26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

BNN Rajin Umbar Peluru

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS_
Polisi menjaga dua orang tersangka bandar narkoba saat melakukan penggerebekan di Kawasan Jalan Lintas Sumatera Binjai-Medan Kilometer 10, Sumatera Utara, Rabu (1/3). BNN melakukan penyergapan terhadap lima orang tersangka bandar narkoba dan satu orang di antaranya tewas ditembak saat sedang melakukan transaksi narkoba dengan barang bukti sebanyak 38 kilogram sabu-sabu.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata mempertanyakan, apakah penembakan yang acap kali menewaskan bandar narkoba oleh BNN dan Kepolisian itu sudah memenuhi prosedur.

“Prosedur untuk menembak seorang tersangka apabila, mencoba melarikan diri setelah diperingatkan atau membahayakan petugas. Pertanyaannya, apakah tersangka yang tewas ini begitu membahayakan sehingga harus ditembak mati? Atau setelah diperingatkan masih melawan dan berusaha melarikan diri bisa dilakukan tembak di tempat dan itu upaya terakhir,” ungkap Surya Adinata kepada Sumut Pos.

Terlepas dari itu, dia mempertanyakan sikap petugas BNN yang menembak mati tersangka. Soalnya Polisi harusnya melakukan interogasi orang yang ditersangkakan itu. Menurutnya, matinya tersangka membuat satu pintu informasi penyelidikan terputus.

“Kenapa bandar sering ditembak mati? Kita tidak tahu juga, apakah yang ditembak mati ini merupakan bandar, kurir atau malah orang awam yang tidak tahu-menahu apa yang dikerjakannya. Bisa saja petugas salah target, kan bisa saja seperti itu. Dan ketika itu ditembak dilabeli kalau itu merupakan bandar narkoba. Nah ini yang harus diubah,” sebutnya.

Dia menerangkan, dalam prosedur hukum yang menentukan seseorang itu merupakan tersangka harus melalui proses pemeriksaan dan persidangan di pengadilan. “Harus  ada putusan pengadilan yang menyatakan seseorang itu tersangka bandar atau tidak, ini kan jadinya peradilan di luar pengadilan. Mereka mengadili dan mengeksekusi di luar pengadilan. Cara-cara seperti ini harus diperbaiki,” terangnya.

Menurutnya, banyak juga perkara narkoba yang terdakwanya bebas di pengadilan karena salah di tingkat penyelidikan dan penyidikan. “Nah bagaimana orang bisa dieksekusi, sementara masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan pun belum sampai. Seperti penggerebekan inikan masih dalam tahap awal, sebuah penyelidikan. Jadi hal-hal yang seperti ini yang harus diubah dan diperbaiki, bisa saja itu salah tangkap atau tembak,” terangnya.

Surya lantas mempertanyakan motivasi petugas menembak mati seorang tersangka narkoba. Dia mengaku banyak mendengar meski tak memiliki bukti faktual kalau ada juga titipan agar petugas menembak seorang bandar narkoba atas titipan bandar narkoba lain.

“Jadi seperti persaingan bisnis, ada pesanan-pesanan. Kita nggak yakinlah bahwa seratus persen Polisi kita benar semua. Banyak juga oknum Polisi yang terlibat jaringan narkoba karena tidak dibenahi serius internalnya. Jadi bandar-bandar itu bisa masuk melalui oknum-oknum menitip agar salah satu bandar dimatikan, bisa saja seperti itu,” tuturnya.

