalau sudah ‘dihabisi’, justru menimbulkan kesan mata rantai penghubung ke jaringan narkoba lebih besar lagi akan terputus. Apalagi yang ditembak bukan bandar kelas kakap,” katanya.
Roby menambahkan, aparat hukum sebenarnya sudah punya pemetaan terhadap sindikat jaringan narkoba ini. “Dari begitu banyak gembong yang dibidik, tentu ada sindikat besar yang belum mampu diungkap. Aparat pasti sudah tahu itu, bahkan diantaranya mereka juga yang memback-up,” ujarnya.
Senada, Ketua DPD Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat) Sumatera Utara Hamdani Harahap juga menyesalkan tindakan represif aparat hukum ini. “Kita patut pertanyakan apa standar operasional prosedur (SOP) mereka, kenapa tembak mati bandar narkoba,” katanya.
Terlebih, menurutnya, kalau pelaku tidak memberi perlawanan saat diamankan, kiranya tak perlu sampai ditembak mati. “Satu sisi kita apresiasi penegak hukum dalam meminimalisir peredaran narkoba, namun satu sisi lainnya tentu harus pertimbangkan aspek hak asasi manusia (HAM) juga,” ujar Hamdani.
Ia juga sependapat, indikasi dari ditembak matinya pelaku narkoba untuk memutus mata rantai sindikat yang lebih besar. “Padahal kalau dari bandarnya itu diusut lebih dalam, bisa sampai ke level lebih tinggi diungkap. Indikasi itu bisa saja terjadi, dan setiap kali harus ditembak mati juga membingungkan. Makanya ini harus dilihat kasus per kasus. Boleh saja ini kita bilang semangat meminimalisir kejahatan narkoba, tapi jangan sampai melanggar HAM,” pungkasnya.