31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pasukan Loreng Ikut Mengklaim

Sengketa 46,11 Ha Lahan di Mabar

Berseragam Resmi, Coba Pagari Lahan Sengketa

MEDAN-Sengketa kepemilikan lahan seluas 46,11 hektar antara 70 anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal dengan PTPN II-PT KIM terus berkembang. Meski kekuatan hukum positif di negeri ini memenangkan Gapoktan atas kepemilikan lahan yang mereka garap sejak 1952, petani belum bisa menguasai penuh lahan tersebut.

Perkembangan terakhir, pihak ketiga diduga mengail di air keruh, memanfaatkan kisruh sengketa lahan antara Gapoktan dengan PTPN II-PT KIM.

Sejumlah pria berseragam loreng dengan lambang istitusi resmi kerap mendatangi lahan yang dalam eksekusi 6 Januari 2011 lalu sudah diserahkan PN Lubuk Pakam ke Gapoktan itu. Mereka mengklaim lahan tersebut milik institusinya.

Rabu (2/3) pagi kemarin sekitar pukul 09.00 WIB, setidaknya 30 pria berseragam resmi dan berpakaian sipil mendatangi lokasi itu. Mereka membawa pick up bermuatan sejumlah perlengkapan guna memagari lahan tersebut.
”Tadi jam sembilan pagi , ada 30 personel berseragam lengkap dan juga pakaian preman datang untuk bikin pagar. Mereka sudah membawa peralatan,” ujar Kadi (65), anggota Gapoktan Desa Mandiri yang ditemui bersama rekan-rekannya di Posko Gapoktan di lahan sengketa tersebut, Rabu (3/2) kemarin.

Anggota Gapoktan yang tidak senang dengan kedatangan mereka, kemudian protes dan mendatangi pihak aparat tersebut. Tak lama, para pria berseragam dan berpakaian sipil itu pergi meninggalkan lokasi.

”Kalau tidak kami datangi, sudah dipagar lahan ini. Mereka membawa kayu dengan mobil pick up. Kami tanya (asal kesatuan) mereka dari sana,” tambah Kadi menyebut sebuah institusi resmi.

Ketika hal itu dikonfirmasi kepada isntitusi yang bersangkutan, orang yang berwenang tidak bisa ditemui maupun ditelepon. Upaya konfirmasi berulang kali dilakukan, namun belum berhasil.

Segera Bangun 400 Rumah

Untuk menguatkan hak atas penguasaan lahan tersebut, Gapoktan Desa Manunggal sudah mengkavling lahan dimaksud. Kadi mengatakan, pihaknya merencanakan membangun rumah di lahan tersebut. ”Tanahnya sudah kami kapling. Untuk tanah seluas ini (46,11 hektar), diperkirakan 400 rumah warga bisa dibangun di atasnya,” ujarnya.
Guna mewujudkan rencana itu, Gapoktan Desa Mandiri menutup jalan pintas di lahan itu yang selama ini digunakan karyawan yang bekekerja di KIM II.

”Untuk mengantisipasi agar kami tidak kecolongan dari pihak-pihak yang ingin
Terkait tudingan polisi atas pengunaan data dan surat palsu hingga menahan Legiman (72), salah seorang dari mereka, Gapoktan menegaskan semua surat dimaksud asli. Gapoktan menuding polisi mengada-ada sampai harus menahan Legiman. ”Surat itu asli dan Legiman merupakan korban salah tangkap,” ujar Asnan, anggota Gapoktan lain di posko tersebut.

Asnan menegaskan, surat permohonan tersebut menindaklanjuti hasil peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia yang dimenangkan pihaknya. Dia dan rekan-rekannya sesama anggota Gapoktan Desa Mandiri mempertanyakan rencana pihak Poldasu melakukan rekonstruksi terhadap lahan seluas 46,11 hektar tersebut, hari ini, Kamis (3/3). ”Aneh bin ajaib, masak tanah direkontruksi? Macam kasus pembunuhan saja,” tambahnya.