Kemudian lagi, ditewaskannya seorang bandar untuk memutuskan mata rantai peredaran narkoba yang bisa-bisa saja menyeret oknum-oknum lain. “Artinya, dengan matinya seorang bandar karena dikhawatirkan dia membeberkan jaringan di atasnya lagi yang lebih besar. Jadi dengan mematikan seorang bandar narkoba, banyak mudaratnya. Harusnya dia bisa menjadi justice collaborator atau whistle blower, pemberi informasi, jadi ini pola ini yang harus diubah aparat kita,” pungkas Surya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS_
Polisi menjaga dua orang tersangka bandar narkoba saat melakukan penggerebekan di Kawasan Jalan Lintas Sumatera Binjai-Medan Kilometer 10, Sumatera Utara, Rabu (1/3). BNN melakukan penyergapan terhadap lima orang tersangka bandar narkoba dan satu orang di antaranya tewas ditembak saat sedang melakukan transaksi narkoba dengan barang bukti sebanyak 38 kilogram sabu-sabu.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Surya Adinata mempertanyakan, apakah penembakan yang acap kali menewaskan bandar narkoba oleh BNN dan Kepolisian itu sudah memenuhi prosedur.

“Prosedur untuk menembak seorang tersangka apabila, mencoba melarikan diri setelah diperingatkan atau membahayakan petugas. Pertanyaannya, apakah tersangka yang tewas ini begitu membahayakan sehingga harus ditembak mati? Atau setelah diperingatkan masih melawan dan berusaha melarikan diri bisa dilakukan tembak di tempat dan itu upaya terakhir,” ungkap Surya Adinata kepada Sumut Pos.

Terlepas dari itu, dia mempertanyakan sikap petugas BNN yang menembak mati tersangka. Soalnya Polisi harusnya melakukan interogasi orang yang ditersangkakan itu. Menurutnya, matinya tersangka membuat satu pintu informasi penyelidikan terputus.

“Kenapa bandar sering ditembak mati? Kita tidak tahu juga, apakah yang ditembak mati ini merupakan bandar, kurir atau malah orang awam yang tidak tahu-menahu apa yang dikerjakannya. Bisa saja petugas salah target, kan bisa saja seperti itu. Dan ketika itu ditembak dilabeli kalau itu merupakan bandar narkoba. Nah ini yang harus diubah,” sebutnya.

Dia menerangkan, dalam prosedur hukum yang menentukan seseorang itu merupakan tersangka harus melalui proses pemeriksaan dan persidangan di pengadilan. “Harus  ada putusan pengadilan yang menyatakan seseorang itu tersangka bandar atau tidak, ini kan jadinya peradilan di luar pengadilan. Mereka mengadili dan mengeksekusi di luar pengadilan. Cara-cara seperti ini harus diperbaiki,” terangnya.

Menurutnya, banyak juga perkara narkoba yang terdakwanya bebas di pengadilan karena salah di tingkat penyelidikan dan penyidikan. “Nah bagaimana orang bisa dieksekusi, sementara masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan pun belum sampai. Seperti penggerebekan inikan masih dalam tahap awal, sebuah penyelidikan. Jadi hal-hal yang seperti ini yang harus diubah dan diperbaiki, bisa saja itu salah tangkap atau tembak,” terangnya.

Surya lantas mempertanyakan motivasi petugas menembak mati seorang tersangka narkoba. Dia mengaku banyak mendengar meski tak memiliki bukti faktual kalau ada juga titipan agar petugas menembak seorang bandar narkoba atas titipan bandar narkoba lain.

“Jadi seperti persaingan bisnis, ada pesanan-pesanan. Kita nggak yakinlah bahwa seratus persen Polisi kita benar semua. Banyak juga oknum Polisi yang terlibat jaringan narkoba karena tidak dibenahi serius internalnya. Jadi bandar-bandar itu bisa masuk melalui oknum-oknum menitip agar salah satu bandar dimatikan, bisa saja seperti itu,” tuturnya.

Kemudian lagi, ditewaskannya seorang bandar untuk memutuskan mata rantai peredaran narkoba yang bisa-bisa saja menyeret oknum-oknum lain. “Artinya, dengan matinya seorang bandar karena dikhawatirkan dia membeberkan jaringan di atasnya lagi yang lebih besar. Jadi dengan mematikan seorang bandar narkoba, banyak mudaratnya. Harusnya dia bisa menjadi justice collaborator atau whistle blower, pemberi informasi, jadi ini pola ini yang harus diubah aparat kita,” pungkas Surya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/