27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Terkait Perusahaan Cemari Air Danau Toba, Gubsu Orang Pertama yang Marah

DIALOG: Gubsu Edy Rahmayadi didampingi Wagubsu Musa Rajekshah dan Kasatpol PP Sumut, Suriadi Bahar berdialog dengan mahasiswa GMKI Cabang Medan, Kamis (1/8).
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi menegaskan, dirinya akan menjadi orang pertama yang marah jika Danau Toba dicemari oleh pihak manapun. Untuk itu, Edy mengaku akan terus mendesak pemerintah pusat agar mencabut izin perusahaan yang mencemari Danau Toba.

Penegasan ini disampaikan Edy di hadapan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) Cabang Medan, di Ruang Tengku Rizal Nurdin Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, Kamis (1/8) sore. “Danau Toba itu milik kita bersaman

Takkan diam saya kalau Danau Toba itu diganggu. Saya yang pertama marah kalau Danau Toba diganggu (dicemari, Red),” kata Edy yang saat itu didampingi Wagubsu Musa Rajekshah dan Kasatpol PP Sumut, Suriadi Bahar.

Sikap tegas Gubsu ini sebagai jawaban atas aspirasi GMKI Medan yang menyampaikan isu tentang pencemaran air Danau Toba yang diduga dilakukan perusahaan-perusahaan penanaman modal asing (PMA) di kawasan Danau Toba. Dalam kesempatan itu, Gubsu diminta mencabut izin perusahaan pencemar Danau Toba sebagaimana tuntutan massa GMKI Medan sewaktu berunjukrasa di Kantor Gubsu hingga terjadi perusakan pagar, Jumat (26/7) pekan lalu.

“Pencabutan izin PMA itu wewenang pemerintah pusat. Negara kita adalah negara hukum. Negara luar juga punya hukum. Ada hukum antarnegara di situ. Presiden aja gak bisa itu,” terang Edy.

Mantan Pangkostrad ini juga mengungkapkan, saat mendampingi Presiden Joko Widodo di Samosir selama tiga hari, dirinya menunjukkan langsung kondisi Danau Toba yang masih dipenuhi kerambah jaring apung (KJA) kepada Jokowi. “Di depan Pak Jokowi saya bilang, Pak itu kerambah. Di situ ada Menteri Luhut, Menteri Perhubungan, Menteri Pariwisata dan yang lainnya. Jadi beliau sudah tahu kondisi itu,” ungkap Edy.

Bahkan, sebutnya lagi, sewaktu diundang dalam rapat terbatas oleh Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta pada 24 Juli 2019 lalu, dia juga mengaku sudah meminta bantuan pemerintah pusat guna menertibkan para pencemar dan perusak lingkungan kawasan Danau Toba. “Saya sudah ngomong langsung ke presiden soal Danau Toba ini. Surat juga sudah pernah dikirimkan ke pusat (tentang kondisi Danau Toba). Jadi sudah ada langkah-langkah dan upaya Pemprov Sumut ini untuk destinasi pariwisata Danau Toba. Dan beritanya kan sudah viral ke mana-mana, saya ngomong pas di Istana, masak kamu nggak tahu saya sudah lakukan langkah apa untuk Danau Toba,” ungkapnya kepada mahasiswa.

Gubsu menyambut baik aspirasi dan dukungan GMKI Medan ihwal Danau Toba ini. Ia mengajak semua elemen masyarakat harus bersama-sama memajukan pariwisata di Sumut, termasuk kawasan Danau Toba. Apalagi pada tahun ini, sambung Edy, Danau Toba masuk lima besar program pengembangan destinasi wisata super prioritas di Indonesia.

“Kalian tahu bahwa pariwisata itu membutuhkan cost (biaya)? Kenapa Lapangan Terbang Silangit perlu dibangun? Itu bagian dari pengembangan pariwisata kita di Sumut ini. Dan tahun ini Pak Jokowi mengucurkan Rp2,4 triliun untuk infrastrukur Danau Toba. Jangan sampai investor gak mau datang karena kalian demo-demo,” katanya.

Perusakan Pagar Diproses Hukum

Gubsu pun membandingkan demo mahasiswa GMKI Medan dengan aksi ribuan driver taksi online di depan Kantor Gubsu, beberapa waktu lalu. Menurutnya, ribuan driver itu dalam aksinya tidak merusak fasilitas kantor. “Sedikit pun catnya tak ada rusak itu,” kata Edy.