Dari pantauan wartawan Sumut Pos di lapangan, di lahan sengketa berdiri plang dari pihak Poldasu dan Gapoktan Desa Mandiri. Plang dari Polda bertuliskan: Lokasi lahan seluas kurang lebih 46,11 Ha masih dalam proses penyidikan. DT. Eksrim Polda Sumut. Pid Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP sesuai nomor polisi LP/124/VI/2010/DIT Reksrim.

Sedangkan plang milik petani bertulis: Tanah ini milik Kelompok Tani Desa Manunggal Mabar berdasarkan penyerahan PN Lubuk Pakam berita acara eksekusi No.06/eks/2009/69/Pdt G/1999/PN Lubuk Pakam.
”Kami menyebut plang dari Poldasu merupakan plang siluman,” ujar Asnan.

Asnan menegaskan, dalam surat eksekusi PN Lubuk Pakam tertera dengan jelas, pada 6 Januari 2011 tanah tersebut sudah dilakukan ekseskusi dan langsung diserahkan oleh juru sita PN Lubuk Pakam, Olloan Sirait kepada Gapoktan Desa Manunggal. ”Setelah dilakukan eksekusi, tanah tersebut langsung diserahkan kepada kami namun yang diserahkan hanya 10 Ha saja,” ujarnya.

Ia kembali mengungkapkan, putusan Mahkamah Agung Nomor 94 PK/Pdt/2004 tanggal 3 Oktober 2009 adalah putusan final dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh pihak pengadilan dalam hal ini pengadilan Lubuk Pakam.

Sebelumnya, pada tanggal 27 Februari 2009, surat putusan PK diserahkan pihak PN Lubuk Pakam kepada Kelompok Tani. ”Selama dua tahun surat tersebut ditahan dan kenapa baru sekarang dipermasalahkan, sebelum-sebelumnya ke mana?” tambahnya kesal.

Dia meminta pihak yang kalah harus legowo dan mengakui hak pemenang. ”Kalau sudah kalah, sudahlah…, jangan dipermasalahkan lagi. Jangan kangkangi keputusan MA yang merupakan putusan yang tertinggi,” tandasnya.

Terkait keterlibatan polisi dan kebijakan Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno dalam sengketa lahan ini, mereka langsung menyatakan kekecewaanya terhadap Kapolda.

Secara khusus, Kadi, Asnan dan rekan-rekan menyoroti statemen Kapolda Irjen Pol Oegroseno pasca penyerangan Mapolsek Hamparan Perak, beberapa waktu lalu. Dalam pendengaran mereka, Kapolda menjamin tidak akan ada lagi pertumpahan darah di Sumatera Utara. Kadi dan rekan-rekannya menuding Kapolda berbohong. Dia beralasan, saat eksekusi lahan 6 Januari 2011 lalu, kealpaan polisi mengawal eksekusi menyebabkan bentrok antara anggota Gapoktan dan sejumlah pria tidak terhindarkan.

Padahal sebelum eksekusi dilakukan, pihaknya sudah melayangkan surat permohonan pengawalan eksekusi kepada Poldasu dan juga Polres KP23 Belawan. ”Kenyataannya, tidak ada satupun pun aparat kepolisian yang mengawal kami di lapangan,” katanya.

Dalam bentrok itu, tujuh anggota Gapoktan luka-luka dan menjalani perawatan medis. ”Tujuh warga harus menjalani perawatan di klinik Vivina Huda Jalan Rumah potong hewan Mabar,” ujarnya.

