29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Hati-hati, Penggarap Bisa Tak Dapat Ganti Rugi Lho

Gerbang tol Medan-Binjai.

Terpisah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengadaan Tanah Kota Medan pada Dinas PKP2R Kota Medan, Selamet Riadi mengaku, pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam pembebasan tanah masyarakat untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai. Meski begitu, Selamat menilai persoalan ini sangat pelik dan kompleks.

Pasalnya di sana ada tiga alas hak atau surat tanah yang diklaim masyarakat. Yakni yang berasal dari penggarap, masyarakat pemilik sertifikat hak milik (SHM) dan pemegang surat Grand Sultan. “Yang dilibatkan itu cuma camat, lurah, dan kepala lingkungan setempat saja. Sama satu lagi orang Dinas Perkim dulu untuk masalah pembangunannya,” ujar Selamet Riadi kepada Sumut Pos, Minggu (1/10).

Pihaknya hanya sekadar ikut serta ada rapat-rapat koordinasi saja. Namun untuk rincian kegiatan pelaksanaan pembangunan, sama sekai tidak dilibatkan. “Termasuk soal appraisalnya kami pun tidak terlibat. Dan memang masalahnya pelik. Saat saya komunikasi dengan pihak BPN Medan tempo hari, ada tiga surat di situ. Surat penggarapan, SHM, dan grand sultan,” ungkapnya.

Selamet mengungkapkan, pernah ada datang kuasa hukum dari penggarap kepada mereka mengenai ini, namun langsung mereka arahkan ke BPN Kota Medan. “Kami sudah jelaskan, untuk pelaksanaannya kami tidak dilibatkan. Makanya kami minta tanya langsung ke BPN, karena mereka langsung yang tangani,” katanya.

Melihat peliknya persoalan pembebasan tanah di wilayah Tanjungmulia Hilir itu, pihaknya pun menyarankan memakai cara konsinyasi ke pengadilan. “Ya, kami pikir solusinya di pengadilan saja melalui konsinyasi. Biar antara penggarap dan pemilik sertifikat bertemu di sana, habis gak ada yang mau mengalah,” sebutnya.

Sebelumnya, lanjut Selamet, penggarap meminta pembagian ganti rugi lahan sebesar 60 persen. Namun perkembangan yang terjadi, kini mereka meminta sebesar 70 persen. “Kan aneh sekali mereka meminta lebih tinggi dibanding yang pegang SHM. Masalah ini pelik makanya di-konsinyasi saja ke pengadilan,” katanya.

Dengan demikian, melalui cara konsinyasi realisasi pembangunan jalan tol Medan-Binjai bisa berjalan terus sesuai target yang telah ditetapkan. “Jangan sampai menghambatlah. Apalagi tahun ini juga harus selesai (pembangunannya),” pungkasnya. (bal/prn/rul/adz)

Gerbang tol Medan-Binjai.

Terpisah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengadaan Tanah Kota Medan pada Dinas PKP2R Kota Medan, Selamet Riadi mengaku, pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam pembebasan tanah masyarakat untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai. Meski begitu, Selamat menilai persoalan ini sangat pelik dan kompleks.

Pasalnya di sana ada tiga alas hak atau surat tanah yang diklaim masyarakat. Yakni yang berasal dari penggarap, masyarakat pemilik sertifikat hak milik (SHM) dan pemegang surat Grand Sultan. “Yang dilibatkan itu cuma camat, lurah, dan kepala lingkungan setempat saja. Sama satu lagi orang Dinas Perkim dulu untuk masalah pembangunannya,” ujar Selamet Riadi kepada Sumut Pos, Minggu (1/10).

Pihaknya hanya sekadar ikut serta ada rapat-rapat koordinasi saja. Namun untuk rincian kegiatan pelaksanaan pembangunan, sama sekai tidak dilibatkan. “Termasuk soal appraisalnya kami pun tidak terlibat. Dan memang masalahnya pelik. Saat saya komunikasi dengan pihak BPN Medan tempo hari, ada tiga surat di situ. Surat penggarapan, SHM, dan grand sultan,” ungkapnya.

Selamet mengungkapkan, pernah ada datang kuasa hukum dari penggarap kepada mereka mengenai ini, namun langsung mereka arahkan ke BPN Kota Medan. “Kami sudah jelaskan, untuk pelaksanaannya kami tidak dilibatkan. Makanya kami minta tanya langsung ke BPN, karena mereka langsung yang tangani,” katanya.

Melihat peliknya persoalan pembebasan tanah di wilayah Tanjungmulia Hilir itu, pihaknya pun menyarankan memakai cara konsinyasi ke pengadilan. “Ya, kami pikir solusinya di pengadilan saja melalui konsinyasi. Biar antara penggarap dan pemilik sertifikat bertemu di sana, habis gak ada yang mau mengalah,” sebutnya.

Sebelumnya, lanjut Selamet, penggarap meminta pembagian ganti rugi lahan sebesar 60 persen. Namun perkembangan yang terjadi, kini mereka meminta sebesar 70 persen. “Kan aneh sekali mereka meminta lebih tinggi dibanding yang pegang SHM. Masalah ini pelik makanya di-konsinyasi saja ke pengadilan,” katanya.

Dengan demikian, melalui cara konsinyasi realisasi pembangunan jalan tol Medan-Binjai bisa berjalan terus sesuai target yang telah ditetapkan. “Jangan sampai menghambatlah. Apalagi tahun ini juga harus selesai (pembangunannya),” pungkasnya. (bal/prn/rul/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/