32.8 C
Medan
Tuesday, April 30, 2024

Inflasi Medan Kedua Tertinggi di Sumut

Naiknya harga bahan makanan memicu inflasi di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (Sumut) mencatat, indeks inflasi Kota Medan pada Desember 2017 mengalami peningkatan. Inflasi Medan pada Desember yang tercatat sebesar 0,73 persen, terjadi peningkatan indeks dari 136,7 (November 2017) menjadi 137,16 (Desember 2017).

Kepala BPS Sumut, Syech Suhaimi mengatakan, meningkatnya inflasi Medan terjadi karena ada peningkatan harga yang ditunjukkan naiknya indeks sebagian besar kelompok pengeluaran. Di antaranya, kelompok bahan makanan sebesar 2,64 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,25 persen, kelompok sandang 0,24 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,01 persen dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,28 persen.

“Inflasi Medan selama Desember 2017 disumbang oleh beberapa komoditas utama yang mengalami peningkatan harga. Yaitu, beras (4,18 persen), cabai rawit (49,48 persen), daging ayam ras (8,61 persen), dencis (6,75 persen), tongkol (7,52 persen), telur ayam ras (7,59 persen) dan angkutan udara (5,02 persen),” kata Suhaimi dalam pemaparan perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK)/Inflasi Sumut, di kantornya, Selasa (2/1).

Disebutkannya, inflasi Medan pada Desember 2017 berada di urutan kedua dari empat kota se-Sumut yang tercatat. Di antaranya, Padangsidempuan 0,87 persen, Medan 0,73 persen, Pematangsiantar 0,46 persen dan Sibolga 0,38 persen. “Dengan demikian, dari seluruh kota di Sumut yang mengalami inflasi, maka besaran inflasi di Sumut pada Desember 2017 mencapai sebesar 0,70 persen,” tuturnya.

Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sumut, Bismark SP Sitinjak menuturkan, inflasi Sumut pada Desember 2017 masih di bawah angka nasional yang mencapai 3,61 persen. Sebab, secara keseluruhan masih mencapai 3,20 persen. “Sumut mampu menekan angka inflasi dari 6,34 persen pada akhir 2016 menjadi 3,20 persen di akhir tahun 2017,” kata Bismark.

Sementara, pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menuturkan, untuk menjaga tingkat inflasi yang tercapai pada akhir tahun 2017 ini dan diharapkan sesuai target di 2018 sebesar 3,5 plus minus satu persen, maka Tim Pengendali Inflasi (TPID) harus sudah mengendalikan harga berbagai bahan pokok sejak awal tahun. “Pengendalian perlu dilakukan sejak dini, karena harga bahan pokok khususnya beras sudah naik sejak akhir tahun 2017,” tutur Wahyu.

Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario mengatakan, pada 2018 momentum pertumbuhan ekonomi Sumut ke arah positif sebenarnya ada. Salah satunya jalan tol diperpanjang lagi sampai Tebing Tinggi yang diproyeksikan selesai tahun ini.

Kemudian, di tahun ini juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke yang ditargetkan beroperasi. Meskipun, operasional yang dilakukan terbatas atau belum menyeluruh. Sebab, beroperasinya KEK Sei Mangke dapat menarik daerah-daerah terdekat seperti Labuhan Batu, Asahan, Batubara hingga Tapanuli Selatan, sebagai penyuplai bahan baku di kawasan industri baru tersebut.

Namun demikian, sebetulnya yang diharapkan jalur kereta api dan semua infrastruktur pendukungnya selesai. Dengan begitu, harapannya investasi akan masuk atau bertambah.

“Pertumbuhan ekonomi Sumut pada 2018 diprediksi sekitar 5,3 hingga 5,4 persen. Kita belum bisa mencapai angka 6 persen atau lebih, karena merupakan jangka panjang. Untuk itu, momentum ini harus dijaga terus dan jangan sampai tidak. Apabila tidak dapat dijaga, maka Sumut akan menghadapi yang namanya ‘Middle Income Trap’, artinya pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh sekitar 5 persen saja. Bisa dikatakan, Sumut tidak akan menjadi provinsi yang maju. Padahal, Sumut memiliki beragam potensi,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, momentum pendorong lainnya ekonomi Sumut yaitu pertumbuhan ekonomi dunia. Biasanya, apabila ekonomi dunia tumbuh positif maka ekspor Sumut akan naik, karena Sumut merupakan penyuplai komoditas dunia.

