MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ivan Armadi Hasugian (18), lahir dari keluarga yang terdidik. Ayahnya, Makmur Hasugian merupakan seorang pengacara. Ibunya, Arista Purba merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Kesehatan Kota Medan. Bungsu dari tiga bersaudara ini dikenal pendiam dan tertutup. Bahkan, kepada kedua orangtuanya pun, Ivan tertutup.
Entah apa yang merasuki Ivan hingga nekat melancarkan aksi teror ke Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Jalan Dr Mansyur, Minggu (28/8) lalu. Tapi yang pasti, pagi itu saat keluar dari rumah, ia sempat pamit kepada sang ibu.
”Dia bawa tas keluar. Bilang pamit, mau ke Indomaret dan mendownload game di laptop. Selain itu, dia juga bilang kalau keluar mau ganti resleting tasnya yang rusak,” aku Arista kepada wartawan di Gedung DPC Peradi Medan, Jalan Sei Rokan, Kelurahan Babura, Medan Baru, Kamis (1/9).
Sangkin tertutupnya, kedua orangtuanya tak mengetahui pergaulan Ivan di luar seperti apa.
Apakah Ivan punya pacar? Sang ayah pun tak mengetahuinya. ”Tidak ada kawan perempuan, karena menurut Ivan bukan muhrimnya. Tidak mau dia pegangan tangan. Enggak ada juga main-main keluar,” sambung sang ayah, Makmur Hasugian.
Makmur bilang, kalau Ivan hanya keluar di jam-jam mendekati waktu salat. Misalnya, saat azan Zuhur berkumandang sekitar pukul 12.30 WIB, Ivan keluar dari rumah paling cepat, 30 menit sebelum itu. Begitu juga dengan pulang dari sekembalinya melaksanakan salat Zuhur. Jika selesai salat pukul 13.30 WIB, paling lama Ivan akan pulang ke rumah pada pukul 14.00 WIB.
”Saya nangis hari Minggu kemarin karena biasanya abis Isya, saya melihat dia pulang ke rumah. Kemudian baru saya kunci pintu pagar. Tapi kini dia sudah tidak di rumah,” kenang Makmur.
Dia pun tak tahu, apakah Ivan ada ikut pengajian. Tapi, Makmur mengetahui kalau Ivan belakangan ini sering melaksanakan kewajiban salatnya di Masjid Al-Furqon, Jalan Pasar 1, Setia Budi.
”Tadi malam ketemu (Ivan). Baik kondisinya. Kalau shock pasti, tidak tahu apa-apa, karena tiba-tiba sudah di kantor polisi. Dia Islam, saya yang adzankan langsung,” kata Makmur.
Makmur bilang, kejadian yang menimpa Ivan adalah dampak dari media social, jika dilihat dari sisi negatifnya. Selain itu, Makmur dan Arista juga tak melihat adanya tindakan radikalisme yang telah dilakoni Ivan. ”Saya melihat perkembangan teknologi yang kurang diawasi oleh Departemen Kominfo. Sehingga siaran dapat ditangkap anak- anak di bawah umur. Kita harapkan, dilakukan selektif. Jangan sampai terulang lagi,” kata dia.