26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Peluang Luhut Terbuka

Pokja Soal Dana Rp6 T dan Keinginan Kelola PT Inalum

JAKARTA-Keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan melalui perusahaannya PT Toba Sejahtera (TS) untuk ikut mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), disambut baik kelompok kerja (pokja) pengambilalihan Inalum.

Meski demikian, pokja yang bertugas menyiapkan pemutusan kontrak dengan perusahaan Jepang Nippon Asahan Alumunium (NAA) ini menyatakan belum menerima permintaan resmi dari PT TS.
Dengan dana yang sudah disiapkan konsorsium bank yang digandeng, apakah ada kemungkinan PT TS mengambilalih saham milik NAA? “Kalau swasta mau ikut, itu nanti dia masuk ke dalam IPO sebagai mitra strategis,” terang Ketua Otorita Asahan, Effendi Sirait, dalam kapasitasnya sebagai sekretaris Tim Pelaksana Pokja, kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (1/7).

Dijelaskan Effendi, hingga kemarin belum ada proposal dari pihak swasta, termasuk dari perusahaan milik Luhut itu, yang masuk ke Pokja. “Belum ada proposal, itu hanya pemikiran-pemikiran saja,” ujarnya. Hanya saja, “Semua kemungkinan terbuka.” Hingga kemarin, pokja masih berkutat melakukan kajian terhadap sejumlah opsi model pengelolaan Inalum pasca 2013 mendatang, termasuk siapa saja yang akan dilibatkan.

“Sampai sekarang masih dalam tahap mengakhiri Master Agreement. Untuk selanjutnya nanti bagaimana, itu masih dilakukan pengkajian oleh Pokja,” terang Effendi Sirait.

Pernyataan Effendi menanggapi keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, yang melalui  PT Toba Sejahtera yang telah menyiapkan US$ 700 juta atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. Hanya saja, keinginan akuisisi mayoritas saham yang selama ini dikuasasi NAA itu nantinya akan dilakukan bersama-sama Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba.
Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis.
Effendi menjelaskan, Pokja belum sampai pada kesimpulan model pengelolaan Inalum pasca 2013.

Juga belum ada keputusan apakah nantinya akan melibatkan swasta atau tidak. Sejumlah opsi masih adalah kajian Pokja terkait siapa yang akan dijadikan mitra strategis atau mitra utama pengelolaan Inalum ke depan. Opsi-opsi itu antara lain dengan pelepasan saham perdana (IPO/Initial Public Offering), dibatasi khusus dalam negeri, pihak luar negeri diberi kesempatan, melibatkan pemda, dan atau melibatkan swasta.

Kok luar negeri masih diberi peluang? Bukankah sudah komit 100 persen saham bakal diambilalih pemerintah RI? “Semua opsi masih dikaji, tergantung mana yang paling menguntungkan,” jawab Effendi.

Mengenai kemungkinan keterlibatan perusahaan swasta, juga sedang dibahas apa saja persyaratannya. Juga apa saja persyaratan jika pemda ikut terlibat pengelolaan. “Termasuk bagaimana syarat untuk pemda ini, apa sama dengan syarat untuk swasta, semua masih dikaji,” bebernya.

Bagaimana dengan model konsorsium seperti yang ditawarkan Luhut Panjaitan, dimana dana disiapkan konsorsium bank dan Pemprov dan 10 pemkab/kota tidak perlu lagi mengeluarkan dana, alias mendapatkan golden share? Meski hasil kajian Pokja belum keluar, Effendi memberi sinyal tidak setuju dengan model pengelolaan seperti itu. Menurutnya, pemda tidak bisa mendapatkan golden share.

“Kalau pemda mau masuk, maka harus menyediakan dana untuk membeli saham share itu. Gak ada golden share, yang ada bisa memiliki saham dengan menyediakan dana,” terangnya.

