MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda Sumut terus mengusut tewasnya kader Ikatan Pemuda Karya (IPK), Roy Silaban dan Monang Hutabarat akibat bentrok dengan Pemuda Pancasila (PP), Sabtu (30/1) lalu.
Personel Jahtanras, Reskrimum Polda Sumut kembali mengamankan 5 pria dari salah satu OKP. Kelimanya masih menjalani pemeriksaan. “Masih diperiksa,” ucap Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Helfi Assegaf, Selasa (2/2) sore.
Polisi mencurigai kelima pria itu terlibat aksi penganiayaan kedua korban. “Penyidikan belum berakhir. Nanti hasilnya akan kita ketahui dan publikasikan. Kita terus mengembangkannya,” tukasnya.
Setelah sebelumnya menetapkan 7 tersangka, Helfi mengatakan tidak tertutup kemungkinan bertambahnya tersangka. “Nanti kita beritahu,” pungkasnya.
Sementara, keributan dua OKP ini mendapat tanggapan dari tanggapan dari pemerhati social, Prof Dr Syafruddin Pohan MSi, Selasa (2/2) siang di Universitas Sumatera Utara (USU).
Pohan mengatakan, bentrokan yang terjadi di Medan murni melanggar hukum dan harus segera ditindak. Katanya, masyarakat berharap pelaku dibawa ke pengadilan untuk meningkatkan kepercayaan bahkan wibawa polisi. Sekaligus menenangkan situasi yang mencemaskan. “Para pelaku jangan hanya dikumpuli lalu dibuka baju. Harus cepat diadili, ini sudah mencemaskan,” tegas Syafruddin.
Dia juga mengatakan, tidak adanya sistem yang terintegrasi antara Pemko Medan, OKP, Kepolisian dan masyarakat. Itu membuat bentrokan bisa terjadi. “Sistem kita tidak dalam satu integrasi. Kelompok mana saja bisa bentrok. Oleh sebab itu, harus ada harus ada mekenisme kepolisian dengan otoritas kota,” kata Syafruddin.
Ditambahkannya, deteksi dini yang dilakukan pihak berwenang menjadi penting. Agar ke depannya tidak terjadi lagi. “Jadi hal seperti ini bisa cepat terdeteksi. Sehingga tidak menimbulkan korban jiwa ke depan hari,” ujarnya.
Katanya, pembubaran organisasi juga bukan solusi. Karena itu metode lama. Namun peninjauan undang-undang perlu dilakukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kalau mereka legal kita tidak bisa membubarkan. Kita lihat hak mereka sebagai organisasi. Tapi pemerintah harus meninjau kembali undang-undang dan regulasi yang ada,” tandas Syafruddin. (gib/ham