Bahkan Edy menyampaikan keherannya, mengapa mahasiswa GMKI Medan sampai merusak pagar dalam aksi unjukrasa menyampaikan aspirasi soal penyelamatan Danau Toba tersebut. “Ada something wrong ini, ada kesalahan ini. Saya ingin tahu ini, ada apa ini?” ujarnya.

Edy tidak terlalu percaya jika mahasiswa GMKI tidak tahu perihal apa yang sudah dilakukannya untuk penyelamatan Danau Toba. “Mahasiswa kok nggak tahu kalian, saya lakukan apa?” sebutnya lagi.

Mantan Pangkostrad itu menginginkan mahasiswa memberi ide kepada dirinya. Dia juga ingin mahasiswa tampil secara ilmiah, yang berlandaskan undang-undang dan norma. Gubsu pun meminta agar Biro Hukum Setdaprov Sumut dan Satpol PP serta Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut menindaklanjuti pengrusakan pagar itu ke proses hukum.

Ketua GMKI Cabang Medan, Hendra Manurung, yang hadir bersama Koordinator GMKI Wilayah Sumut dan Aceh, Gito Pardede dan anggota lainnya buka suara menanggapi pernyataan gubernur itu. “Pak Gubernur, kami tegaskan aksi kami itu tidak dipesankan oleh siapa-siapa. Aksi kami murni aspirasi rakyat, murni memperjuangkan penyelamatan Danau Toba. Kami tidak diboncengi siapa-siapa,” tegas Hendra.

Mereka pun menolak meminta maaf atas perusakan pagar Kantor Gubsu itu. Gito Pardede, bersikeras pihaknya tidak salah. Menurutnya, pengrusakan pagar itu bagian dari pressure mereka karena sudah 2 jam berorasi, tak satupun pejabat yang menanggapi. “Itu tidaklah kami sengaja. Tak ada niatan kami sebenarnya merusak itu,” kata Gito, seraya menyebutkan, konstruksi pintu pagar itu tidak kuat. Buktinya digoyang-goyang begitu saja sudah rusak.

Namun tidak bagi Gubsu. Mahasiswa GMKI disebutnya salah dengan melakukan pengrusakan pagar itu. Gubernur mengatakan, pintu pagar itu marwah 14,5 juta masyarakat Sumut. “Apa kau mau tanggung jawab,” tanya Edy kepada Gito.

Gito pun menjawabnya, namun kesannya kurang tegas. “Nah itulah kau, tak nyambung. Ya sudahlah, kita lanjut ke hal lain,” sebut Edy.

Gito terus ngotot bahwa pengrusakan itu dinamika dari unjuk rasa. Namun situasinya tidak begitu seandainya mereka diterima Gubernur ataupun perwakilan pejabat Pemprov Sumut mau menerima. Dia menyebutkan, aksi pada Jumat (26/7) pekan lalu itu merupakan upaya dari pihaknya meminta Gubernur Edy menutup izin perusahaan perusak Danau Toba sekaligus ingin mengetahui langkah-langkah apa yang dilakukan.

Ketua GMKI Cabang Medan, Hendra Manurung, mengatakan bahwa diskusi soal apa-apa saja yang sudah dilakukan Gubernur Edy terhadap penyelamatam Danau Toba dari perusahaan-perusahaan perusak Danau Toba, jauh lebih penting dibahas dalam pertemuan itu.

Menurutnya, pihaknya tidak mengetahui apa-apa yang sudah dilakukan gubernur selama ini. Namun setelah dijelaskan kembali oleh Gubernur Edy, Hendra sepakat mendukung gubernur menyelematkan Danau Toba.

Namun tak lama kemudian, Gito Pardede kembali memberi pernyataan. Dikatakannya, di luar daripada yang lain, adalah bukan hak mereka. Mendengar itu, gubernur langsung menyela. “Maksud kau apa,” tanyanya.