Ketujuh orang dimaksud adalah Parman (42) yang terluka akibat terkena panah beracun, Widodo (48) luka hectying di dada, Wardi (53) bengkak di kaki akibat lemparan batu, Rizal (29) luka di kaki akibat lemparan batu, Saipullah (39) luka di kaki hingga bolong akibat lemparan besi. Kemudian Heri (35) luka dikaki akibat lemparan batu. (mag-11)

Sengketa 46,11 Ha Lahan di Mabar

Berseragam Resmi, Coba Pagari Lahan Sengketa

MEDAN-Sengketa kepemilikan lahan seluas 46,11 hektar antara 70 anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Manunggal dengan PTPN II-PT KIM terus berkembang. Meski kekuatan hukum positif di negeri ini memenangkan Gapoktan atas kepemilikan lahan yang mereka garap sejak 1952, petani belum bisa menguasai penuh lahan tersebut.

Perkembangan terakhir, pihak ketiga diduga mengail di air keruh, memanfaatkan kisruh sengketa lahan antara Gapoktan dengan PTPN II-PT KIM.

Sejumlah pria berseragam loreng dengan lambang istitusi resmi kerap mendatangi lahan yang dalam eksekusi 6 Januari 2011 lalu sudah diserahkan PN Lubuk Pakam ke Gapoktan itu. Mereka mengklaim lahan tersebut milik institusinya.

Rabu (2/3) pagi kemarin sekitar pukul 09.00 WIB, setidaknya 30 pria berseragam resmi dan berpakaian sipil mendatangi lokasi itu. Mereka membawa pick up bermuatan sejumlah perlengkapan guna memagari lahan tersebut.
”Tadi jam sembilan pagi , ada 30 personel berseragam lengkap dan juga pakaian preman datang untuk bikin pagar. Mereka sudah membawa peralatan,” ujar Kadi (65), anggota Gapoktan Desa Mandiri yang ditemui bersama rekan-rekannya di Posko Gapoktan di lahan sengketa tersebut, Rabu (3/2) kemarin.

Anggota Gapoktan yang tidak senang dengan kedatangan mereka, kemudian protes dan mendatangi pihak aparat tersebut. Tak lama, para pria berseragam dan berpakaian sipil itu pergi meninggalkan lokasi.

”Kalau tidak kami datangi, sudah dipagar lahan ini. Mereka membawa kayu dengan mobil pick up. Kami tanya (asal kesatuan) mereka dari sana,” tambah Kadi menyebut sebuah institusi resmi.

Ketika hal itu dikonfirmasi kepada isntitusi yang bersangkutan, orang yang berwenang tidak bisa ditemui maupun ditelepon. Upaya konfirmasi berulang kali dilakukan, namun belum berhasil.

Segera Bangun 400 Rumah

Untuk menguatkan hak atas penguasaan lahan tersebut, Gapoktan Desa Manunggal sudah mengkavling lahan dimaksud. Kadi mengatakan, pihaknya merencanakan membangun rumah di lahan tersebut. ”Tanahnya sudah kami kapling. Untuk tanah seluas ini (46,11 hektar), diperkirakan 400 rumah warga bisa dibangun di atasnya,” ujarnya.
Guna mewujudkan rencana itu, Gapoktan Desa Mandiri menutup jalan pintas di lahan itu yang selama ini digunakan karyawan yang bekekerja di KIM II.

”Untuk mengantisipasi agar kami tidak kecolongan dari pihak-pihak yang ingin
Terkait tudingan polisi atas pengunaan data dan surat palsu hingga menahan Legiman (72), salah seorang dari mereka, Gapoktan menegaskan semua surat dimaksud asli. Gapoktan menuding polisi mengada-ada sampai harus menahan Legiman. ”Surat itu asli dan Legiman merupakan korban salah tangkap,” ujar Asnan, anggota Gapoktan lain di posko tersebut.

Asnan menegaskan, surat permohonan tersebut menindaklanjuti hasil peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia yang dimenangkan pihaknya. Dia dan rekan-rekannya sesama anggota Gapoktan Desa Mandiri mempertanyakan rencana pihak Poldasu melakukan rekonstruksi terhadap lahan seluas 46,11 hektar tersebut, hari ini, Kamis (3/3). ”Aneh bin ajaib, masak tanah direkontruksi? Macam kasus pembunuhan saja,” tambahnya.