Hitung-hitungan dari aspek keuangan juga terus dikaji Pokja, termasuk misalnya jika go publik. Pemerintah, lewat Pokja, merasa masih punya waktu yang panjang untuk melakukan kajian dan hitung-hitungan. Alasannya, tenggat waktu untuk secara resmi melakukan konsultasi dengan konsorsium perusahaan Jepang, adalah pada Nopember 2012. Konsultasi pemerintah RI dengan Jelang tetap harus dilakukan, karena sudah tertuang di Master Agreement.
“Tapi tentunya pada 2012 sudah ada kajian-kajian. Cukuplah waktu kita. Sabar saja lah,” pungkas Effendi.

Belum Bersikap
Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, enggan mengomentari keinginan Luhut B Panjaitan melalui PT TS untuk berkerja sama dengan pemprov dan 10 kabupaten/kota dalam pengelolaan PT Inalum.
“Nanti saja itu ya,” jawabnya singkat saat ditemui di acara Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara di Mapoldasu, kemarin.

Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun yang juga dikonfirmasi mengenai keinginan Luhut Panjaitan tersebut, juga tak memiliki sikap jelas. “Belum ada laporan, nanti kalau ngomong salah. Kita tunggu laporan dari Pansus Inalum yang sekarang lagi di lapangan. Nanti kalau sudah pulang, baru kita bisa ngomong” ungkap Saleh Bangun.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ami Dilham SE MSi berharap pengelolaan Inalum oleh pihak swasta tidak akan memberikan hasil signifikan bagi masyarakat. “Kalau memang swasta lagi yang akan mengelola, lebih baik yang dari Jepang saja, tidak usah dari swasta lainnya,” ungkapnya.

Secara rasional, Pembantu Dekan (PD) 3 Fakultas Ekonomi USU ini melihat, bila pengelolaan Inalum dilakukan pihak swasta Indonesia (PT TS) maupun konsorsium Jepang pasti hanya berpikiran komersialitas.

“Ide kerjasama itu bukan ide yang bagus. Apa pun ceritanya, kita harus berjuang agar Inalum dikelola secara keseluruhan oleh Indonesia, dan Sumut harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa mendapatkan 60 persen saham yang ada. Karena ini untuk kemajuan Sumut, dan Indonesia umumnya,” tuntasnya.(sam/ari)

Pokja Soal Dana Rp6 T dan Keinginan Kelola PT Inalum

JAKARTA-Keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan melalui perusahaannya PT Toba Sejahtera (TS) untuk ikut mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), disambut baik kelompok kerja (pokja) pengambilalihan Inalum.

Meski demikian, pokja yang bertugas menyiapkan pemutusan kontrak dengan perusahaan Jepang Nippon Asahan Alumunium (NAA) ini menyatakan belum menerima permintaan resmi dari PT TS.
Dengan dana yang sudah disiapkan konsorsium bank yang digandeng, apakah ada kemungkinan PT TS mengambilalih saham milik NAA? “Kalau swasta mau ikut, itu nanti dia masuk ke dalam IPO sebagai mitra strategis,” terang Ketua Otorita Asahan, Effendi Sirait, dalam kapasitasnya sebagai sekretaris Tim Pelaksana Pokja, kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (1/7).

Dijelaskan Effendi, hingga kemarin belum ada proposal dari pihak swasta, termasuk dari perusahaan milik Luhut itu, yang masuk ke Pokja. “Belum ada proposal, itu hanya pemikiran-pemikiran saja,” ujarnya. Hanya saja, “Semua kemungkinan terbuka.” Hingga kemarin, pokja masih berkutat melakukan kajian terhadap sejumlah opsi model pengelolaan Inalum pasca 2013 mendatang, termasuk siapa saja yang akan dilibatkan.

“Sampai sekarang masih dalam tahap mengakhiri Master Agreement. Untuk selanjutnya nanti bagaimana, itu masih dilakukan pengkajian oleh Pokja,” terang Effendi Sirait.

Pernyataan Effendi menanggapi keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, yang melalui  PT Toba Sejahtera yang telah menyiapkan US$ 700 juta atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. Hanya saja, keinginan akuisisi mayoritas saham yang selama ini dikuasasi NAA itu nantinya akan dilakukan bersama-sama Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba.
Luhut menjelaskan, dana sebesar itu akan dikucurkan oleh dua bank, yakni Deutsche Bank dan BNP Paribas. Komitmen pendanaan dari dua bank itu sudah dalam bentuk pernyataan tertulis.
Effendi menjelaskan, Pokja belum sampai pada kesimpulan model pengelolaan Inalum pasca 2013.