Lalu gubernur bertanya, apa mahasiswa bertanggung jawab atas pengrusakan itu? Gubernur kembali memberi kesempatan, apakah mahasiswa bersedia atau tidak bertanggung jawab? Namun mahasiswa menyatakan tidak apa-apa jika dibawa ke proses hukum. Mendengar itu, Gubernur Edy pun menginstruksikan agar pengurusakan pintu pagar itu ke proses hukum. “Ya sudah, laporkan itu,” tegas Edy sambil beranjak dari tempat duduknya meninggalkan ruangan.

Usai pertemuan, Hendra Manurung mengaku siap jika dipolisikan gubernur terkait perusakan pagar tersebut. “Oh, nggak apa-apa. Itukan kewenangan gubernur. Kita akan ikuti prosesnya,” kata Hendra menjawab wartawan.

Hendra menegaskan, pihaknya merasa tidak melakukan kesalahan. “Kami dua jam menyampaikan aspirasi sebagaimana jaminan dari UUD konstitusi negara ini, kami lakukan sebagaimana mestinya,” katanya.

Begitupun, Hendra menolak jika unjukrasa yang sampai merusak pintu pagar itu disebut anarkis. Dia menganalogikan ketika tidak satu orang pun pejabat Pemprov Sumut yang menanggapi aksi mereka adalah justru hal anarkis. Menurut Hendra, ketika ada kondisi yang tidak diinginkan, dan melemparkan kesalahan kepada mahasiswa GAMKI, itu yang tidak boleh. “Dimana pengamanan atau dimana pejabat Pemerintah Provinsi Sumatra Utara di situ yang katanya mendengar aspirasi rakyat? Kami datang ke rumahnya, tapi tidak mendengarkan aspirasi kami, kan begitu,” sebutnya.

Hendra membantah aksi mereka itu disebut diterima Pemprov Sumut. “Itu setelah dua jam kami melakukan aksi. Setelah kondisi yang panas itu selesai, baru datang perwakilan pejabat Sumatra Utara,” jelasnya.

Lalu ditanya aksi mereka tidak ditanggapi pejabat Pemprov Sumut karena GAMKI sebelumnya tidak menyampaikan pemberitahuan, menurut Hendra tidak begitu. Pihaknya telah memberitahukan aksi unjuk rasa kepada pihak yang berwajib. “Kalau memberitahukan aksi kemana?,” tandas Hendra. (prn/mbc)

DIALOG: Gubsu Edy Rahmayadi didampingi Wagubsu Musa Rajekshah dan Kasatpol PP Sumut, Suriadi Bahar berdialog dengan mahasiswa GMKI Cabang Medan, Kamis (1/8).
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi menegaskan, dirinya akan menjadi orang pertama yang marah jika Danau Toba dicemari oleh pihak manapun. Untuk itu, Edy mengaku akan terus mendesak pemerintah pusat agar mencabut izin perusahaan yang mencemari Danau Toba.

Penegasan ini disampaikan Edy di hadapan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) Cabang Medan, di Ruang Tengku Rizal Nurdin Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, Kamis (1/8) sore. “Danau Toba itu milik kita bersaman

Takkan diam saya kalau Danau Toba itu diganggu. Saya yang pertama marah kalau Danau Toba diganggu (dicemari, Red),” kata Edy yang saat itu didampingi Wagubsu Musa Rajekshah dan Kasatpol PP Sumut, Suriadi Bahar.

Sikap tegas Gubsu ini sebagai jawaban atas aspirasi GMKI Medan yang menyampaikan isu tentang pencemaran air Danau Toba yang diduga dilakukan perusahaan-perusahaan penanaman modal asing (PMA) di kawasan Danau Toba. Dalam kesempatan itu, Gubsu diminta mencabut izin perusahaan pencemar Danau Toba sebagaimana tuntutan massa GMKI Medan sewaktu berunjukrasa di Kantor Gubsu hingga terjadi perusakan pagar, Jumat (26/7) pekan lalu.

“Pencabutan izin PMA itu wewenang pemerintah pusat. Negara kita adalah negara hukum. Negara luar juga punya hukum. Ada hukum antarnegara di situ. Presiden aja gak bisa itu,” terang Edy.

Mantan Pangkostrad ini juga mengungkapkan, saat mendampingi Presiden Joko Widodo di Samosir selama tiga hari, dirinya menunjukkan langsung kondisi Danau Toba yang masih dipenuhi kerambah jaring apung (KJA) kepada Jokowi. “Di depan Pak Jokowi saya bilang, Pak itu kerambah. Di situ ada Menteri Luhut, Menteri Perhubungan, Menteri Pariwisata dan yang lainnya. Jadi beliau sudah tahu kondisi itu,” ungkap Edy.