Naiknya harga bahan makanan memicu inflasi di Kota Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (Sumut) mencatat, indeks inflasi Kota Medan pada Desember 2017 mengalami peningkatan. Inflasi Medan pada Desember yang tercatat sebesar 0,73 persen, terjadi peningkatan indeks dari 136,7 (November 2017) menjadi 137,16 (Desember 2017).

Kepala BPS Sumut, Syech Suhaimi mengatakan, meningkatnya inflasi Medan terjadi karena ada peningkatan harga yang ditunjukkan naiknya indeks sebagian besar kelompok pengeluaran. Di antaranya, kelompok bahan makanan sebesar 2,64 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,25 persen, kelompok sandang 0,24 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,01 persen dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,28 persen.

“Inflasi Medan selama Desember 2017 disumbang oleh beberapa komoditas utama yang mengalami peningkatan harga. Yaitu, beras (4,18 persen), cabai rawit (49,48 persen), daging ayam ras (8,61 persen), dencis (6,75 persen), tongkol (7,52 persen), telur ayam ras (7,59 persen) dan angkutan udara (5,02 persen),” kata Suhaimi dalam pemaparan perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK)/Inflasi Sumut, di kantornya, Selasa (2/1).

Disebutkannya, inflasi Medan pada Desember 2017 berada di urutan kedua dari empat kota se-Sumut yang tercatat. Di antaranya, Padangsidempuan 0,87 persen, Medan 0,73 persen, Pematangsiantar 0,46 persen dan Sibolga 0,38 persen. “Dengan demikian, dari seluruh kota di Sumut yang mengalami inflasi, maka besaran inflasi di Sumut pada Desember 2017 mencapai sebesar 0,70 persen,” tuturnya.

Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sumut, Bismark SP Sitinjak menuturkan, inflasi Sumut pada Desember 2017 masih di bawah angka nasional yang mencapai 3,61 persen. Sebab, secara keseluruhan masih mencapai 3,20 persen. “Sumut mampu menekan angka inflasi dari 6,34 persen pada akhir 2016 menjadi 3,20 persen di akhir tahun 2017,” kata Bismark.

Sementara, pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo menuturkan, untuk menjaga tingkat inflasi yang tercapai pada akhir tahun 2017 ini dan diharapkan sesuai target di 2018 sebesar 3,5 plus minus satu persen, maka Tim Pengendali Inflasi (TPID) harus sudah mengendalikan harga berbagai bahan pokok sejak awal tahun. “Pengendalian perlu dilakukan sejak dini, karena harga bahan pokok khususnya beras sudah naik sejak akhir tahun 2017,” tutur Wahyu.

Pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario mengatakan, pada 2018 momentum pertumbuhan ekonomi Sumut ke arah positif sebenarnya ada. Salah satunya jalan tol diperpanjang lagi sampai Tebing Tinggi yang diproyeksikan selesai tahun ini.

Kemudian, di tahun ini juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke yang ditargetkan beroperasi. Meskipun, operasional yang dilakukan terbatas atau belum menyeluruh. Sebab, beroperasinya KEK Sei Mangke dapat menarik daerah-daerah terdekat seperti Labuhan Batu, Asahan, Batubara hingga Tapanuli Selatan, sebagai penyuplai bahan baku di kawasan industri baru tersebut.

Namun demikian, sebetulnya yang diharapkan jalur kereta api dan semua infrastruktur pendukungnya selesai. Dengan begitu, harapannya investasi akan masuk atau bertambah.

“Pertumbuhan ekonomi Sumut pada 2018 diprediksi sekitar 5,3 hingga 5,4 persen. Kita belum bisa mencapai angka 6 persen atau lebih, karena merupakan jangka panjang. Untuk itu, momentum ini harus dijaga terus dan jangan sampai tidak. Apabila tidak dapat dijaga, maka Sumut akan menghadapi yang namanya ‘Middle Income Trap’, artinya pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh sekitar 5 persen saja. Bisa dikatakan, Sumut tidak akan menjadi provinsi yang maju. Padahal, Sumut memiliki beragam potensi,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, momentum pendorong lainnya ekonomi Sumut yaitu pertumbuhan ekonomi dunia. Biasanya, apabila ekonomi dunia tumbuh positif maka ekspor Sumut akan naik, karena Sumut merupakan penyuplai komoditas dunia.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/