Juga belum ada keputusan apakah nantinya akan melibatkan swasta atau tidak. Sejumlah opsi masih adalah kajian Pokja terkait siapa yang akan dijadikan mitra strategis atau mitra utama pengelolaan Inalum ke depan. Opsi-opsi itu antara lain dengan pelepasan saham perdana (IPO/Initial Public Offering), dibatasi khusus dalam negeri, pihak luar negeri diberi kesempatan, melibatkan pemda, dan atau melibatkan swasta.

Kok luar negeri masih diberi peluang? Bukankah sudah komit 100 persen saham bakal diambilalih pemerintah RI? “Semua opsi masih dikaji, tergantung mana yang paling menguntungkan,” jawab Effendi.

Mengenai kemungkinan keterlibatan perusahaan swasta, juga sedang dibahas apa saja persyaratannya. Juga apa saja persyaratan jika pemda ikut terlibat pengelolaan. “Termasuk bagaimana syarat untuk pemda ini, apa sama dengan syarat untuk swasta, semua masih dikaji,” bebernya.

Bagaimana dengan model konsorsium seperti yang ditawarkan Luhut Panjaitan, dimana dana disiapkan konsorsium bank dan Pemprov dan 10 pemkab/kota tidak perlu lagi mengeluarkan dana, alias mendapatkan golden share? Meski hasil kajian Pokja belum keluar, Effendi memberi sinyal tidak setuju dengan model pengelolaan seperti itu. Menurutnya, pemda tidak bisa mendapatkan golden share.

“Kalau pemda mau masuk, maka harus menyediakan dana untuk membeli saham share itu. Gak ada golden share, yang ada bisa memiliki saham dengan menyediakan dana,” terangnya.

Hitung-hitungan dari aspek keuangan juga terus dikaji Pokja, termasuk misalnya jika go publik. Pemerintah, lewat Pokja, merasa masih punya waktu yang panjang untuk melakukan kajian dan hitung-hitungan. Alasannya, tenggat waktu untuk secara resmi melakukan konsultasi dengan konsorsium perusahaan Jepang, adalah pada Nopember 2012. Konsultasi pemerintah RI dengan Jelang tetap harus dilakukan, karena sudah tertuang di Master Agreement.
“Tapi tentunya pada 2012 sudah ada kajian-kajian. Cukuplah waktu kita. Sabar saja lah,” pungkas Effendi.

Belum Bersikap
Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, enggan mengomentari keinginan Luhut B Panjaitan melalui PT TS untuk berkerja sama dengan pemprov dan 10 kabupaten/kota dalam pengelolaan PT Inalum.
“Nanti saja itu ya,” jawabnya singkat saat ditemui di acara Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara di Mapoldasu, kemarin.

Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun yang juga dikonfirmasi mengenai keinginan Luhut Panjaitan tersebut, juga tak memiliki sikap jelas. “Belum ada laporan, nanti kalau ngomong salah. Kita tunggu laporan dari Pansus Inalum yang sekarang lagi di lapangan. Nanti kalau sudah pulang, baru kita bisa ngomong” ungkap Saleh Bangun.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ami Dilham SE MSi berharap pengelolaan Inalum oleh pihak swasta tidak akan memberikan hasil signifikan bagi masyarakat. “Kalau memang swasta lagi yang akan mengelola, lebih baik yang dari Jepang saja, tidak usah dari swasta lainnya,” ungkapnya.

Secara rasional, Pembantu Dekan (PD) 3 Fakultas Ekonomi USU ini melihat, bila pengelolaan Inalum dilakukan pihak swasta Indonesia (PT TS) maupun konsorsium Jepang pasti hanya berpikiran komersialitas.

“Ide kerjasama itu bukan ide yang bagus. Apa pun ceritanya, kita harus berjuang agar Inalum dikelola secara keseluruhan oleh Indonesia, dan Sumut harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa mendapatkan 60 persen saham yang ada. Karena ini untuk kemajuan Sumut, dan Indonesia umumnya,” tuntasnya.(sam/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/