Bahkan, sebutnya lagi, sewaktu diundang dalam rapat terbatas oleh Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta pada 24 Juli 2019 lalu, dia juga mengaku sudah meminta bantuan pemerintah pusat guna menertibkan para pencemar dan perusak lingkungan kawasan Danau Toba. “Saya sudah ngomong langsung ke presiden soal Danau Toba ini. Surat juga sudah pernah dikirimkan ke pusat (tentang kondisi Danau Toba). Jadi sudah ada langkah-langkah dan upaya Pemprov Sumut ini untuk destinasi pariwisata Danau Toba. Dan beritanya kan sudah viral ke mana-mana, saya ngomong pas di Istana, masak kamu nggak tahu saya sudah lakukan langkah apa untuk Danau Toba,” ungkapnya kepada mahasiswa.

Gubsu menyambut baik aspirasi dan dukungan GMKI Medan ihwal Danau Toba ini. Ia mengajak semua elemen masyarakat harus bersama-sama memajukan pariwisata di Sumut, termasuk kawasan Danau Toba. Apalagi pada tahun ini, sambung Edy, Danau Toba masuk lima besar program pengembangan destinasi wisata super prioritas di Indonesia.

“Kalian tahu bahwa pariwisata itu membutuhkan cost (biaya)? Kenapa Lapangan Terbang Silangit perlu dibangun? Itu bagian dari pengembangan pariwisata kita di Sumut ini. Dan tahun ini Pak Jokowi mengucurkan Rp2,4 triliun untuk infrastrukur Danau Toba. Jangan sampai investor gak mau datang karena kalian demo-demo,” katanya.

Perusakan Pagar Diproses Hukum

Gubsu pun membandingkan demo mahasiswa GMKI Medan dengan aksi ribuan driver taksi online di depan Kantor Gubsu, beberapa waktu lalu. Menurutnya, ribuan driver itu dalam aksinya tidak merusak fasilitas kantor. “Sedikit pun catnya tak ada rusak itu,” kata Edy.

Bahkan Edy menyampaikan keherannya, mengapa mahasiswa GMKI Medan sampai merusak pagar dalam aksi unjukrasa menyampaikan aspirasi soal penyelamatan Danau Toba tersebut. “Ada something wrong ini, ada kesalahan ini. Saya ingin tahu ini, ada apa ini?” ujarnya.

Edy tidak terlalu percaya jika mahasiswa GMKI tidak tahu perihal apa yang sudah dilakukannya untuk penyelamatan Danau Toba. “Mahasiswa kok nggak tahu kalian, saya lakukan apa?” sebutnya lagi.

Mantan Pangkostrad itu menginginkan mahasiswa memberi ide kepada dirinya. Dia juga ingin mahasiswa tampil secara ilmiah, yang berlandaskan undang-undang dan norma. Gubsu pun meminta agar Biro Hukum Setdaprov Sumut dan Satpol PP serta Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut menindaklanjuti pengrusakan pagar itu ke proses hukum.

Ketua GMKI Cabang Medan, Hendra Manurung, yang hadir bersama Koordinator GMKI Wilayah Sumut dan Aceh, Gito Pardede dan anggota lainnya buka suara menanggapi pernyataan gubernur itu. “Pak Gubernur, kami tegaskan aksi kami itu tidak dipesankan oleh siapa-siapa. Aksi kami murni aspirasi rakyat, murni memperjuangkan penyelamatan Danau Toba. Kami tidak diboncengi siapa-siapa,” tegas Hendra.

Mereka pun menolak meminta maaf atas perusakan pagar Kantor Gubsu itu. Gito Pardede, bersikeras pihaknya tidak salah. Menurutnya, pengrusakan pagar itu bagian dari pressure mereka karena sudah 2 jam berorasi, tak satupun pejabat yang menanggapi. “Itu tidaklah kami sengaja. Tak ada niatan kami sebenarnya merusak itu,” kata Gito, seraya menyebutkan, konstruksi pintu pagar itu tidak kuat. Buktinya digoyang-goyang begitu saja sudah rusak.