Dari pantauan wartawan Sumut Pos di lapangan, di lahan sengketa berdiri plang dari pihak Poldasu dan Gapoktan Desa Mandiri. Plang dari Polda bertuliskan: Lokasi lahan seluas kurang lebih 46,11 Ha masih dalam proses penyidikan. DT. Eksrim Polda Sumut. Pid Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP sesuai nomor polisi LP/124/VI/2010/DIT Reksrim.

Sedangkan plang milik petani bertulis: Tanah ini milik Kelompok Tani Desa Manunggal Mabar berdasarkan penyerahan PN Lubuk Pakam berita acara eksekusi No.06/eks/2009/69/Pdt G/1999/PN Lubuk Pakam.
”Kami menyebut plang dari Poldasu merupakan plang siluman,” ujar Asnan.

Asnan menegaskan, dalam surat eksekusi PN Lubuk Pakam tertera dengan jelas, pada 6 Januari 2011 tanah tersebut sudah dilakukan ekseskusi dan langsung diserahkan oleh juru sita PN Lubuk Pakam, Olloan Sirait kepada Gapoktan Desa Manunggal. ”Setelah dilakukan eksekusi, tanah tersebut langsung diserahkan kepada kami namun yang diserahkan hanya 10 Ha saja,” ujarnya.

Ia kembali mengungkapkan, putusan Mahkamah Agung Nomor 94 PK/Pdt/2004 tanggal 3 Oktober 2009 adalah putusan final dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh pihak pengadilan dalam hal ini pengadilan Lubuk Pakam.

Sebelumnya, pada tanggal 27 Februari 2009, surat putusan PK diserahkan pihak PN Lubuk Pakam kepada Kelompok Tani. ”Selama dua tahun surat tersebut ditahan dan kenapa baru sekarang dipermasalahkan, sebelum-sebelumnya ke mana?” tambahnya kesal.

Dia meminta pihak yang kalah harus legowo dan mengakui hak pemenang. ”Kalau sudah kalah, sudahlah…, jangan dipermasalahkan lagi. Jangan kangkangi keputusan MA yang merupakan putusan yang tertinggi,” tandasnya.

Terkait keterlibatan polisi dan kebijakan Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno dalam sengketa lahan ini, mereka langsung menyatakan kekecewaanya terhadap Kapolda.

Secara khusus, Kadi, Asnan dan rekan-rekan menyoroti statemen Kapolda Irjen Pol Oegroseno pasca penyerangan Mapolsek Hamparan Perak, beberapa waktu lalu. Dalam pendengaran mereka, Kapolda menjamin tidak akan ada lagi pertumpahan darah di Sumatera Utara. Kadi dan rekan-rekannya menuding Kapolda berbohong. Dia beralasan, saat eksekusi lahan 6 Januari 2011 lalu, kealpaan polisi mengawal eksekusi menyebabkan bentrok antara anggota Gapoktan dan sejumlah pria tidak terhindarkan.

Padahal sebelum eksekusi dilakukan, pihaknya sudah melayangkan surat permohonan pengawalan eksekusi kepada Poldasu dan juga Polres KP23 Belawan. ”Kenyataannya, tidak ada satupun pun aparat kepolisian yang mengawal kami di lapangan,” katanya.

Dalam bentrok itu, tujuh anggota Gapoktan luka-luka dan menjalani perawatan medis. ”Tujuh warga harus menjalani perawatan di klinik Vivina Huda Jalan Rumah potong hewan Mabar,” ujarnya.

Ketujuh orang dimaksud adalah Parman (42) yang terluka akibat terkena panah beracun, Widodo (48) luka hectying di dada, Wardi (53) bengkak di kaki akibat lemparan batu, Rizal (29) luka di kaki akibat lemparan batu, Saipullah (39) luka di kaki hingga bolong akibat lemparan besi. Kemudian Heri (35) luka dikaki akibat lemparan batu. (mag-11)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/