25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kritik Jokowi Terkait Perppu Omnibuslaw, Tondi: AHY Pemimpin Muda Peduli Kaum Buruh

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sumut Tondi Roni Tua menilai, langkah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengkritik tajam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja sudah sangat tepat.

“Ya betul, Perppu No 2/2022 tentang Cipta Kerja tidak sesuai harapan rakyat seperti buruh,” kata Tondi Roni Tua di Medan, Selasa (3/1/2023).

Tondi yang juga Bendahara DPD Partai Demokrat Sumut itu mengatakan, AHY adalah contoh pemimpin muda yang cerdas dengan memiliki moralitas tinggi dan memihak kaum buruh dengan mengkritik Presiden Jokowi terkait Perppu No 2/2022. Terlihat, AHY satu satunya pemimpin partai politik yang mempunyai ideologi kerakyatan yang cinta buruh dan masyarakat.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, AHY menyebutkan, Perppu No.2/ 2022 tentang Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, kata AHY, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi.

Menurut AHY proses yang diambil tidak tepat dan tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu tersebut. “Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu. Jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY.

AHY menegaskan bahwa keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif. “Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” tegas AHY.

Terakhir AHY mengingatkan untuk jangan sampai terjerumus ke dałam lubang yang sama. “Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar. Janganlah kita terjerumus ke dałam lubang yang sama,” tutup AHY.

Putusan MK pada 2020 mengamanatkan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan harus direvisi dalam waktu dua tahun. Namun kini, bukan revisi yang dilakukan, melainkan Perppu yang dikeluarkan pemerintah agar UU Cipta Kerja tersebut tetap berlaku. (adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sumut Tondi Roni Tua menilai, langkah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengkritik tajam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja sudah sangat tepat.

“Ya betul, Perppu No 2/2022 tentang Cipta Kerja tidak sesuai harapan rakyat seperti buruh,” kata Tondi Roni Tua di Medan, Selasa (3/1/2023).

Tondi yang juga Bendahara DPD Partai Demokrat Sumut itu mengatakan, AHY adalah contoh pemimpin muda yang cerdas dengan memiliki moralitas tinggi dan memihak kaum buruh dengan mengkritik Presiden Jokowi terkait Perppu No 2/2022. Terlihat, AHY satu satunya pemimpin partai politik yang mempunyai ideologi kerakyatan yang cinta buruh dan masyarakat.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, AHY menyebutkan, Perppu No.2/ 2022 tentang Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, kata AHY, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi.

Menurut AHY proses yang diambil tidak tepat dan tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu tersebut. “Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu. Jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY.

AHY menegaskan bahwa keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif. “Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” tegas AHY.

Terakhir AHY mengingatkan untuk jangan sampai terjerumus ke dałam lubang yang sama. “Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar. Janganlah kita terjerumus ke dałam lubang yang sama,” tutup AHY.

Putusan MK pada 2020 mengamanatkan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan harus direvisi dalam waktu dua tahun. Namun kini, bukan revisi yang dilakukan, melainkan Perppu yang dikeluarkan pemerintah agar UU Cipta Kerja tersebut tetap berlaku. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/