Namun tidak bagi Gubsu. Mahasiswa GMKI disebutnya salah dengan melakukan pengrusakan pagar itu. Gubernur mengatakan, pintu pagar itu marwah 14,5 juta masyarakat Sumut. “Apa kau mau tanggung jawab,” tanya Edy kepada Gito.

Gito pun menjawabnya, namun kesannya kurang tegas. “Nah itulah kau, tak nyambung. Ya sudahlah, kita lanjut ke hal lain,” sebut Edy.

Gito terus ngotot bahwa pengrusakan itu dinamika dari unjuk rasa. Namun situasinya tidak begitu seandainya mereka diterima Gubernur ataupun perwakilan pejabat Pemprov Sumut mau menerima. Dia menyebutkan, aksi pada Jumat (26/7) pekan lalu itu merupakan upaya dari pihaknya meminta Gubernur Edy menutup izin perusahaan perusak Danau Toba sekaligus ingin mengetahui langkah-langkah apa yang dilakukan.

Ketua GMKI Cabang Medan, Hendra Manurung, mengatakan bahwa diskusi soal apa-apa saja yang sudah dilakukan Gubernur Edy terhadap penyelamatam Danau Toba dari perusahaan-perusahaan perusak Danau Toba, jauh lebih penting dibahas dalam pertemuan itu.

Menurutnya, pihaknya tidak mengetahui apa-apa yang sudah dilakukan gubernur selama ini. Namun setelah dijelaskan kembali oleh Gubernur Edy, Hendra sepakat mendukung gubernur menyelematkan Danau Toba.

Namun tak lama kemudian, Gito Pardede kembali memberi pernyataan. Dikatakannya, di luar daripada yang lain, adalah bukan hak mereka. Mendengar itu, gubernur langsung menyela. “Maksud kau apa,” tanyanya.

Lalu gubernur bertanya, apa mahasiswa bertanggung jawab atas pengrusakan itu? Gubernur kembali memberi kesempatan, apakah mahasiswa bersedia atau tidak bertanggung jawab? Namun mahasiswa menyatakan tidak apa-apa jika dibawa ke proses hukum. Mendengar itu, Gubernur Edy pun menginstruksikan agar pengurusakan pintu pagar itu ke proses hukum. “Ya sudah, laporkan itu,” tegas Edy sambil beranjak dari tempat duduknya meninggalkan ruangan.

Usai pertemuan, Hendra Manurung mengaku siap jika dipolisikan gubernur terkait perusakan pagar tersebut. “Oh, nggak apa-apa. Itukan kewenangan gubernur. Kita akan ikuti prosesnya,” kata Hendra menjawab wartawan.

Hendra menegaskan, pihaknya merasa tidak melakukan kesalahan. “Kami dua jam menyampaikan aspirasi sebagaimana jaminan dari UUD konstitusi negara ini, kami lakukan sebagaimana mestinya,” katanya.

Begitupun, Hendra menolak jika unjukrasa yang sampai merusak pintu pagar itu disebut anarkis. Dia menganalogikan ketika tidak satu orang pun pejabat Pemprov Sumut yang menanggapi aksi mereka adalah justru hal anarkis. Menurut Hendra, ketika ada kondisi yang tidak diinginkan, dan melemparkan kesalahan kepada mahasiswa GAMKI, itu yang tidak boleh. “Dimana pengamanan atau dimana pejabat Pemerintah Provinsi Sumatra Utara di situ yang katanya mendengar aspirasi rakyat? Kami datang ke rumahnya, tapi tidak mendengarkan aspirasi kami, kan begitu,” sebutnya.

Hendra membantah aksi mereka itu disebut diterima Pemprov Sumut. “Itu setelah dua jam kami melakukan aksi. Setelah kondisi yang panas itu selesai, baru datang perwakilan pejabat Sumatra Utara,” jelasnya.

Lalu ditanya aksi mereka tidak ditanggapi pejabat Pemprov Sumut karena GAMKI sebelumnya tidak menyampaikan pemberitahuan, menurut Hendra tidak begitu. Pihaknya telah memberitahukan aksi unjuk rasa kepada pihak yang berwajib. “Kalau memberitahukan aksi kemana?,” tandas Hendra. (prn/mbc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/